Mohon tunggu...
OSTI  LAMANEPA
OSTI LAMANEPA Mohon Tunggu... Mahasiswa - DEO GRATIA (RAHMAT ALLAH)

MAHASISWA FILSAFAT DAN TEOLOGI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal

22 April 2021   08:45 Diperbarui: 3 Mei 2021   10:19 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang dilakukan untuk membantu seseorang individu yang dapat memahami, memperhatikan, dan melaksanakan nilai-nilai etika pokok serta bertujuan untuk pemebentukan karakternya. Pemahaman tentang nillai-nilai budaya lokal sangat penting dimiliki oleh siswa. Oleh karena itu nilai-nillai budaya masyarakat tradisional yang dikembangkan berdasarkan konteks kekinian sangat penting untuk diinternalisasikan dalam pendidikan. Usaha pendidikan dan pembentukan karakter yang dimaksud tidak terlepas tidak terlepas dari pendidikan dan penanaman nilai-nilai moral kepada peserta didik. Tujuannya adalah agar peserta didik menjadi manusia sejati yang bermartabat, berkarakter, dan bukan hanya sebagai pebelajar yang hanya berkemampuan secara kognitif saja, melainkan memiliki keseimbangan antara hardskill dan softskill-nya.

Kepala sekolah SMPN 1 Nagawutung, Yohanes Jone Wadan, S. Pd mengatakan, "Penanaman dan pengembangan pendidikan karakter di sekolah menjadi tanggung jawab bersama". Beliau melanjutkan, "Pendidikan karakter dapat di integrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran yang berkaitan dengan nila-nilai yang perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari" (Rachman Firdaus, M. Pd. dalam Warta Flobamora, 2019: 28). Pembelajaran nilai-nilai karakter ini, tidak berhenti pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada tataran internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan anak didik sehari-hari di masyarakat.

2.2. Budaya Lamaholot merupakan Salah Satu Etnik Budaya di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Lamaholot merupakan suatu etnik budaya yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Masyarakat yang termasuk dalam rumpun budaya Lamaholot meliputi empat daratan yakni Larantuka (Flores Timur daratan / wilayah paling timur dari pulau Flores), pulau Adonara, pulau Solor, dan pulau Lembata. Letak kepulauan dalam wilayah Lamaholot tersebut berdekatan, penduduknya pun memiliki pertalian darah, sehingga memiliki berbagai kesamaan. Budaya Lamaholot, mengandung nilai-nilai sosial yang dapat diinternalisasikan dalam pembelajaran di sekolah sebagai wujud penguatan pendidikan karakter.

Internalisasi budaya Lamaholot diharapkan dapat melahirkan generasi yang berbudaya, dan berkarakter positif pada era globalisasi saat ini. Beberapa nilai sosial budaya Lamaholot diantaranya, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (religius), kerja keras, kreatif, gotong-royong, demokratis, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, peduli lingkungan, peduli sosial, serta bertanggungjawab.

2.3. Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di SMPN 1 Nagawutung, Kabupaten Lembata, Flores Timur

Internalisasi budaya ini sudah diterapkan di SMPN 1 Nagawutung Kabupaten Lembata, Flores Timur dengan menjalankan proses pembelajaran berbasis kearifan lokal Lamaholot hampir di seluruh mata pelajaran. Kepala sekolah SMPN 1 Nagawutung Yohanes Jone Wadan, S. Pd mengatakan; "Program manajemen sekolah yang dijalankan selama ini difokuskan pada kearifan budaya lokal Lamaholot untuk mewujudkan penguatan pendidikan karakter siswa di era milenial ini".

Wadan berharap dari proses pembelajaran berbasis kearifan budaya lokal tersebut dapat melahirkan generasi Lamaholot yang cerdas dan berkarakter, serta mampu melestarikan dan mengimplementasikan nilai karakter dari budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

2.3.1. Model-model Pendidikan Kearifan Lokal di SMPN 1 Nagawtung, Kabupaten Lembata, Flores Timur

Adapun model-model pendidikan kearifan lokal di SMPN 1 Nagawutung antaralain sebagai berikut;

  • Penerapan Model Pembelajaran berbasis Kearifan

Dalam model pendidikan ini, Guru menerapkan model pembelajaran "Berpantun dalam Talking Stick". Pada moodel pembelajaran ini, siswa diminta untuk menyanyikan lagu pengantar pantun dalam bahasa daerah Lembata disebut Atakore, atau lagu daerah lembata, sambil mengedarkan tongkat bercabang berisi pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan oleh Guru. Sebelum menjawab pertanyaan, siswa wajib berpantun terlebih dahulu dan dilakukan secara bergilir. Hal ini dimaksudkan agar dalam proses pembelajaran, siswa tidak mengabaikan karakter dan budaya Lamaholot dalam menyampaikan pendapat dan saling menghargai, serta mampu memahami makna dari tatanan budaya dari bahasa pantun tersebut.

  • Pemanfaatan Bahan Lokal sebagai Media Pembelajaran dan Produk Ekonomi Kreatif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun