Mohon tunggu...
Ossana Bernicha
Ossana Bernicha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Welcome!

Mahasiswa biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan Pancasila di Era Milenial

8 Mei 2021   22:05 Diperbarui: 8 Mei 2021   22:16 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lahirnya Pancasila sebagai dasar negara tentu telah melewati perjalanan yang sangat panjang dan penuh perjuangan. Pancasila merupakan ideologi Bangsa Indonesia yang memiliki latar belakang tidak hanya berasal dari golongan tertentu, atau dari salah satu tokoh, namun hadirnya dilatarbelakangi oleh pemikiran-pemikiran banyak tokoh terdahulu yang tentunya dilakukan untuk kemerdekaan Bangsa Indonesia tercinta. Isi dari Piagam Jakarta yang telah mengalami perubahan tujuh kata, proses diskusi, serta bentuk perjuangan lainnya pada akhirnya telah menciptakan sebuah kajian 5 sila yang memenuhi syarat sebagai dasar negara di tengah keberagaman Indonesia. Sila pertama dan ketiga menunjukkan bahwa Pancasila memiliki potensi menampung keberagaman masyarakat Indonesia, sedangkan sila kedua menunjukkan bahwa Pancasila memberikan jaminan terealisasinya kehidupan pluralistik, sesuai dengan nilai kemanusiaan. Sila keempat menunjukkan Pancasila memiliki potensi untuk menjamin keutuhan NKRI dan sila kelima merupakan bentuk jaminan terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera.

Titik awal perjuangan telah sampai pada suatu kebangaan bahwa Indonesia adalah negara yang terus berkembang hingga saat ini. Dimana usaha ini tentu dilakukan untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, baik dalam ranah internal maupun eksternal. Di dalam proses pengembangan ini, tentu banyak sekali hal positif yang telah diraih Indonesia. Namun sayangnya, dinamika perkembangan yang dialami juga menciptakan tantangan baru bagi eksistensi Pancasila sebagai dasar negara. Perkembangan zaman ini telah sampai pada era yang mana pelakunya adalah generasi yang disebut sebagai generasi milenial. Karakteristik generasi milenial sendiri umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital, yang faktanya dapat kita amati sendiri di lingkungan sekitar kita masing-masing. Peningkatan 'keakraban' dengan dunia tersebut menghasilkan banyak hal positif, namun juga banyak hal negatif, yang mana dalam bahasan ini adalah bahwa hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Pancasila.

Dimulai dari ramainya penggunaan media sosial, yang mungkin sudah dapat dipastikan bahwa hampir semua orang telah menggunakan media sosial. Kalau saya boleh berkata, mungkin media sosial sudah menjadi makanan sehari-hari, yang artinya kalau tidak bermedia sosial, sama saja dengan tidak makan. Analogi ini tidak mengarah pada pernyataan bahwa penggunaan media sosial buruk, justru sebenarnya pengguna media sosial yang ramai juga relevan dengan manfaat yang dihadirkan oleh adanya media sosial itu sendiri, seperti dalam bidang bisnis, pendidikan, dan lain-lain. Pancasila merupakan ideologi bersifat terbuka, juga merupakan ideologi yang mampu mengikuti perkembangan jaman yang dinamis. Namun sayangnya, tak ayal dengan adanya media sosial yang semakin menjamur telah membuat nilai-nilai Pancasila perlahan semakin menipis di kalangan anak muda. Banyak anak muda yang dapat dengan mudah dipengaruhi oleh berbagai informasi yang belum pasti dan belum tentu benar. Ada juga isu intoleransi yang dapat menjadi boomerang bagi ideologi Pancasila. Penyebaran informasi yang belum pasti kebenarannya dapat menimbulkan perpecahan, apalagi berita hoax yang berhubungan dengan SARA, sensitif di kalangan masyarakat. Berita hoax juga dapat menimbulkan keresahan bagi masyarakat, sehingga masyarakat merasa terancam bahkan oleh berita yang belum tentu pasti kebenarannya.

Selain tantangan nyata melalui media sosial, ada juga tantangan di era milenial dalam menangkal budaya asing. Beberapa negara telah memberikan pengaruh bagi kehidupan negara Indonesia. Pengaruh globalisasi tersebut memberi dapat berupa hal positif dan juga negatif. Banyak budaya asing yang telah mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, dalam hal norma ataupun kebiasaan-kebiasaan. Tak dapat dipungkiri juga bahwa modernisasi dan globalisasi dalam budaya tersebut menjadikan adanya pergeseran nilai dan sikap masyarakat Indonesia. Sedikit contohnya adalah adanya pola hidup yang komsumtif. Perkembangan industri telah membuat masyarakat menjadi mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan. Ditambah lagi dengan fenomena bahwa barang produk luar seringkali dijumpai lebih menarik daripada barang dalam negeri. Lalu juga munculnya sikap individualistik, dimana masyarakat seakan-akan tidak lagi membutuhkan orang lain karena segalanya sudah dipermudah oleh teknologi yang maju. Gaya hidup kebarat-baratan juga mulai meresapi kebiasaan kehidupan sehari-hari. Dimana banyak anak muda, atau bahkan orang yang sudah tua, sangat mengagumi sosok figur dari luar negeri, atau banyak anak muda yang lebih menyukai kebudayaan luar  seperti modern dance daripada kebudayaan asli Indonesia menjadi fenomena yang saat ini nyata untuk dihadapi. Hal ini mungkin terjadi karena dari diri sendiri belum ada rasa bangga yang besar terhadap kepunyaan bangsa sendiri. Contoh-contoh tersebut bila direnungkan tentu tidak sesuai dengan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Dimana dalam Pancasila memberi petunjuk untuk selalu meningkatkan jiwa nasionalisme dan patriotisme, namun melalui hal-hal tersebut justru menyebabkan lunturnya rasa cinta terhadap tanah air.

Selain itu, satu sumber menyampaikan bahwa pada era milenial saat ini agama sangat memainkan peranan penting terhadap kehidupan berjuta-juta manusia. Bahkan hal ini didukung oleh penyeledikan-penyelidikan yang menyatakan bahwa lebih dari 70% penduduk dunia menunjukan bahwa mereka menganut salah satu agama, dan saya yakin bahwa agama-agama yang ada selalu mengajarkan hal yang baik, sehingga agama memang sangat penting di dalam kehidupan. Namun, bila keyakinan itu menjadikan seseorang beranggapan bahwa agamanya yang paling benar dan berujung menyalahkan agama lain, di sini lah tantangan nyata pelaksanaan Pancasila yang terjadi di masa kini. Doktrin tersebut mampu menyulutkan banyak perselisihan antar umat beragama, entah karena adanya sikap membanding-bandingkan atau lain sebagainya. Lebih parahnya lagi, masalah ini bahkan bisa menyebabkan adanya terorisme radikalisme yang awalnya bersumber dari ajaran yang salah atau menyimpang. Ya, fenomena inilah yang saat ini banyak terjadi dan menjadi tantangan tersendiri bagi generasi milenial dalam mempertahankan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila.

Berhubungan dengan media sosial, media sosial seharusnya justru dapat menjadi kekuatan dalam mengintegrasikan masyarakat agar tercipta sikap toleransi yang dapat menjadi alat dalam menyebarkan berita maupun konten yang positif. Sedangkan terkait menangkal budaya asing, banyak upaya dari pemerintah maupun generasi milenial yang sebenarnya sudah sangat baik. Menurut saya hal ini bisa selalu dan terus didukung oleh peranan dan partisipasi dari generasi milenial, entah dari bentuk prestasi, penyampaian kritikan yang membangun, adanya karya-karya anak bangsa dan lain-lain.Sedangkan tantangan dalam menyikapi keberagaman agama bergantung pada setiap individu. Jika setiap orang dapat menghayati makna Pancasila, kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan, maka konflik antar agama dapat diminimalisir sedikit demi sedikit. Tantangan akan terasa berat karena masalah baru kunjung bertamu. Jadi, sebagai generasi penerus tonggak perjuangan, renungkanlah ini, "Pancasila itu jiwa dan raga kita. Ada di aliran darah dan detak jantung kita, perekat keutuhan Bangsa dan negara. Saya Jokowi, Saya Indonesia, Saya Pancasila, Kalau Kamu?" (Joko Widodo).

Referensi:

Aulia, R., Asrori, A. and Bakhita, F., Lunturnya Norma Pancasila di Era Milenial 2019/2020. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 4(2): 83-90.

Hendri, H.I. and Firdaus, K.B., 2021. Resiliensi Pancasila di Era Disrupsi: Dilematis Media Sosial dalam Menjawab Tantangan Isu Intoleransi. Jurnal Paris Langkis, 1(2): 36-47.

Komariah, K., 2020. Tantangan di Era Milenial dalam Menangkal Budaya Asing dengan Mengedepankan Sikap Nasionalisme. Tazkiya, 21(1).

Mubarok, A., Sari, P.I. and Ramadania, R., 2021. Tantangan Keberagaman Beragama dalam Ikatan Bhineka Tunggal Ika di Era Milenial. Vidya Samhita: Jurnal Penelitian Agama, 6(1).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun