Mohon tunggu...
Orin Sabrina Pane
Orin Sabrina Pane Mohon Tunggu... Lainnya - Hi! I'm just a curious girl in a curious world!

I can't not write.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Polemik Pengujian AD/ART Partai Politik

16 Oktober 2021   21:45 Diperbarui: 13 April 2022   14:20 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Eksistensi Partai Politik adalah perwujudan kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Dalam menjalankan perannya sebagai pilar demokrasi dalam sistem politik Indonesia, partai politik harus membentuk Peraturan Dasar berupa Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang merupakan penjabaran dari Anggaran Dasar. Dalam BAB II UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik telah diatur mengenai pembentukan partai politik, dimana termuat pula hal-hal apa yang seharusnya ada dalam sebuah anggaran dasar partai politik. Hal-hal tersebut diantaranya asas,ciri,visi,misi, nama,lambang,tanda gambar,tujuan, fungsi,organisasi, tempat kedudukan,pengambilan keputusan,kepengurusan, peraturan dan keputusan, pendidikan politik, dan keuangan partai politik.

Belakangan menjadi perbincangan hangat, apakah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dapat menjadi objek judicial review oleh Mahkamah Agung?. Hal ini bermula dari permohonan pengujian AD/ART Partai Demokrat yang diajukan oleh Yusril Ihza Mahendra bersama dengan empat mantan anggota partai demokrat. Peristiwa ini mengundang banyak komentar atau tanggapan dari para pakar Hukum Tata Negara. Beberapa ahli hukum menganggap bahwa ini adalah sebuah terobosan hukum untuk melindungi  partai politik dari oligarki. Namun tidak sedikit pula yang menganggap bahwa jalan yang ditempuh oleh Yusril dkk adalah kekeliruan, karena MA seyogyanya tidak memiliki kompetensi untuk menguji AD/ART Partai Politik. Bahkan sebagian beranggapan bahwa ini hanyalah manuver politik semata. Pandangan pro dan kontra dalam sebuah iklim demokrasi adalah suatu keniscayaan. Dengan demikian mengkaji logika-logika yang mengikuti pandangan tersebut juga merupakan keniscayaan yang mengikutinya.

            Langkah Yusril untuk menempuh judicial review AD/ART didasari oleh beberapa hal, diantaranya : Pertama, AD/ART dibentuk oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang partai politik. Maka apabila prosedur pembentukannya ataupun materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang maka  dibutuhkan lembaga yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya. Kedua, peran dari partai politik begitu besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara. Kegiatan partai politik juga berkaitan dengan kepentingan publik. Maka untuk menghindari partai bercorak oligarkis dan monolitik, upaya ini perlu untuk ditempuh. Dalam konteks partai demokrat, Yusril menganggap bahwa Majelis Tinggi Partai demokrat memiliki kewenangan yang terlalu besar sehingga tidak sejalan dengan amanat UU partai politik dimana anggota-lah yang seharusnya memiliki kedaulatan tertinggi dalam partai politik.Ketiga, partai politik adalah badan hukum yang dapat dikualifikasikan sebagai quasi lembaga negara.

            Apakah perintah undang-undang partai politik untuk membentuk AD/ART dapat menjadi justifikasi bahwa AD/ART dapat diuji oleh MA? 

            Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita dapat bergerak dari kewenangan MA dalam Konstitusi pasal 24 ayat (1), yang dalam bunyi pasalnya menegaskan bahwa MA berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dasar terhadap undang-undang.

Lantas apakah AD/ART termasuk peraturan perundang-undangan?

Dr.Jamaludin Ghafur,S.H.,M.H., mengungkapkan bahwa fungsi AD/ART parpol adalah menerjemahkan dan mengelaborasi detail ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU. Maka sudah selayaknya untuk memperlakukan posisi AD/ART sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan. Beliau juga memaparkan bahwa AD/ART Partai Politik harus dilihat dalam kacamata hukum kepartaian sebagaimana diungkapkan oleh Kennet Janda, seorang ilmuwan partai politik AS, bahwa hukum kepartaian adalah peraturan hukum baik yang ditetapkan pemerintah (external rules) maupun peraturan yang dibuat oleh parpol (internal rules).

Berbeda dengan pernyataan di atas, beberapa pakar hukum tata negara seperti Zainal Arifin Mochtar, Hamdan Zoelva, dan Mahfud MD berpendapat bahwa AD/ART bukanlah peraturan perundang-undangan sehingga tidak dapat menjadi objek judicial review. Susi Dwi Harijanti juga menambahkan bahwa frasa "mencakup" dalam pasal 8 UU No.12 Tahun 2011 tidak dapat dibaca sebagai uraian contoh perundang-undangan, melainkan menguraikan ruang lingkup dan jenis-jenis peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, jenis peraturan yang merupakan peraturan perundang-undangan secara limitatif telah diatur dalam pasal tersebut.

Dalam UU No.12 Tahun 2011, peraturan perundang-undangan didefinisikan sebagai peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Setidaknya ada 3 unsur dari definisi tersebut. Pertama, norma hukum yang mengikat secara umum. Kedua, norma hukum tsb dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat negara yang berwenang. Ketiga, Prosedur pembuatannya diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Lantas apakah AD/ART parpol memenuhi unsur-unsur tersebut?. 

Norma hukum yang mengikat secara umum, dari segi subjeknya adalah norma hukum yang dialamatkan (ditujukan) kepada setiap orang atau bukan orang tertentu. AD/ART partai politik bukanlah norma hukum yang mengikat secara umum, karena hanya mengikat internal partai politik tersebut. Atau dengan kata lain hanya ditujukan untuk orang tertentu (anggota partai politik). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun