Masih tergiang dalam ingatan kita dari membaca berita baik media elektronik, media cetak hingga media online tentang pernyataan Mahfudz MD yang berupa pesan kepada Prabowo "Bahwa mengabdi tak harus jadi presiden". Sebuah pesan yang menarik untuk dicerna disaat presiden terpilih mulai merancang kabinetnya, ramai-ramai pula partai pengusung , kalangan agamawan, kalangan terdidik hingga nitizen mengusulkan nama-nama untuk duduk menjadi menteri di kabinet baru tersebut.
Kemenangan Jokowi sebagai petahana merupakan kemenangan terakhir dan juga peluang terakhir bagi Jokowi untuk menorehkan tinta emas di NKRI agar pemerintahan yang terakhirnya "Happy Ending". Tak ada beban dan bebas karena tak akan mencapreskan lagi pada 2024 sebab terganjal undang-undang bahwa masa jabatan presiden 5 tahun dan 2 periode.
Bahkan sesumbar akan mengambil keputusan gila jika memang demi negara, kebebasan dan keleluasaan Jokowi akan diuji komitmennya dalam penyusunan, pemilihan calon menteri dalam kabinetnya nanti memang benar-benar hak prerogatif beliau sebagai presiden tanpa harus menuruti tekanan dari berbagai pihak termasuk parpol koalisi pengusungnya yang merasa berjasa atas kemenangannya sehingga meminta jatah kue kursi kementerian.
Terbukti pada era kabinet kerja periode 2014-2019 ada beberapa menteri sodoran dari partai koalisi pengusung Jokowi -- MJK malah terjerat dengan masalah hukum. Kejadian 5 tahun lalu mustinya dijadikan tolok ukur bagi Jokowi untuk mempertahankan menteri yang bagus dan mengganti menteri-menteri yang bermasalah dengan mencari secara independent dari kalangan profesional yang mampu membawa Indonesia kearah yang lebih baik.
Terlebih era pemerintahan kedua Jokowi ini yang dikenal era milenial akan mengahadapi berbagai macam terjangan khususnya dibidang perekonomian. Untuk itu butuh keberanian Jokowi dalam memilih dan mengankat menteri dari orang yang mumpuni, berkwalitas dan benar-benar bekerja untuk negara bukan bekerja untuk partai. Kalangan profesional muda dan milenial akan lebih mumpuni dalam menghadapi tantangan dimasa mendatang.
Keberanian tersebut tentu akan terganjal dengan kekecewaan dari partai koalisi yang merasa berjasa atas kemenangannya. Demi negara hal tersebut bukanlah suatu yang mustahil sebagaimana mengutip perkataan Mahfudz MD mengabdi tak harus menjadi pejabat dipemerintahan. Ada banyak lahan bagi mereka wraga negara Indonesia untuk mengabdi pada negara ini sesuai keahlian yang dimiliki tanpa harus masuk birokrasi.
Sebagai rakyat biasa kita tentu menunggu keputusan gila Jokowi dalam menyusun kabinetnya benar-benar dari kalangan yang mempunyai kemampuan di bidangnya masing-masing dan Jokowi berani berkata "Mengabdi pada negara tak harus jadi menteri" kepada parpol koalisi yang merasa kecewa.