Sekian hari yang lalu, pada waktu kampanye Pilpres, muncul idea 'memberi pensiun kepada koruptor;' para pendukung Capres itu pun menilai sebagai gagasan cemerlang dan masuk akal sehat.
Padahal, korupsi merupakan tindakan seseorang dan kelompok yang menguntungkan serta memperkaya diri sendiri, keluarga, dan juga dan orang-orang dekat.
Tindakan itu, dilakukan (secara sendiri dan kelompok) melalui pengelapan dan penyelewengan; manipulasi data keuangan, data jual-beli, dan lain-lain. Korupsi bisa dilakukan oleh siapa pun, pada semua bidang pekerjaan, kedudukan, jabatan; pada tataran institusi atau lembaga pemerintah, swasta, maupun organisasi keagamaan, (Lengkap tentang KKN, klik)
Korupsi pun, secara langsung dan tidak, merupakan perampokan yang negara secara sistimatis, dan juga merampas hak-hak publik. Misalnya, korupsi anggaran pembangunan yang berhubungan dengan kepentingan rakyat; setiap rupiah yang dikorup berdampak pada penurunan kualitas hasil pembangunan atau pun proyek. Itu bermakna, memberi kepada rakyat sesuatu yang rendah kualitas; dan tak lama kemudian menjadi hancur lebur.
Korupsi juga, membuat peluang dan kesempatan besar terjadi kematian atau pembunuhan publik, jika hasil pembangunan bermutu buruk karena uangnya dirampok koruptor.
Jadi, koruptor (dan korupsi) sama sekali tidak ada gunanya untuk hidup dan kehidupan segenap umat manusia, kecuali pada pelaku dan nepotirnya. Jika seperti itu, mengapa harus ada wacana untuk menjamin keberadaan mereka serta berikan pensiun?
Dengan demikian, idea, gagasan, wacana untuk menjamin keberadaan mereka serta berikan pensiun kepada kejahatan luar biasa sebagaimana dilakukan oleh para koruptor, adalah sesuatu yang tidak masuk akal, melawan harkat kemanusiaan, penyimpangan cara berpikir, serta bertantangan dengan Undang-undang.
Oleh sebab itu, dalam rangka Pilpres RI, mari memilih Capres/Cawapres yang menghukum koruptor; dan tidak memilih mereka yang mau berbaik-baik penjahat yang melakukan kejahatan luar biasa.
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini