Mohon tunggu...
Id.Djoen
Id.Djoen Mohon Tunggu... Wiraswasta - ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”

Anak Bangsa Yang Ikut Peduli Pada Ibu Pertiwi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Analisa Kelayakan BLT

16 April 2022   18:49 Diperbarui: 16 April 2022   18:52 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Subsidi Minyak Goreng, dokpri

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kemampuan ekonomi terlebih  sejak pandemi covid 19 melanda keseluruh dunia termasuk Indonesia. Patut diapresiasi upaya tersebut guna menolong ekonomi rakyat yang terdampak dengan mencanangkan program bantuan langsung tunai atau dikenal dengan BLT. Ada banyak ragam bantuan tersebut baik berupa uang tunai, bantuan pelatihan kerja, bantuan uang tunai pada karyawan yang gaji dibawah 4 juta, bantuan permodalan usaha kecil menengah hingga pada akhir ini muncul bantuan subsidi minyak goreng.

Akan tetapi sebuah program bukan ujug-ujug muncul tanpa perencanaan yang matang melalui analisa program tersebut apa tujuan dan hasil akhir yang ingin dicapai. Terlebih anggaran yang digelontorkan mencapai triyulnan rupiah sebuah jumlah yang tidak sedikit terlebih negara ini dalam posisi hutang yang tinggi.

Sudah hampir 2 tahun program BLT ini berjalan namun apakah tujuan dari program ini menemui titik terang? Sebuah pertanyaan yang patut kita renungkan sebab hingga saat ini dimulai sejak program BLT tahun 2020 tetap berjalan dengan sasaran yang sama. Bahkan tak ada pengurangan jumlah penerima BLT akan tetapi justeru sebaliknya semakin bertambah.

Mungkin memang beberapa program bantuan tersebut hanya untuk jangka pendek dengan tujuan meningkatkan daya beli masyarakat penerima sehingga aktivitas jual beli berjalan normal. Bantuan dengan tujuan jangka pendek tersebut yaitu, bantuan langsung tunai yang beberapa waktu lalu disalurkan via pos, bantuan uang untuk karyawan gaji dibawah 4 juta, bantuan sembako untuk PKH, bantuan non tunai dampak covid dan yang terbaru bantuan subsidi minyak goreng.

Ada beberapa program bantuan yang saya kira untuk tujuan jangka panjang yaitu kartu pra kerja, bantuan modal UMKM dan yang terbaru bantuan untuk PKL. Dengan bantuan permodalan serta latihan kerja tersebut ending yang diharapkan adalah terbukanya lapangan kerja dan atau berkurangnya pengangguran.

Namun hingga detik ini belum saya temui data statistik kondisi pengangguran dan pelaku usaha kecil mengalami perubahan atau tidak sejak program bantuan ini digelontorkan oleh pemerintah. Jikalau data terbaru saat ini pengajuan modal UMKM meningkat maka dapat dikatakan tujuan pemeberian bantuan modal tidak mencapai hasil, begitu halnya dengan kartu pra kerja apakah para pemegang kartu tersebut telah memperoleh pekerjaan atau membuka lapangan kerja dengan berwirausaha.

Bantuan langsung tunai sebuah fenomena yang tidak mendidik bagi kemandirian ekonomi sebauh bangsa. Selain itu juga muncul kecemburuan sosial dimasyarakat yang tidak mendapatkan bantuan. Pada era pemerintahan presiden Burhannudin Jusuf Habibie dalam mengatasi kesulitan ekonomi rakyat dicanangkan program padat karya, dengan memberikan uang tunai pada orang-orang untuk melakukan pekerjaan ringan seperti bersih lingkungan kampung, saluran irigasi dan lain-lain, program semacam ini tidak menimbulkan kecemburuan sosial sebab penerima bantuan tau bukan penerima bantuan memperoleh dampak positif.

Mungkin ada point dari BLT ini yaitu daya beli masyarakat meningkat sehingga aktivitas ekonomi berjalan akan tetapi ini hanya bersifat temporer saja yaitu ketika masyarakat mendapatkan bantuan. Apakah pemerintah akan terus memberikan bantuan tunai selamanya tentu saja tidak sebab anggaran yang dibutuhkan sangat besar sedang bidang lainnya juga butuh anggaran.

Analisa kelayakan ini sangat diperlukan sebelum sebuah program dicanangkan, sebuah contoh subsisdi minyak goreng ini adalah sebuah program tanpa analisa yang cermat sebab subsidi tersebut hanya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat membeli minyak goreng yang harganya tetap mahal. Padahal harapan utama masyarakat adalah harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Muncul dugaan negatif dinegeri yang kaya akan kelapa sawit namun minyak goreng langka dan mahal, bahwa semua itu ulah pengusaha untuk menaikkan harga jual minyak goreng. Ini bukan asupan jempol semata saat ini minyak goreng mulai banyak dijual diberbagai toko, mall namun harga jual naik drastis sebelum ada drama kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu. Bukan rahasia umum jika harga sebuah produk sudah naik akan sulit untuk turun.

Itu salah satu program yang tidak melalui analisa kelayakan yang cermat, bagaimana dengan analisa kelayakan BLT ? pemerintah yang bisa jawab. Akan tetapi sebuah program yang dicanangkan alangkah elok sinergi dengan program-program lain yang telah ada. Sebagai contoh pemerintah mencanangkan BUMDesa sebuah badan usaha yang dikelola oleh desa guna menopang ekonomi masyarakat desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun