Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mampukah "Revolusi Pendidikan Nadiem" Menghasilkan Komunitas Terdidik?

5 November 2019   19:22 Diperbarui: 5 November 2019   19:42 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Nadiem Makarim, nama yang kini popular di area publik; tokoh mudah ini, yang tadinya 'hanya dikenal' di lingkaran Go (jek, pay, food, send, dan lain sebagainya), diipilih oleh Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 

Kehadiran Nadiem tersebut, walau diselingi pro-kontra, sejumlah rekan akademisi, justru melihat sebagai era baru menuju perubahan pada dunia pendidikan di Indonesia.

Sebab, kata seorang teman saya yang juga Guru Besar, biarkan para Profesor dan Ph.D ada dan tetap di Kampus; mereka fokus di sana; fokus mengajar, memberi kuliah, serta membimbing mahasiswa. 

Urusan admisi pendidikan di tataran Kementerian serahkan pada para politisi. Saya setuju dengan pendapat tersebut, dalam artian jangan tarik para Profesor dan Ph.D untuk hal-hal yang tidak sesuai bidangnya; mereka lebih baik ada di Kampus.

Kembali ke Nadiem Makarim, Sang Menteri Termuda dari kalangan Milenial Y. Pada salah satu artikel, Doni Koesoema, Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan Periode 2019-2023, menyatakan bahwa

"Nadiem akan melakukan akselerasi, percepatan, dan mungkin revolusi pendidikan yang selama ini tak pernah kita bayangkan.

Seorang visioner muda seperti Nadiem, ia akan mendekatkan masa depan ke masa sekarang. Dari berbagai macam gagasan dan pemikiran yang pernah disampaikan Nadiem ke publik sebelum menjadi mendikbud, saya tak pernah khawatir tentang reduksi teknologi dalam pendidikan, atau pengerdilan tujuan pendidikan pada kesiapan kerja."

Ya. Itu salah satu bentuk apresiasi terhadap Nadiem Makarim; para praktisi pendidikan pun menyampaikan hal yang hampir sama dengan Doni Koesoema, ada harapan yang cukup besar ke/pada Nadiem agar bisa mengurai 'benang kusut' pendidikan di Indonesia. 

Oleh sebab itu, hal utama dan penting yang harus dilakukan oleh Nadiem adalah membenahi proses pendidikan (lihat image di atas); utamanya adalah faktor-faktor yang memperngaruhi pendidikan.

  1. Kurikulum. Perlu evaluasi, revisi (termasuk mengurangi, menambah muatan baru) kurikulum sehingga sesuai dengan perkembangan Iptek, perubahan sosial, dan trend perubahan global; tapi tidak merobah hal-hal yang mendasar pada kurikulum
  2. Kemampuan dan kualitas pendidik: Guru dan Dosen. Penyiapan tenaga pendidikan yang selaras dengan hal di atas (1).
  3. Fasilitas Pendidikan. Utamanya perpustakaan reguler dan virtual, laboratorium, serta area belajar di dalam dan luar kelas.
  4. Dukungan Orang Tua Peserta Didik. Orang tua ikut membantu peserta didik di rumah.
  5. Dukungan Pemerintah. Pemerintah Pusat dan Pemda memudahkan dan membantu kegiatan-kegiatan lembaga pendidikan. 
  6. Dukungan Institusi Penerima Hasil Pendidikan. Perlu adanya semacam kelas belajar di luar kelas di perusahan atau pabrik yang (nantinya) menerima hasil pendidikan.

Ok lah.

Namun, pada sebagian kelompok pemerhati pendidikan, harapan pada Nadiem bukan melulu pada 'revolusi pendidikan,' melainkan perbaikan proses pendidikan sehingga mencapai hasil pendidikan yang memadai, misalnya, bisa diterima pada dunia atau lapangan kerja atau langsung bekerja.

Dan lebih dari itu, selayaknya pendidikan di Indonesia bisa menghasilkan lulusan yang mampu sebagai komunitas terdidik. Singkatnya, institusi pendidikan menghasilkan Komunitas Terdidik.

Komunitas terdidik, sebagaimana di Negara-negara maju, memilik berbagai ciri, misalnya, disiplin parkir di depan rumah, buang sampah pada tempatnya, tidak membuat kebisingan, hadir pada pertemuan rutin anggota komunitas, cepat tanggap jika ada hal-hal yang mencurigakan pada lingkungan, bahkan berani memberi (menerima) teguran ketika melihat anak-anak komunitas yang melakukan hal-hal yang tak patut.

Pada komunitas terdidik, nilai-nilai hidup dan kehidupan yang baik serta benar menjadi acuan bersama, bahkan di dalamnya ada toleransi, kebersamaan, serta hormat menghormati satu dengan lainnya. Termasuk, jika di Indonesia, maka menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Dalam komunitas terdidik, masing-masing orang mampu menggerakan yang lainnya untuk bersama maju dan maju bersama-sama. Juga merupakan hal yang penting dalam Komunitas Terdidik adalah adanya perhatian terhadap sesama dan mendahulukan kepentingan bersama, masing-masing orang tidak egoistik dan mementingkan diri sendiri, (Sumber: Kompasiana)

Dari komunitas-komunitas terdidik tersebut, nantinya (akan) menjadi masyarakat terdidik; untuk mencapainya, memang butuh proses dan waktu yang cukup lama. Namun, bukan bermakna tak perlu dilakukan, melainkan harus dimulai sejak sekarang, semenjak dini ketika peserta didik masih dalam didikan keluarga atau orang tua.

Harapan bahwa 'revolusi pendidikan' ala Nadiem Makarim mampu memberi warna baru pada proses pendidikan serta menghasilkan lulusan yang sesuai kebutuhan; kebutuhan dunia kerja pada semua bidang. Itu harapan yang wajar.

Tetapi, hasil pendidikan tidak selesai di situ; dalam artian stop dan puas ketika mereka, para lulusan tersebut, bisa diterima pada dunia kerja.  Melainkan, hasil pendidikan tersebut, katakanlah mereka yang berijazah Sekolah Menengah hingga Srata 3 mampu menjadi agen perubahan di/dalam hidup dan kehidupan keseharian. 

Dengan demikian, hasil pendidikan, setidaknya sebagai orang-orang yang terdidik mampu membangun serta merubah komunitasnya sebagai Komunitas Terdidik.

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun