Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

"Air yang Bandel", Anies yang Dimarahi Warga Jakarta

2 Januari 2020   14:13 Diperbarui: 2 Januari 2020   16:43 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kompas.com

JAKARTA, KANAL IHI | Jakarta, seperti tahun-tahun sebelumnya, selalu basah karena genangan air; entah itu rob, hujan, atau pun kiriman dari wilayah sekitarnya. Dari mana pun asal air tersebut, selalu saja menjadi bahan untuk mendukung atau membully Sang Gubernur DKI Jakarta. 

Sementara itu, gaya hidup sebagian warga Jakarta, utamanya di sekitar jalur sungai, area kiri-kanan sungai, bantaran sungai, umumnya belum mendukung 'Kali Bersih;' mereka masih menjadikan sungai atau kali sebagai Bak Sampah Raksasa, yang murah-meriah. Dan itu, menjadi salah satu penyebab tumpukan sampah di semua sungai dan saluran air di Jakarta.

Paduan seperti itulah yang menjadikan Jakarta, ketika mendapat siraman dari langit, maka air pun berkumpul atau menuju area rendah; dari situ 'mereka' pun mengantri ke saluran atau got yang sudah sempit penuh sampah. Karena saluran yang sempit itulah, sambil menanti jalur masuk, air merambah ke mana-mana.

Sang Air pun menyapu dan mebersihkan segala yang ada di dekatnya. Masuk ke hotel-hotel, mall, perkantoran, kompleks perumahan, istirahat di jalan raya, rekreasi di taman-taman kota, bahkan ikutan nginap di rumah-rumah penduduk Jakarta.

Sang Air yang 'bandel' dan tidak cepat masuk ke saluran atau got itulah, yang kini jadi bahan debatan, diskusi, hujatan, bully, dan seterusnya. Gegara air yang bandel tersebut, medsos pun penuh dengan segala bully dan hujatan ke Gubernur DKI Jakarta.

Sang Gubernur jadi tidak tenang; gegara air yang bandel, kali ini, ia tak pandai menyusun kata yang tepat. Walau seperti itu, ia  berkeyakinan bahwa  penyebab utama banjir karena tidak adanya pengendalian air dari sisi selatan Jakarta. Selanjutnya, menurut Sang Gubernur, Selasa, 1 Januari 2020:

"Jadi, selama air dibiarkan dari selatan masuk ke Jakarta, maka apa pun yang kita lakukan di pesisir termasuk di Jakarta tidak akan bisa mengendalikan airnya. Pemerintah Provinsi Jakarta melakukan normalisasi Kali Ciliwung di tahun sebelumnya, volume air cukup tinggi tetap terjadi. Artinya, kuncinya itu ada pada pengendalian air sebelum masuk pada kawasan pesisir; atau ada di kawasan hulu seperti Bogor dan Depok."

Itu pendapat Sang Gubernur. Seperti biasa, jika ada sesuatu yang tak benar, ia salahkan Sang Lain. Faktanya, sejumlah jejak digital menunjukan bahwa:

  1. Sejumlah wilayah DKI Jakarta mulai terendam air sejak siang hari 31 Desember 2019; sementara ketinggian air di bendung Katulampa pada 31 Desember 2019 masih di bawah 80 cm.
  2. Subuh 1 Januari 2020, Jakarta sudah terkepung banjir; sementara 1 Januari 2020, pukul 07.40 WIB, ketinggian di Katulampa mencapai 170 cm.
  3. Dari 1 dan 2 jelas bahwa Jakarta kebanjiran sebelum 'konvoi air' dari Katulampa mencapai Ibukota. 'Konvoi' tersebut mencapai Jakarta dan bergabung dengan sesamanya pada soreh dan malam hari.
  4. Lalu, bagaimana dengan kiriman air dari Bogor, yang dituding sebagai biang kerok banjir di Jakarta? Entahlah; yang pasti, setelah Jakarta tenggelam banjir, baru pintu air Depok mencapai angka kritis pada 1 Janurai 2020.

So, banjir di Jakarta bukan karena kiriman air dari luar Jakarta, sebab itu belakangan. Tapi, banjir yang melanda Jakarta justru akibat dari (i) hujan yang terus menerus sejak 30, 31 Desember 2019, dan 1 Januaru 2020, (ii) luapan Banjir Kanal, (iii) saluran air dalam kota yang dangkal, sempit karena tersumbat sampah, (iv) aliran air menuju saluran atau got semakin sempit atau pada sejumlahg ruas jalan tertutup trotoar.

Nah. Dari (i) - (iv) tersebut, tentu yang harus, dan segera, dibenahi adalah (ii) hingga (iv), bukan yang lain; bukan pula menyalahkan apa-apa yang ada di luar Jakarta. Dan semuanya itu, dikerjakan oleh Pemda DKI Jakarta. 

Kembali ke Gubernur yang dimarahi warga. Jadinya, ke depan, jika Gubernur tak mau (lagi) kena marah (termasuk membully, mencaci, nyinyir) dari warga DKI Jakarta, maka segera melakukan pembenahan dan penataan besar-bersaran agar meminimalisir dampak 'kedatangan air' yang bergelombang ke dalam kota Jakarta. Itu, dilakukan sekarang; jangan tunggu diskusi, dialog dan sejenisnya.

Semoga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun