Mohon tunggu...
Id.Djoen
Id.Djoen Mohon Tunggu... Wiraswasta - ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”

Anak Bangsa Yang Ikut Peduli Pada Ibu Pertiwi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika BPK Tidak “Ngaco” pada Kasus Cengkareng

28 Juni 2016   21:31 Diperbarui: 29 Juni 2016   14:54 2025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masih terngiang ditelinga kita “Si Fulan” mengatakan audit BPK Ngaco pada kasus Sumber waras yang endingnya KPK dan BPK ngotot pada keputusan mereka masing-masing. BPK menuntut agar pemprov berusaha mengembalikan kerugian 191 M dari sumberwaras.

BPK yang “Ngaco” saat audit kasus pembelian tanah sumberwaras malah diapresiasi “sifulan” hasil auditnya pada kasus tanah Cengkareng, entah kenapa BPK Tidak Ngaco lagi ?. pandangan awam akan menilai sifulan bermuka dua, katakan BPK Ngaco saat merugikan dirinya, dilain sisi mengapresiasi BPK bila tidak merugikan dirinya.

Sebuah kasus baru yang akan membuat konsentrasi publik untuk menanti akhir kisahnya, yang menarik dugaan penyimpangan pembelian tanah cengkareng seperti kutipan berikut ini :

Proses pembelian lahan untuk Rusun Cengkareng Barat kemudian menjadi salah satu temuan Badan Pemeriksa Keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) keuangan Pemerintah Provinsi DKI tahun 2015.

 Dari temuan BPK, diketahui bahwa lahan itu ternyata lahan milik Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan. Uang yang sempat dibayarkan Dinas Perumahan ke Toeti diketahui mencapai Rp 648 miliar. Belakangan diketahui, ada Rp 200 miliar yang tak sampai ke Toeti. Sumber

Dugaan penyimpangan sudah sejak tahun 2015, lho kenapa baru sekarang pemprov DKI mempertanyakannya, setahun lalu ngapain membiarkan dan tidak menindak lanjuti hasil audit BPK ? pertanyaan yang butuh jawaban jelas gamblang, terbuka, terlebih lagi pada pembelian tanah tersebut ada disposisi oleh pimpinan DKI.

Pembelian lahan 4,6 hektare di Cengkareng Barat pada November tahun lalu terjadi setelah Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menerbitkan disposisi 10 Juli 2015. Disposisi itu dimuat diKoran Tempoedisi 28 Juni 2016.

 Diceritakan dalamKoranitu, saat menerbitkan disposisi Basuki alias Ahok mendapat laporan dari Kepala Pengelola Aset dan Keuangan Daerah Heru Budi Hartono bahwa Toeti Soekarno menawarkan lahan tersebut sehari sebelumnya. Pada waktu itu pemerintah berencana membangun rumah susun di Cengkareng. Rudi Hartono Iskandar, kuasa Toeti, mengajukan penawaran setelah tahu Dinas Perumahan menerbitkan surat penetapan pembangunan rumah susun Cengkareng Barat. Nilai yang ia ajukan Rp 17,5 juta meter persegi.

 Dalam surat penawarannya, Rudi menjelaskan nilai jual obyek pajak tanah Cengkareng Rp 6,2 juta. Karena itu dalam suratnya Heru meminta pertimbangan kepada Basuki. Dalam balasan suratnya, Ahok menulis agar memakai hargaappraisalresmi. “Appraisalitu boleh, apalagi NJOP,” kata Ahok, Senin, 27 Juni 2016.Selengkapnya

Publik tentu butuh jawaban kenapa lembaga audit negara bisa “Ngaco” bisa juga “Tidak Ngaco”

Salam damai dan persatuan demi Indonesia yang transparan murni bukan rekayasa ketransparanan dengan menyembunyikan borok dengan lakban...suwun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun