Mohon tunggu...
Orangedan75
Orangedan75 Mohon Tunggu... -

Mencintai Jogja dan Kamu bukan karena bakpianya, tapi karena malamnya.... Nulis untuk sendiri, kalau kamu membacanya, itu karena ketidaksengajaan atau hanya karena Tuhan mempertemukan kita.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Antara Aku, IndiHome dan Pak Dhe

17 Februari 2016   16:10 Diperbarui: 7 Juni 2016   15:06 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pak Dhe, perkenalkan saya anak muda yang sudah lewat menuju tua. Lulusan ngos-ngosan hasil ngutang di D2 bidang IT franchise dari India dan D3 dengan kampus berstatus kadang-terdengar-kadang-tidak. Itu juga saya baru kuliah setelah umur 29 hasil banting tulang dan mencucurkan darah, sehabis tersandung trotoar yang gempil. Puji Tuhan saya lulus tidak telat padahal kuliah di dua kampus yang berbeda pada saat bersamaan. Nanging, setelah lulus saya tidak bisa melamar kerja, wong umur saya sudah 31 tahun. Akhirnya saya banting keyboard buat wirausaha sendiri dari mulai jasa ngedit gambar sampai bikin program aplikasi.

Nah dari situ saya sering ngubek-ngubek komputer serta menjelajah internet dan berhasil mengumpulkan secuil berlian yang tertukar dan sekarung beras. Dan jujur itu saya syukuri banget. Sebenarnya nih Pak Dhe, saya seneng sekali ndakngerepotin pemerintah pake ngemis-ngemis jadi PNS. Paling ndak, ponakan mu ini ndak pernah ikut demo-demo buruh yang nuntut uang kosmetik. Selain menurut saya itu bukan kebutuhan primer, wong saya itu laki-laki tulen, punya istri dan anak tiga. Yang pertama dan kedua itu kembar dampit lho, laki-perempuan. Yang laki ganteng kaya bapaknya, dan yang perempuan pinter kaya bapaknya juga. Bapaknya memang luar biasa khan Pak Dhe?

Dulu senang saya bisa kerja sendiri, bahkan sempat bisa ngasih pekerjaan buat temen-temen paling ndak ya ngajarin temen-temen ngedit foto wajahnya yang pas-pasan biar agak lumayan ngepasin buat mendekatkan diri pada jodoh yang diimpikan. Walaupun dalam dunia nyata terjadi pergolakan antara menerima ketika ditolak atau memberontak karena modal buat ngejer si dia nya bablas padahal boleh ngutang ke saya.

Gini nih Pak Dhe, saya itu kerja freelance yang orderannya tergantung koneksi internet. Saya pernah pake produk koneksi dari operator seluler yang nyambungnya nunggu gambar sinyal muncul, kalau ndak saya kocok-kocok itu HP siapa tau ada tekanan dari dalam agar ikon sinyalnya kenceng. Saya pake speedy dari Telkom yang koneksinya pake kabel tembaga yang kalau kabel ndak dipanasi korek jress atau call centernya ga di panasin pake maki-maki ga lancar-lancar. Terakhir saya ditawari pake IndiHome yang katanya kenceng apalagi bonus saluran TV.

Marketingnya waktu itu telepon saya berulang-ulang buat ngerubah dari tembaga ke fiber optik. Kadang kesel mereka ganggu tidur saat siang karena saya kerja malam. Kalau cewek kadang saya tembak, klo cowok saya ndak berani nembak. Takut dikira saya ini termasuk LGBT – Laki Gampang Banget Tergoda…

Nah gini Dhe, belakangan ini Telkom merubah dunia internet Indonesia yang menurut saya kok enak di dia, sakit di saya, saya tuh ndak bisa diginiin… Dari mulai menerapkan FUP (Fair Usage Policy), ngurangin saluran yang katanya ndak kerja sama lagi sama providernya, sampai tau-tau bilang masa promonya habis dan tarifnya dinaikin (harusnya turun khan Dhe?). Lha saya sendiri ndak tau kapan dikasih promonya.

Tau ga Dhe, kalau Telkom itu nyisipin iklan Google Adsense lewat koneksinya ke browser pelanggannya? Lha wis njaluk bayaran, masih nyari celah pelanggan buat nge-klik iklan biar mereka dapet uang tambahan. Saya pernah komplain waktu saya ndak bisa akses ke portal perusahaan asing yang mempekerjakan saya. Itu sampai hampir sepuluh tim teknisi datang tapi ndak bisa nyelesaiin. kalau sampai sebelas pasti tak suruh bikin tim sepak bola. Saya kalau tau kasus kopi belakangan ini, pasti waktu itu saya kasih kopi semua, cuma saya campur sama Si Anita. Lha wong Mbak Anida sudah merit sama Mas Joko. Lha kalau pake Ani yang lain, takut dikira nyentil sang mantan. Maaf Dhe, nama mirip tapi nasib beda, ukuran badannya juga beda kok. Yak Pak Dhe, ya Mbak Ani….

Lha ini saya terusin curahan hati saya yang sering sakit, entah karena susah cari orderan dengan kondisi perekonomian global yang kata para pakar sedang ndak stabil atau hanya karena temen ndak bayar-bayar hutang. Gini lho Dhe, yang saya tau desainer grafis Indonesia itu ndak kalah sama desainer-desainer luar. Banyak yang sering menang kontes, dapat klien dari luar negeri yang perintahnya saja sering salah diterjemah kalau Mbah Google lagi ngambek.

Nah kita-kita ini cuman butuh koneksi internet yang stabil, murah meriah, syukur-syukur kecepatannya  bisa secepat kaum pria jomblo nge-klik like fanspage yang pake profile cewek cantik terus follow dan komen walaupun itu akun palsu. Maklum Dhe, kita ini sudah terbiasa dengan harapan palsu. Dari situ kita berharap bisa lebih mandiri, syukur-syukur bisa kasih kerjaan buat calon istri biar nantinya ga diolok-olok karena jadi wanita kantoran, eh temen-temen lain. Joss khan Dhe?

Saya nek boleh usul, itu kebijakan Kementrian Komunikasi dan Informasi mbok ya'o di rubah biar ndak seperti periode lalu yang main blokir sembarangan seperti mantan yang merasa risih di-stalking tapi kadang masih rindu. Gimana caranya biar swasta bisa ikut bertarung sama Telkom, biar ada kompetisi yang memacu kinerja orang-orangnya. Saya tau Pak Dhe sedang memperbaiki semua infrastruktur dan saya setuju klo boleh sebanyak bintang di langit dikali sejuta. Mbok saya usul infrastruktur jaringan telekomunikasi bisa dipercepat, diperluas, ditingkatkan dan diapainlah gitu.

Saya berpendapat Pak Dhe bisa bilang sepenggal kalimat supaya bisa memenggal hubungan pegawai yang tidak berkompeten untuk keluar dari perusahaan pelat merah. Saya yakin temen-temen desainer 'kampung' di Kali Abu, Muntilan dan di tempat lain, yang ndak kampungan kaya saya, mereka bakal happy, lebih gentleman, dan bisa ber-amazing ria dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Apalagi setelah mahir dan punya klien, mereka bisa mempekerjakan yang lain, berbagi ilmu dan ndak merengek-rengek minta digaji negara.  Mereka itu sukses padahal ndak banyak yang bisa kuliah. Walaupun saya ndak kenal mereka, tapi saya yakin mereka masih saudara-saudara saya, paling ndak sebagai se-Adam-Hawa, bukan se-Adam-Hendra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun