Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Narasi Gubernur Seputar Banjir di DKI Jakarta

12 Januari 2020   19:36 Diperbarui: 12 Januari 2020   21:22 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kompas Com

Sebagai 'penguasan tunggal di DKI Jakarta,' tentu Anis Baswedan Sang Gubernur, paling bertanggungjawab atau jadi kiblat utama tentang (pengendalian, mengurus korban, dan membantu mereka) banjir di Jakarta. Ia bertanggungjawab terhadap wilayah, rakyat, lokasi, bahkan pergerakan orang dan barang serta kendaraan di Jakarta; komando utamanya ada pada Gubernur.

Karena itu, selama Jakarta masih tergenang banjir dan para korban belum mengalami pemulihan, maka, mau tak mau, Gubernur DKI Jakarta masih menjadi pusat perhatian serta pemberitaan.

Nah.

Karena sebagai pusat perhatian serta pemberitaan itulah, Sang Gubernur (lebih) sering menyampaikan narasi tentang banjir; narasi yang singkat tanpa penjelasan yang berart; dan membiarkan publik (yang mendengar) memahaminya sesuai keterbatasan dan kelebihannya.

Sayangnya, cara mengungkapan seperti itu, justru tidak menjelaskan apa-apa, melainkan semakin membuat publik bertanya-tanya tentang arah pikir serta konsep pengendalian banjir serta tanggap bencana yang dialami warga Jakarta. Mari, perhatikan beberapa narasi smart dari Gubernur DKI Jakarta (tidak berurutan sesuai waktu mengungkapkan), sekaligus sedikit tanggapan,

  1. Harus ada pengendalian air di hulu. Gubernur sepertinya 'salahkan' Sang Lain di Tempat Lain, mereka lah yang tidak mengendalikan air, sehingga secara bergelombang masuk Jakarta. Sang Gubernur menyatakan permasalahan banjir bukan disebabkan belum rampungnya program normalisasi Kali Ciliwung, melainkan soal sistem pengendalian air.
  2. Jangan membiarkan air begitu saja mengalir ke Jakarta. Selama membiarkan air mengalir begitu saja, selebar apa pun sungainya, maka volume air akan luar biasa. Karena makin banyak kawasan yang digunakan untuk perumahan, sehingga air mengalir ke sungai. Nah. Trus, air dari Puncak, dibiarkan mengalir ke mana ya? Itu sebabnya Menteri PUPR menyakataka, perlu selesaikan Banjir Kanal agar air dari Puncak ada jalurnya ke Laut, tampa menggenangi Jakarta. Lha, proyek Banjir Kanal sudah dua tahun terhenti.
  3. Banjir bukan karena tumpukan sampah. Faktanya, sejumlah salurana air dan sungai di Jakarta, sekaligus sebagai 'tempat sampah terpanjang di dunia.'
  4. Air tergenang karena 'menanti waktu atau antri' masuk ke saluran air atau got. Yang ini, saya cuma senyum karena agaknya air yang masuk Jakarta perlu antri seperti ngantri di loket beli karcis.
  5. Tidak ada mall, hotel, dan perumahan tertentu tidak terkena banjir. Faktanya, ada mall serta sejumlah kompleks perumahan mengalami terjangan banjir
  6. Banjir membuat anak-anak senang dan gembira karena mereka bisa bermain di air. Wah. Agaknya, banjir di Jakarta sekaligus sebagai 'Jakarta Water Park' gratis serta sebagai destinasi murah meriah untuk semuan kalangan. O ya. Tentang anak-anak yang bermain di banjir, di mana-mana seperti itu; namun bukan terus menerus. Asal tahu saja, air ( banjir) biasanya mengandung sejumlah besar penyakit dan virus. Jadi, jika terus-menerus membiarkan anak-anak main di banjir, maka mereka mudah terjangkit penyakit menular.
  7. Ada 19.000  warga di tempat pengungsian, berdasarkan pengalaman, nanti setelah kering, mereka akan kembali ke rumah. Lha, itu alami, tak perlu himbauan atau apalah dari Gubernur.  Memangnya, para korban (ingin) tetap di pengungsian?
  8. Aparat Kelurahan, Pengurus RW/RT, ketika ada (tanda-tanda) banjir, keluar rumah dengan pengeras suara, sampaikan peringatan ke warga agar siap-siaga hadapi banjir. Ini luar biasa cemerlang. Tapi kok lucu juga; memangnya semua Aparat Kelurahan di Jakarta berdiam atau tinggal di wilayah kerjanya? Sebagian besar tidak. Lalu, bagaimana dengan Pengurus RW dan RT, jika rumah mereka juga kebanjiran atau tergenang air, haruskah berseru ingatkan warga?
  9. Banjir besar di Jakarta tanpa Tanggap Bencana dari Gubernur. Selain Jakarta, beberapa daerah di Jawa Barat dan Banten juga mengalami hal yang sama. Dalam rangka tanggap bencana, Gubernur Jakarta mengeluarkan instruki (dan SK) tanggap dan penanggunlangan bencana; selanjutnya semua aparat di bawahnya fokus untuk penyelamatan warga (mereka yang mengungsi dan terkurung air), pemulihan, serta pembersihan area. Beda dengan Jakarta, Sang Gubernur langsung turun berlumpur ria di area bencana, sambil membuat video bahwa ia lagi sibuk kerja keras.
  10. Masalah banjir di Jakarta dapat diselesaikan oleh Lurah. What? Lalu, apakah mereka sudah melakukannya? Atau, Gubernur serta instansi terkait di atas Lurah, tak perlu repot-repot lakukan pengendalian banjir. 
  11. Dari 400 lebih pompa air di Jakarta, pada waktu banjir melanda Jakarta, cuma sekitar 50 yang berfungsi; menurut Gubernur, pompa tidak rusak tapi ada siklus kerja. Setuju dah, mesin pompa perlu berhenti pada waktu tertentu untu perbaikan. Lha, ini pas banjir, kok dibiarkan tidak berfungsi?
  12. ... dan seterusnya

Pesan yang Hendak Disampaikan Gubernur

Dari semua narasi (di atas), saya dan sejumlah teman yang dihubungi, termasuk yang senyum-senyum sendiri (untungnya tidak menjadi tak waras) ketika membaca di Media Cetak dan mendengar dari Media Pemberitaan, apa yang hendak disampaikan oleh Gubernur ke/pada publik?

Agaknya, hal utama yang ingin disampaikan Sang Gubernur itu adalah semua hal yang membuat Jakarta kebanjiran, bukan 'kesalahan dan tanggungjwabnya;' semuanya itu alami dan berawal dari hulu atau sumber air di Puncak.

Selain itu, melalui video-video (yang menunjukkan bahwa Gubernur basah dan berlumpur ria ), Gubernur ingin sampaikan ke publik bahwa , "Saya sudah dan sementara bekerja mengatasi banjir;" dan itu adalah keterpihakan dirinya dengan rakyat menjadi korban banjir. Betul kah? Entah lah.

Yang pasti, walau Jakarta, Jabar, dan Banten juga mengalami bencana banjir; hanya di Jakarta penangangannya langsung diambilalih Pemerintah Pusat. Tanya mengapa? Jawabnya sederhana, karena Sang Gubernur tidak mampu lakukan.

Jadinya, sejumlah narasi yang disampaikan Sang Gubernur seputaran banjir di Jakarta, tidak berdampak apa-apa di hadapan Pemerintah Pusat. Juga, di hadapan rakyat Jakarta (yang menjadi korban banjir atau pun tidak), narasi dari Sang Gubernur hanya menuai bully.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun