Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Sekarang Bahas Suksesi 2024, Tidak Salah

6 Maret 2020   13:00 Diperbarui: 6 Maret 2020   13:53 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Sekitaran Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat | Presiden dan Wakil Presiden RI yang sekarang belum genap setahun memerintah; durasi kerja dan bekerja mereka masing panjang; Parpol-parpol pendukung 'masih sibuk' meminta jabatan di pemerintahan; relawan masih belum pulih dari kelalahan. Jadi, layak kah saat ini bahas suksesi? Itu, pandangan umum yang merata pada/di berbagai kalangan. 

Mungkin, mereka berpikir bahwa urusan siapa-siapa yang bakalan menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden, itu bahasan nanti; nanti jelang 2024. Padahal, menurut saya, tidak seperti itu. Sebab, menjadi pemimpin bangsa, harus memerlukan proses; bahkan proses yang berliku.

Lihat saja, pangeran-pangeran pada masa lalu dan sekarang, mereka harus menjadi tentara, pandai berkuda, bermain pedang dan lain sebagainya. Pada negara-negara Demokrasi, menjadi Presiden atau pun Perdana Menteri, terjadi proses yang memadai, dari level bawah hingga mencapai puncak.

Lihat saja:   

Ir Soekarno; ia menjadi Presiden I Republik Indonesia, bukan karena kebutuhan sesaat atau pun pilihan tiba-tiba. Ia harus mengalami proses yang cukup panjang dan berliku. Prose panjang yang menjadikan ia bisa bertahan lama sebagai pemimpin bangsa.

Soeharto, juga mengalami proses panjang atau pun ia memproses diri sendiri agar menjadi Presiden, pasca peristiwa berdarah September 1965. Habibie, menjadi presiden RI pada sikon genting dan terdesak. Padahal, rencana suksesi, jika lancer, akan menurun ke Tutut.

Gus Dur, yang tak disangka-sangka, 'dipaksa' menjadi Presiden oleh Kelompok Amien Rais, sebagai upaya hindari konflik kepentingan dan kehebohan sosial. Megawati, menjadi Presiden, juga dalam sikon yang sengaja diciptakan.

SBY, menjadi presiden setelah kalah atau tidak terpilih sebagai Wakil Presiden. Ia pun memproses diri sendiri agar menjadi Presiden melalu Partai Demokrat. Namun, sia-siakan kesempatan memperbaiki bangsa selama dua periode.

Obama, presiden hasil impian; impian puluhan tahun lamanya. Suatu waktu, sekian puluh tahun yang lalu, tepatnya 28 Agustus 1963, dengan tema 'I Have a Dream;' di hadapan ratusan ribu orang, King berkata, "Saya punya mimpi, suatu hari nanti bangsa ini akan bangkit dan hidup berdasarkan makna sejati dari tekadnya: 'Kami adalah bukti nyata dari keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama." Ketika itu, Barack H Obama, baru berusia dua tahun lebih beberapa hari (Obama lahir 4 Agustus 1961).

Puluhan tahun kemudian, bayi kecil itu, yang memahami orasi Marthin Luther King hanya melalui teks book, menjadi Presiden ke 44 USA; menggenapi impian Marthin Luther King. Ia menjadi presiden, bukan melalui persiapan sesaat jelang 'pendaftaran' kandidat ke Komisi Pemilihan Umum, namun jauh sebelumnya;bahkan puluhan tahun.

Sejak lulus S 3, Obama menjadi aktivis, Jaksa, anggota Senat selama tiga periode. Ketika itu, para elite Nasional USA, secara diam-diam merekam jejaknya. Tahun 2004, Obama pun dinaikkan ke pentas Nasionak USA, dan namanya semakin dikibarkan atau menjadi viral sebagai 'Calon Pemimpin Masa Depan USA.' 

Tahun 2007-2008, Oama memenangkan mayoritas suara delegasi dalam pemilu pendahuluan partai Demokrat untuk dijadikan calon presiden.Tanggal 20 Januari 2009, Obama dilantik sebagai Presiden USA. Jelas, bahwa Obama menjadi proses untuk 'jadi' sebelum ia menjadi Presiden USA; ia tidak datang dari perhatian sesaat dan tergesa; atau pun muncul akibat kompromi politik para politisi pempin Parpol.

Joko Widodo; jangan berpikir bahwa ia 'dilirik' untuk menjadi Presiden sejak sebagai Gubernur DKI Jakarta; tidak. Sejak sebagai Wali Kota Solo, Joko Widodo sudah dilirik dan dan 'dijaga' sejumlah kalangan.  Dan, ia pun ditarik ke  DKI Jakarta sebagai 'tempat berpijak untuk melompat ke atas.'

Jokowi mengalami proses yang mungkin saja, ia tidak sadari; dan sekaligus ia rasakan bahwa dirinya harus menjadi Orang Nomor Satu di NKRI; dan itu terjadi. Ketika menjadi Presiden RI, jejak-jejak sebagai pemimpin yang naik dari tangga terbawah, tetap membekas. Semuanya itu, karena proses; proses yang cukup panjang.

Bagaimana dengan Suksesi pada 2024

Terlalu dini atau cepat membahas suksesi 2024? Sebagian orang, membenarkan; sebagian lagi, menyatakan harus dimulai dari sekarang; itulah rekaman percakapan, tadi, ketika makan siang. Benar. Saya pun setuju, karena menjadi seorang pemimpin bangsa harus melalui proses; dan proses tersebut (secara terlihat maupun tidak). Apalagi, pada era kekinian, ketika kata, orasi, narasi, tindakan, bahkan perilaku moral terekam (secara otomatis, sengaja, dan tidak sengaja) oleh Media, serta terarsip rapi di Dunia Maya.

Dengan itu, nantinya, orang yang menjadi Presiden pada Suksesi 2024, siapa pun dia, maka, mulai sekarang ia harus dipersiapkan (dan mempersiapkan diri) dengan baik, benar, serta terbuka di hadapan publik. Dalam artian, ia harus memproses diri sendiri serta diproses (secara terbuka dan diam-diam) oleh setiap telingan, mata, dan hati Bangsa dan Rakyat Indonesia.

Memang, masih lama durasi menuju Tahun Suksesi 2024, namun bukan bermakna, kita, anda dan saya sebagai rakyat Indonesia acuh ke/pada masa depan. Justru karena masih lama tersebut, maka ada banyak waktu  dan kesempatan untuk mencari, menemukan, melihat, dan merekam semua jejak yang ada. Merekam apa-apa yang dilakukan mereka, yang nantinya berpeluang menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI.

Jika bukan sekarang, kapan lagi?

Opa Japppy | Pencetus Indonesia Hari Ini Mencari Kandidat RI  1 dan 2 Tahun 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun