Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bukan People Power tapi Loser Power

15 Mei 2019   09:01 Diperbarui: 15 Mei 2019   09:11 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kanal IHI

Tentang People Power

People Power, selanjutnya PP, merupakan demonstrasi massal tanpa kekerasan yang terjadi di Filipina pada 1986. People power mengacu pada revolusi sosial damai yang terjadi di Filipina. Sehingga People Power merupakan paduan berbagai kegiatan atau pun aksi rakyat, militer, aktivis dari berbagai latar belakang; dengan satu tujuan yaitu meruntuhkan kakuasaan dan menggantinya.

Hal yang sangat penting pada PP adalah adanya dukungan publik yang sebanyak-banyaknya, dorongan dan perlindungan kekuatan militer (secara langsung maupun tidak), pergerakan massa yang TSM secara sendiri-sendiri maupun teroganisir, [Lengkapnya Klik Opa Jappy | Kompasiana].

Tentang Loser Power

Menurut kamus, loser bermakna seseorang/sesuatu yang telah gagal; power berarti kekuatan atau hak untuk memerintah dan mengendalikan sesuatu. Loser diindonesiakan sebagai pecundang atau pun seorang pecundang.

Power biasanya dihubungan dengan tenaga atau pun mesin penggerak. Kemudian, power dihubungkan dengan orasi dan narasi yang bersifat (membangkitkan) motivasi, bahkan provokasi, agar seseorang (dan komunitas, kelompok, massa) bertindak dan melakukan sesuatu (yang tepat, baik, benar, atau pun anarkhis).

Dengan demikian, jika dihubungkan dengan manusia atau seseorng, maka loser power (tanpa kekuatan) adalah (i) orang yang tiada mampu mengendalikan diri, (ii) tak memiliki kemampuan memahami kelebihan dan kekurangan diri, (iii) ia selalu kalah pada setiap persaingan dan kompetisi serta aktivitas sosia, namun kekalahan itu dinilai bukan karena diri sendiri, melainkan perbuatan orang lain.

Lalu, adakah seorang pecundang bisa jadi pemimpin, top leader, atau pun pemuka di tataran publik? Sebetulnya tidak bisa, karena ia selalu kalah di/pada area persaingan dan kompetisi. 

Namun, seorang pecundang bisa jadi pemimpin, top leader, atau pun pemuka di tataran militer, politik, dan publik hanya melalui nepotisme, kolusi, dan korupsi atau pun membeli jabatan tersebut.

##

Melompat ke sikon kekinian di Negeri Tercinta, pasca Pemilu Legislatif dan Pilpres, tidak bisa dibantah bahwa nepotisme, kolusi, dan korupsi telah menghantar banyak 'Loser' menjadi 'Yang Terpilih.' 

Nantinya, tidak menutup kemungkinan, mereka juga mewarnai dan mendominasi (keputusan) politik berbangsa dan bernegara dari tingkat daerah hingga Nasional.

Juga dalam kaitan dengan Pemilu Legislatif dan Pilpres, maaf-maaf kata, ternyata rakyat Indonesia telah mendapati fakta bahwa, seperti yang dipublikasi oleh media Luar Negeri, ada Kandidat-kandidat Gagal; dan kegagalan tersebut dinilai sebagai akibat perbuatan pihak lain. Itu, salah satu ciri The Loser atau Si Pecundang.

Bagaimana bisa terjadi seperti itu? Mungkin, harus meluncur ke belakang, jauh ke masa 'meluluskan dan meloloskan kandidat.' 

Mungkin juga, pada masa itu, Institusi Pelaksana Pilpres, tidak mempunyai pilihan lain, sehingga membiarkan Si Pecundang terjun ke kompetisi. Dengan harapan, ia (akan) berjiwa besar menerima kekalahan dan sebagai Orang-orang   Kalah.

Akhirnya, Si Pecundang dengan nepotisme, kolusi, dan koalisinya membuat Rakyat Indonesia menjadi bingung dan terbelah. Serta, sejumlah elite bangsa yang seharusnya membela Indonesia, malah turut giat membelah Indonesia.

##

Jadilah Orang Indonesia yang Membela Indonesia, bukan yang Membelah Nusantara.

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun