Mohon tunggu...
Yosep Mau
Yosep Mau Mohon Tunggu... Penulis - Debeo Amare

Hic et Nunc

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gamory

16 Juli 2020   11:47 Diperbarui: 16 Juli 2020   12:12 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tentang aku, kamu ataupun dia yang tidak pernah hilang dan bahkan jika Dia mengamini, ingin selalu kudekap kasih suci sampai Sang khalis menjemputku" harapan untuk mencintai sudah tertanam kuat, dan bahkan melekat, mengalir seperti darah dalam nadi.

Waktu itu senja berlabu di ufuk barat, ada bayang-bayang kelabu berjejeran membentuk garis vertikal, aku berjalan menyusuri jalan yang biasa kulewati sesekali melirik ke kiri dan kanan, mungkin aku bisa mendapatkan bayang-bayang nyata yang ku kenal untuk mengantarku ke terminal.

Nampaknya, senja berpihak padaku, mendapat tumpangan gratis sudah menjadi modal, setidaknya suara musik drum abal-abalan takkan ku dengar dari dasar perut ini, sisa-sisa kertas bernilai terbalut dompet akan menjadi bagian ganjalan perutku nanti. 

Mungkinkan akan terjadi seperti yang kupikirkan ataukah hanya sebuah rencana untuk mewudkan harapan ini. Makan?? Sudah pasti..apakah cukup?? Inikah namanya suara hati?? 

"Broo!! Ayo su,,. Katong jalan"  yang ini bukan suara hati, tetapi suara Om ojek. Kini suara hatiku pergi berlari entah kemana.. tetapi aku masih bisa merasakan bahwa sebenarnya aku lapar.

Hempasan angin dahsiat menyembur ke wajahku, aroma parfum pengikat hati khas setiap perempuan tercium tetapi tidak yang satu ini. Tanpa parfum, lipstik ataupun sejenisnya diam-diam memalingkan indraku padanya. Oh gadis manis berambut hitam bergelombang, kulit sawo matang, hidung sedikit mancung.. garis-garis wajah yang teratur di sana, membuatku gagap benafas. "aku telah jatuh hati padanya", di sani dan saat ini.

Kupejamkan mata dalam larutan cahaya senja, bernostalgia dalam bayang keindahan Kota Paris, ingin ku ada di sana bersama dia, dan kupeluk dia di setiap jalanan kota. tetapi semua buyar "kk nyong,..? ini saya pu tempat duduk" terjaga seperti mimpi ternyata aku salah menempati tempat duduk. Ku raih kembali kekikukanku dan berpindah pada tempat yang sebenarnya tanpa memandang suara sopran yang menggangu lamunanku.

"Mama mia"..? ternyata dia, si gadis Paris Indah.. berparas manis...tak ku sangka dia ada disampingku. "Pucuk dicinta ulam pun tiba". Berpindah ke sudut manapun aku sanggup, asalkan imut parasmu tetap dapat kuraih. Terbayang kembali dalam gelap ruangan bus, ditemani lantunan lagu samudera cinta, membuat dada ini membara serasa ingin kutumpakan kata-kata yang sedari tadi berantrian di benak  tuk gadis pujaan hati ini.

Kata mana yang harus kuungkapkan padanya, sejenak terfikir dalam diam .. terasa semuanya buyar...ambyar.., hanya angin dan lirik-lirik samudera cinta terus menguasai pikiranku. 

Lelakikah aku? Bertanya pada diri yang kaku, takut, namun bernyalikan cinta dan hasrat untuk memiliki yang berpemilik namun ragu. Nafas yang tak beraturan kutarik dalam-dalam memaksanya masuk ke dalam rongga-rongga, sinus utamanya yang mengatur kelembapan udara dalam tubuhku agar aku tetap memandang si paras indah hingga ke bawah rongga pernapasan lain, paru-paru yang terus menerus mengirim oksigen ke seluruh tubuh sampai pada himpitan rongga rusukku, terus meyakinkan bahwa dia si paras indah bagian dari setiap rongga tubuh ini.

Inilah yang kuyakini ketika hati bergetar untuk memilikinya bibir terkatup mengancungkan keberanian tuk bertanya siapakah dia, bagiku sudah cukup mendapatkan namanya.. selebihnya kuserahkan pada yang kuasa dan leluhur.. "Lory" itulah si paras indah. Tak ingin kusia-siakan semua kemampuanku tuk mendapatinya. Bibir ini semakin tak ingin berhenti bertanya dan bercerita tentang dia, aku dan seluruh keluarga kami. Kecuekan masih terasa darinya dan itulah yang kusuka sampai kuketik duabelas angka pada dinding layar Hpku sebagai tanda aku telah memenangkan perang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun