Puasa
Dalam perkembangan kemudian, tzum, saum, nesteia tidak sebatas pada tidak makan minum, namun terjadi pengembangan makna dan fungsi; serta dihubungkan dengan banyak kegiatan lain, termasuk ritus atau pun penyembahan.
Sehingga ada penggabungan kata seperti puasa bicara, puasa perang, puasa (hubungan) seks, puasa menulis, puasa membaca, puasa melakukan yang tidak benar, dan lain sebagainya.
(Selanjutnya, Baca di Kolom Komentar)
Lenteng Agung, Jakarta Selatan | Anda pernah baca bahwa, "Esensi puasa adalah upaya untuk melemahkan energi-energi syaithani yang ada pada diri manusia agar tidak terlalu berdaya untuk berbuat jahat. Pelemahan itu tidak mungkin tercapai kecuali melalui pengurangan. Wa lan yahtsul dzaalika illaa bi at-taqliil." (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, 1058 - 1111 M, menguasai ilmu-ilmu agama yang luar biasa, sehingga dengan kemampuannya itu, mampu menangkap pesan-pesan dasar agama, plus pengamatan yang cermat terhadap tradisi beragama.)
Ringkasnya, dari Katekismus Katolik disebutkan bahwa, "Semua orang beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi. Agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat. Saat Puasa, umat meluangkan waktu untuk doa, menjalankan karya kesalehan, amal-kasih, menyangkal diri sendiri, serta lebih setia  melaksanakan kewajibannya."
Pada konteks ruang dan waku kekinian, esensi puasa seperti ltulah, nyaris sama pada komunitas Umat Beragama yang sementara menjalankan "ritus puasa."
Tidak kebetulan rasanya, jika saat ini, saya sebut sebagai, "Dua Umat, Satu Puasa;" Ya, (i) Puasa Ramadhan, oleh Umat Islam, 2 April-2 Mei 2022, selama 30 Hari, dan (ii) Puasa Pra-Paskah, oleh Umat Katolik dan sejumlah mazhap Kristen lainnya, 3 Maret-16 April 2022, selama 40 Hari.
Hari-hari Puasa, kerena sesuai Kalender Bulan, hampir bersamaan atau sejajar. Bahkan, sejak kecil, saya beberapa kali  bertemu (atau ada di dalamnya) permulaan Puasa Pra-Paskah bersamaan (hari dan tanggalnya) dengan Puasa Ramadhan.