Mohon tunggu...
Orchida_Nadia112
Orchida_Nadia112 Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Success and happiness lie in yourself.So stay happy,and your happinness and you will form a strong character against adversity.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Kajian Hermeneutika dalam Fenomena Mitos; Larangan Makan di Depan Pintu

15 April 2022   11:01 Diperbarui: 16 April 2022   21:25 1425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

     Kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakat dan sudah turun temurun sejak dulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan sebuah keyakinan yang sulit untuk dihilangkan. Kepercayaan-kepercayaan yang masih berkembang dalam kehidupan suatu masyarakat, biasanya dipertahankan melalui sifat-sifat lokal yang dimilikinya. Dimana sifat lokal tersebut pada akhirnya menjadi suatu kearifan yang selalu dipegang teguh oleh masyarakatnya. 

       Nilai-nilai kearifan lokal yang masih ada biasanya masih dipertahankan oleh masyarakat yang masih memiliki tingkat kepercayaan yang kuat. Kepercayaan yang masih mentradisi dalam masyarakat juga disebabkan karena kebudayaan yang ada biasanya bersifat universal sehingga kebudayaan tersebut telah melekat pada masyarakat dan sudah mejadi hal yang pokok dalam kehidupannya.Kepercayaan terhadap mitos merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang telah mengakar. Dijawa misalnya, Mitos tentang Larangan makan di depan pintu. 

     Pada dasarnya, mitos tersebut (terlepas dari benar atau tidaknya mitos tersebut) merupakan suatu gejala yang timbul dengan sendirinya dengan berdasar anggapan dari peristiwa yang terjadi di luar batas kewajaran. Mitos ini merupakan salah satu perilaku yang sudah menjadi kebiasaan atau adat budaya ditengah-tengah masyarakat sehingga teramat menarik untuk dipahami lebih lanjut. Di sisi lain, mitos juga menjadi barometer tingkat peradaban masyarakat dimana mitos itu timbul dan berkembang. Tingkat peradaban yang dimaksud adalah mengacu pada perjalanan spiritualisme masyarakat.

        Masyarakat Jawa memiliki ikatan yang erat dengan alam. Itu juga sebabnya mereka sangat memperhatikan kejadian-kejadian alam sekitar sebagai pertanda bagi kejadian-kejadian lain. Sebenarnya hal itu bermula dari ilmu “titen” yaitu ilmu mendeteksi suatu kejadian yang konstan, terjadi terus-menerus dan berkaitan dengan kejadian lain yang juga konstan berlangsung dalam kondisi yang sama atau serupa. Selain itu masyarakat pintar meyimbolkan segala sesuatu, mengkait-kaitkan kejadian satu dengan kejadian yang lain, pintar membuat cerita-cerita yang akhirnya hingga saat ini banyak mitos yang berkembang di tanah Jawa.

      Larangan makan di depan pintu adalah suatu sistem kepercayaan yang timbul dari perkataan-perkataan orang terdahulu. Pada umumnya perkataan itu di sebut sebagai pantangan atau pitutur dari sesepuh, dimana kepercayaan ini masih dipertahankan bahkan dianut oleh sebagian masyarakat jawa pada umumnya hingga saat ini.

     Dalam pembahasan larangan makan di depan pintu akan di bahas menggunakan teori hermeneutika paul ricoer, untuk mencari makna yang terkandung dalam larangan makan di depan pintu. Sebagai model Hermeneutika Ricoeur mempunyai tiga tahap antara lain sebagai berikut :

  • Level Semantik merupakan langkah pemahaman yang paling awal atau pemahaman pada tingkat bahasa murni. Level semantik ini bertujuan untuk mengungkap makna tekstual. Dalam larangan makan di depan pintu mempunyai arti bahwa orang yang melanggar larangan makan di depan pintu akan menimbulkan jauh dari jodoh. Jika di kaji ulang hubungan antara makan di depan pintu dengan tidak mendapatkan jodoh adalah suatu hal yang mustahil, karena jodoh adalah suatu yang sudah ditetapkan. Tidak mungkin jika seseorang makan didepan pintu akan jauh dari jodoh. Larangan makan di depan pintu adalah suatu metode yang digunakan oleh orang zaman dahulu, dengan bertujuan untuk mendidik seseorang agar bisa berperilaku baik dan bertindak sesuai dengan tempatnya.

        Dalam pemahaman memberikan makna yang ada dalam larangan makan di depan pintu menggunakan level semantik, seseorang pemberi makna harus melalui level ini, karena level semantik adalah level untuk memberikan makna yang ada di dalam sebuah teks. Dalam makna larangan makan di depan pintu selain mempunyai makna luar juga mempunyai makna yang mendalam, karena.jika di realitakan makna luar hanya sebagai perantara untuk memberikan pemahaman secara mendalam. 

     Makna yang terkandung secara mendalam pada larangan makan di depan pintu adalah sebuah metode pembelajaran untuk seseorang agar tidak melakukan kegiatan yang di larang pada sebuah teks.Sebenarnya, makna yang ada dalam larangan makan di depan pintu adalah alat atau cara yang digunakan orang jaman dahulu untuk mendidik anak dan cucu mereka agar mempunyai perilaku dan etika yang baik dan benar. Mendidik menggunakan cara menakut-nakuti sudah menjadi tradisi dalam suatu kelompok atau desa, dari zaman dahulu hingga sekarang cara tersebut masih digunakan meskipun tidak semua orang yang menggunakan cara mendidik dengan menakut-nakuti bisa mengerti maksudnya.

  • Level Refleksi, yaitu sebagai jembatan kepada level eksistensi atau sebagai jembatan yang menghubungkan pemahaman atas tanda dengan pemahaman diri. Refleksi dengan proses ulang balik antara pemahaman teks dengan pemahaman diri. Larangan makan didepan pintu ketika dikaji menggunakan teori hermeneutika akan memunculkan makna yang terkandung didalam larangan tersebut, sebab kajian hermeneutika membahas tentang cara seseorang memunculkan sebuah makna yang ada dalam teks.  

      Munculnya makna yang terkandung dalam larangan makan di depan pintu adalah sebuah metode atau cara yang digunakan orang zaman dahulu untuk mendidik seseorang supaya mempunyai etika dan perilaku baik dan benar karena,penjelasan larangan makan di depan pintu menimbulkan jauh dari jodoh hanya sebagai alasan seseorang untuk tidak melanggar larangan makan di depan pintu tersebut.

  • Level Eksistensial

      Selain teks mempunyai struktur imanen, menurut Ricoeur, teks sekaligus juga memiliki referensi luar yang sering disebutnya dunia dari teks atau ada yang dibawa oleh teks. Pada tahap ini akan tersingkap bahwa pemahaman dan makna, bagi manusia, pada dasarnya berakar pada dorongan-dorongan yang lebih mendasar yang bersifat instingtif yaitu hasrat. 

     Dari hasratlah lahir kehidupan, dan selanjutnya, bahasa di mana untuk menyingkap realitas hasrat ini sebagai realitas yang tidak disadari, Munculnya larangan makan di depan pintu sebagai metode mendidik seseorang karena sifat orang zaman dahulu jika diberi tahu kalau itu buruk tidak akan percaya. Dengan cara menakut-nakuti orang akan tidak berani mengulangi apa yang dilarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun