Mohon tunggu...
Harun Anwar
Harun Anwar Mohon Tunggu... Desainer - Menulis sampai selesai

Lelaki sederhana yang masih ingin tetap tampan sampai seribu tahun lagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Begitulah Perempuan

2 Januari 2020   08:03 Diperbarui: 2 Januari 2020   08:06 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
asmaradjawa.blogspot.com

Di kolong dunia yang kian rentah ini tak ada mahluk yang lebih masyhur daripada perempuan. Dahulu, sekarang, dan mungkin hingga waktu yang masih akan lama selepas ini, segmen yang diambil perempuan-perempuan dalam banyak hal barangkali tetap tak akan sebanyak lelaki. Dari sinilah anggapan perempuan tidak lebih besar daripada laki-laki kerap muncul menjadi pengejawantahan dari kenyataan yang ditulis kitab suci agama-agama bahwa perempuan pertama di muka bumi, Hawa itu berasal dari tulang rusuk Adam.

Lantas setelahnya perempuan disebut lemah, tak bisa mengerjakan tugas berat, lalu dibatasi peranannya. Perempuan seakan sengaja dibekukan dalam tanggung jawab di kehidupan sosial, dan itu bukan terjadi sebentar ini melainkan telah berabad-abad lamanya. Maka tak salah pula jika perempuan kemudian menyuarakan emansipasi. Rasa gelisah melihat dunia yang tak ramah. Juga rasa percaya diri akan bisa menaklukkan tantangan dunia.

Pada kenyataannya perempuan memang tak lebih besar dari lelaki. Tapi kenyataan lain memberitahukan kita bahwa semua lelaki besar pernah melewati fase sebagai 'bukan apa-apa'. Di fase itu peranan perempuan menjadi amat vital. Perempuan adalah ibu dari semua kelahiran. Lelaki hanyalah aktor yang lain, dan perempuan mengambil tugas yang tak main-main.

Dari tangan-tangan mereka kasih yang halus disapukan penuh perhatian. Dari pelukan mereka semua ketakutan dibuat buyar sekali jadi. Suara mereka menjadi ibu kandung dari anak-anak bernama nasihat. Mereka tak berhenti kala sore saja saat matahari terbenam, atau larut malam di mana lolong anjing terdengar, mereka akan mengasihi selama mungkin, dan tak terhingga sepanjang masa, sebagaimana lirik lagu brilian itu.

Di dalam dunia ini perempuan menempati pos-pos tugas yang berbeda dari laki-laki. Kita melihat laki-laki berada di luar rumah, mereka bekerja keras, dilihat dunia, keringat mereka tak terhitung lagi yang jatuh di antara butir-butir pasir di jalanan, mereka akan pulang malam setelah pergi dari pagi buta. Itulah mengapa lelaki sanggup memenangkan nyaris semua panggung yang ada di dunia.

Lain lagi dengan perempuan. Kerja keras mereka nyaris tak terlihat dunia luar karena disekat dinding rumah yang berlapis-lapis. Peluh mereka tak jatuh di pasir seperti halnya laki-laki. Peluh mereka terkumpul pada kening yang lelah lalu jatuh di antara barang-barang di dapur sebelum akhirnya disaput air siraman cuci piring dan beras.

Pencapaian terbaik perempuan-perempuan di dunia adalah ketika menjadi ibu yang berhasil. Setiap anak lelaki yang lahir dan tumbuh besar merupakan hasil 'manufaktur' perempuan. Mereka lebih dari sekadar istri yang melengkapi laki-laki, mereka adalah ibu yang melapangkan samudera kasih, mereka adalah guru yang pertama bagi manusia di sekolah kecil bernama rumah dalam lingkup pendidikan keluarga. Perempuan memainkan peran luar biasa besar dengan beban tanggung jawab yang juga tak sedikit. Mereka adalah ujung tombak yang senantiasa runcing.

Perempuan adalah pelabuhan. Ketika Nabi Adam pertama kali mendiami surga ia merasa dirinya hanyalah bahtera yang berlayar tak ada henti. Ia gelisah, ingin juga rasanya berlabuh, ia kesepian dalam lautan perasaannya sendiri, ia butuh sandaran, ia haus akan teman. Dan Tuhan Maha mengetahui. Tuhan mengambil bagian dari tulang rusuk Adam dalam penciptaan manusia yang lain: Hawa. Mereka berpasangan, saling menguatkan, saling menjaga, menuntun, mengambil peran yang Tuhan beri.

Kisah Adam adalah kisah manusia pertama. Kisah saat Tuhan mengadakan perempuan. Dan bagaimana pun kuatnya lelaki mereka toh punya hati yang juga bisa lalai. Mereka akan lelah. Di sinilah perempuan mengambil peran, membuka selapang mungkin dada mereka sebagai sandaran yang menampung semua kerisauan laki-laki.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun