Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Omnibus Law, Niat Baik Pemerintah

22 Februari 2020   18:09 Diperbarui: 23 Februari 2020   06:18 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Jawa Pos

Kutipan: Tentang Pekerja

Umumnya, jika seseorang bekerja maka minimal ia mendapat upah dari hasil pekerjaannya, di samping kepuasan batin; upah dari hasil kerja tersebut sangat bervariasi, dan kadang di bawah standar kebutuhan minimal atau mencukupi (biaya-biaya) kebutuhan hidup dan kehidupan sehari-hari.

Tapi, sikon 'tidak mencukupi' itu tetap saja diterima karena (i) tidak ada pekerjaan lainnya, (ii) sang pekerja terjerumus ke dalam tata perjanjian kerja (misalnya, kontrak) yang merugikan dirinya, (iii) kerja paksa atau perbudakan, (iv) bekerja untuk membayar hutang, (v) tuntutan kebutuhan lainnya, sehingga pekerja terpaksa berkerja walau dengan upah kecil.

Sikon pekerja dan upah yang di dapat, serta tekanan-tekanan yang terjadi pada waktu pekerja bekerja itulah, bisa disebut, yang melatarbelakangi adanya sejumlah Peraturan dan Undang-undang, sehingga terjadi keseimbangan antara sikon kerja, hasil pekerjaan, dan upah yang didapat.

Selain itu, tujuannya adalah seseorang yang bekerja bukan sekedar untuk bertahan hidup atau cukup makan dan minum, melainkan bisa mencapai kelayakan hidup dan kehidupan sebagai manusia yang seutuhnya. Itu idealnya.

Sumber: Opa Jappy

=====

Srengseng Sawah, Jakarta Selatan | Omnibus Law, kata baru dalam Bahasa Indonesia? Tidak juga. Mereka yang belajar Hukum dan Ilmu Hukum sudah bersahabat dengan kata tersebut; tapi kalangan di luar itu, memang terasa asing. Atau, mungkin baru mendengarnya ketika Desember 2019 yang lalu, Presiden Jokowi menyinggung pada salah satu pidatonya. Kemudian, dikuti dengan usulan-usulan dari Pemerintah ke DPR untuk membahas undang-undang yang akan Omnibus Law.

Tentang Omnibus Law

Omnibus Law, dari Latin: Lex Omnibus atau hukum untuk semua, bisa juga semua hal yang berhubungan dengan Hukum atau Undang-undang yang telah ada sebelumnya. 

Sehingga jika Parlemen (karena usulan Pemerintah) melakukan bahasan dalam frame Omnibus Law  maka yang terjadi adalah pembahasan yang holistik atau menyeluruh tentang satu (hanya satu) Undang-undang; bahkan nantinya hasilnya, undang-undang tesebut, merupakan satu-satu rujukan pada bidangnya atau hal-hal yang diatur.

Bahasan Omnibus (entah mengurang atau pun memperbanyak pasal dan ayat-ayatnya) akan menghasikan Satu Undang-undang yang mencakup semua hal (pada bidang yang diundangkan) serta menganulir semua undang-undang sebelumnya sesuai bidang tersebut.

Negara-negara di Dunia yang pernah melaksanakan Omnibus Law antara lain Irlandia, Kanada, dan Amerika Serikat; semuanya dalam rangka menghapus ratusan atau bahkan ribuan Undang-undang sebelumnya. 

Dari makna praktek Omnibus Law seperti itu,  maka Presiden Jokowi, seperti yang sering ia ungkapkan, inginkan agar Indonesia tidak terlalu banyak Undang-undang; banyak Undang-undang itu menghambat perkembangan dan kemajuan ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya.

Omnibus Law tentang Kemudahan Investasi di Indonesia

Kini, yang lagi ramai adalah Omnibus Law tentang Kemudahan Investasi di Indonesia; dan nantinya menyangkut RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Perpajakan, dan RUU UMKM. Jadinya, satu Undang-undang sudah mencakup semua, inilah yang dikehendakai Presiden Jokowi sejak tahun 2014.

Karena di dalamnya menyangkut penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi (menghapus pidana), pengadaan lahan, serta kemudahan proyek pemerintah dan kawasan ekonomi. Ini adalah niat baik yang perlu didukung oleh semua.

Jadi, tak salah dengan Omnibus Law; yang salah adalah mereka yang tidak atau belum mendapat draft atau naskah akdemik Omnibus Law, namun sudah menolak, menentang, atau bahkan dituding sebagai upaya penindasan terhadap rakyat melalui Undang-undang. Lucu khan.

===

Dengan demikian, jika memahami niat baik pemerintah tersebut, maka bukan menolak sejak dini; melainkan terus menerus mengikuti prosesnya. Bila perlu atau memungkin, buatlah telaah dan usulan akademis, kemudian sampaikan ke Parlemen; serta publikasikan. 

Sehingga, jika Parlemen tidak mau mendengar usulan dan masukan publik, maka itu adalah suatu kesalahan politik; atau bahkan bisa menimbulkan penolakan publik serta kekacauan sosial.

Lebih dari itu, utamanya menyangkut kesejahteraan pekerja (saya lebih menyukai kata pekerja daripada buruh), tentu saja Omnibus Law harus lebih banyak menunjukkan keterpihakan ke/pada pekerja; dan bukan pada Pengusaha serta Pemerintah (karena mendapat pajak dari Pengusaha).

Jangan sampai terjadi, karena Negara membutuhkan pajak (dari para pengusaha) maka mengkesampingkan kesejahteraan pekerja. Jika itu yang terjadi, sebaik apa pun hasil Omnibus Law, tidak (akan) merubah keadan para pekerja.  Mereka (akan) tetap sebagai kaum marginal yang tertindas, pra-sejatera, dan pas-pasan.

Dan, jika  pekerja terus-menerus sebagai kaum marginal yang tertindas, pra-sejatera, dan pas-pasan, maka tidak menutup kemungkian terjadi semacam revolusi sosial yang menakutkan dan menghancurkan Bangsa dan Negara.

Cukup lah

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun