Mohon tunggu...
OSTI  LAMANEPA
OSTI LAMANEPA Mohon Tunggu... Mahasiswa - DEO GRATIA (RAHMAT ALLAH)

MAHASISWA FILSAFAT DAN TEOLOGI

Selanjutnya

Tutup

Diary

Allah Meneguhkan Panggilanku dalam Diri Orang-orang Sederhana

18 Mei 2021   15:54 Diperbarui: 18 Mei 2021   16:31 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Osti Lamanepa, Mahasiswa Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang

   

Kali ini saya dan temanku Frater Kardi menjalani masa live-in di daerah Situbondo. Situbondo adalah Ibu Kota kabupaten yang mayoritas masyarakatnya adalah orang-orang Madura dan selebihnya kaum pendatang. 

Mayoritas masyarakat Situbondo hampir 90% memeluk Agama Islam dan sisanya memeluk Agama Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan Konghucu. Masyarakat Situbondo yang didominasi oleh orang-orang Madura memiliki sifat dan karakter yang keras. Hal ini hampir mirip dengan daerah asalku di Flores yang berkarakter keras sehingga saya tidak mengalami kesulitan dalam berelasi dengan mereka.

Saya dan Frater Kardi mendapat tempat tinggal di pastoran bersama dengan Romo Ardi sebagai Romo Paroki Situbondo dan Romo Arif, SMM sebagai pastor rekannya. Banyak kegiatan yang kami lsayakan selama berada di Situbondo. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain; menyiram tanaman, menyapu halaman pastoran, memancing, berdoa brevir pagi dan sore, mengikuti perayaan Ekaristi, membantu koor di gereja, membersikan kebun, menanam sayur, menemani para Romo misa di Stasi-stasi, dan mengunjungi umat di Situbondo. 

Kegiatan lain yang kami lsayakan adalah menghadiri pertemuan Forum Kerukunan antar Umat Beragama (FKUB) di Pondok Pesantren Panji. Pertemuan ini dihadiri oleh semua tokoh agama dan membahas masalah-masalah seputar kerukunan antar umat beragama. Para tokoh agama menekankan pentingnya hidup rukun di tengah pluralitas atau perbedaan agama. Para tokoh-tokoh agama menegaskan bahwa kerukunan antar umat beragama harus dipupuk dan dijaga serta dirawat oleh semua orang. Dengan demikian kerukunan antar umat beragama menjadi modal dasar untuk membangun dialog dengan agama-agama lain.

Umat Katolik di Situbondo pada umumnya memiliki kehidupan ekonomi yang mapan. Hampir 65% umat Katolik memiliki usaha pertokoan dan pabrik. Hal ini membuat mereka sibuk kerja dan menghabiskan waktu hanya untuk kerja. Mereka tidak mempunyai cukup waktu dalam doa-doa pribadi, bahkan kadang mengabaikan dan tidak hadir mengikuti perayaan Ekaristi. Padahal perayaan Ekaristi merupakan puncak dari seluruh iman kita akan Yesus Kristus. 

Mereka menceritakan kepadsaya bahwa mereka memang memiliki banyak harta benda, namun mereka mengalami kekeringan dalam hidup rohani. Saya melihat mereka mempunyai kerinduan yang besar akan hidup rohani. Sebagian dari mereka juga mulai terlibat aktif dalam doa dan kehidupan gereja. Mereka mulai menyadari bahwa kehidupan rohani adalah hal yang sangat penting bagi mereka.

Mereka kini mulai aktif dalam berbagai kehidupan Gereja. Saya melihat sebagian dari mereka yang kini memegang jabatan penting dalam Gereja misalnya menjadi ketua dewan stasi, ketua lingkungan, dan terlibat aktif dalam pengurus-pengurus yang lain di paroki Situbondo. Saya sangat mengapresiasi keterlibatan mereka dalam kegiatan paroki maupun kehidupan Gereja. Mereka ini adalah orang-orang berpendidikan, dan mempunyai kemampuan yang baik dalam menganalisa, dan mengerti apa yang menjadi kebutuhan Gereja.

Ada juga umat Katolik di Situbondo yang kehidupan ekonominya pas-pasan. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang sederhana, namun mereka ini kaya secara rohani. Saya mengatakan hal ini karena saya melihat langsung bagaimana mereka selalu rajin dalam doa dan terlibat aktif dalam semua kegiatan di paroki. Mereka ini menuruti kata Yesus dalam injil yang mengatakan "Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu", (Mat 6:33). 

Kehidupan rohani mereka sangat terawat dengan baik. Hidup mereka selalu digerakan oleh semangat Yesus Kristus. Orang-orang sederhana seperti ini selalu menujukkan semangat kasih yang mendalam bagi orang lain. Saya bersyukur pada Allah karena dapat mengenal mereka. Saya sering mengunjungi rumah orang-orang sederhana. Saya ingin memperhatikan dari dekat suka-duka hidup mereka. Hal yang mengesankan bagiku adalah mereka tidak pernah putus asa dalam menapaki perjalanan hidup. Walaupun secara ekonomi mereka tidak mampu namun mereka selalu bersyukur atas karunia hidup dan karunia kesehatan yang baik yang diberikan oleh Allah. Mereka selalu bersemangat menjalani kehidupan mereka dan mereka tidak pernah putus asa walaupun mengalami banyak kesulitan dalam hidup. Mereka juga meneguhkanku dan memberi semangat kepadsaya agar tetap setia dalam menapaki panggilan Tuhan.

Menurutku, pengalaman mereka ini sangat menarik dan membuatku harus banyak belajar dari cara hidup mereka. Sebagai seorang religius Montforan, saya pun harus belajar dari kesederhanaan hidup mereka. Hal ini sejalan dengan Spiritualitas Montfortan tentang hidup miskin. Hidup miskin bukan berarti tidak memiliki harta benda, melainkan lebih dari itu, yakni saya harus hidup sederhana dan tampil apa adanya. Kesederhanaan hidup harus saya miliki seperti Yesus yang tampil sebagai tokoh yang mencintai kesederhanaan. 

Kesederhanaan yang ditunjukkan Yesus ini terlihat jelas dalam Sabda-Nya kepada para murid, yakni "Serigala mempunyai liang tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakan kepala-Nya", (Mat 8:20) dan "Janganlah khawatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?", (Mat 6:25-26).

 Pengalaman live-in di Situbondo ini menyadarkanku bahwa Allah itu sangat baik. Kebaikan Allah nyata dalam diri orang-orang sederhana yang kujumpai selama masa live-in satu bulan di Situbondo. Allah hadir dalam diri orang-orang sederhana untuk meneguhkan panggilanku sebagai seorang religius Montfortan. Dalam diri orang-orang sederhana saya menemukan bahwa Allah selalu menyertaiku dan melindungiku dalam panggilan. Pengalaman ini semakin membuatku yakin dan percaya bahwa Allah selalu menyertaiku dan berjalan bersama saya dalam menempuh panggilan-Nya. 

Oleh karena itu, saya akan berusaha sungguh-sungguh untuk merawat panggilan Tuhan. Saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan padsaya saat ini. Panggilan menjadi religius adalah sebuah panggilan yang suci. Saya tidak mau menodai kesucian panggilan Tuhan. Saya berpasrah pada Tuhan dan membiarkan Tuhan membimbingku dalam panggilan. Saya yakin bahwa Tuhan hadir dan menyertai hidup dan panggilanku sekarang dan di sini (hiec et nunc) serta sampai selama-lamanya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun