Mohon tunggu...
Joseph Osdar
Joseph Osdar Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan

Lahir di Magelang. Menjadi wartawan Harian Kompas sejak 1978. Meliput acara kepresidenan di istana dan di luar istana sejak masa Presiden Soeharto, berlanjut ke K.H Abdurrahman Wahid, Megawati, SBY dan Jokowi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ratu Hemas Bicara Soal Pasir Merapi

20 Desember 2021   09:19 Diperbarui: 20 Desember 2021   09:26 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
JURANG merupakan salah satu hasil ulah penambangan pasir dengan alat modern di lereng Gunung Merapi di kawasan Yogyakarta. (Dok. Pribadi)

Bulan Oktober 2021 lalu, Gusti Kanjeng Ratu Hemas menulis artikel di Harian Kompas tentang Dewan Perwakilan Daerah.

Ada beberapa kalimat menarik hati saya dari tulisan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Istri Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta/ Sultan Hamengkubuwono X itu.

".....Maka, penting memikirkan penguatan kewenangan DPD. Revitalisasi institusi demokrasi adalah sebuah keniscayaan. Itu dilakukan agar sistem politik menjadi penyangga demokrasi sehingga semakin efektif mengelola kepentingan rakyat menuju kesejahteraannya." Demikian kata Bu Ratu dalam tulisannya yang diterbitkan pada hari ulang tahunnya yang ke 69 bulan Oktober 2021 lalu.

Kemudian Bu Ratu yang pernah ikut unjuk rasa soal undang undang pornografi di Denpasar, Bali tahun 2013 itu berujar lagi tentang pentingnnya memperkuat kewenangan DPD itu. "Jika tidak institusi demokrasi hanya menjadi bedak yang menampakkan wajah seolah-olah demokratis, padahal kenyataannya tidak," kata Bu Ratu.

Tertarik pada kalimat-kalimat ini saya bersama dua tokoh kelompok pelobi sosial, politik, ekonomi dan budaya Pelangi Nusantara Network, Sucipto dan Dimas Azisoko Harmoko, datang ke tempat tinggal Sultan Hamengkubuwono X di Menteng, Jakarta, Selasa pagi 23 November 2021.

Saya bertanya soal maka kalimat-kalimat itu, terutama tentang kosa kata "bedak" atau pupur. Beliau banyak menjelaskan hal itu, tapi kemudian melompat ke masalah situasi lingkungan dan rakyat Yogyakarta yang tinggal di lereng Gunung Merapi di wilayah sekitar Sungai Gendol.

Menurut Bu Ratu, di kawasan itu mengalami perusakan lingkungan alam karena kegiatan penampang besar pasir muntahan Gunung Merapi yang sering meletus dan erupsi selama ini.

Bu Ratu mengatakan penyedotan pasir Merapi dengan peralatan modern selama ini telah membuat wilayah itu banyak jurang sedalam 50 sampai 80 meter. "Mereka bisa menyedot per lima menit mencapai beberapa ton yang langsung dimuat dalam truk-truk," ujar Ratu Hemas.

Bukan hanya terjadi perusakan lingkungan, tapi terjadi pula persaingan tidak seimbang antara penyedot pasir bermodal kuat dengan rakyat kecil di wilayah itu yang per hari hanya bisa mengambil pasir beberapa pikul untuk dijual demi mendapatkan penghasilan beberapa rupiah saja. "Ini bisa menimbulkan masalah sosial," katanya.

Ratu Hemas berharap pemerintah pusat perlu mengatur penambang pasir di lereng Merapi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun