Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

(Jangan Biarkan) Papua Menangis Lagi

7 Desember 2018   12:53 Diperbarui: 7 Desember 2018   15:03 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kompasiana - Kanal Indonesia Hari Ini

Sekitaran Hutan Hijau Universitas Indonesia, Depok Jabar | Beberapa hari lalu, terjadi pembantaian terhadap 31 pekerja proyek jembatan dan satu anggota TNI di Nduga. Penembakan dilakukan terhadap pekerja pembangunan Jembatan Kali Aorak dan Jembatan Kali Yigi di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua. Kedua jembatan merupakan bagian dari Trans Papua segmen 5 menghubungkan Wamena-Mumugu dengan panjang 278,6 km

Kemarin, media mempublikasi kesimpulan (sementara?) bahwa para pembunuh tersebut adalah kelompok kriminal pimpinan Egianus Kogoya. Kelompok Egianus Kogoya merupakan sempalan sayap militer OPM di bawah kendali dari Kelly Kwalik; Kelly Kwalik sudah tewas dalam penyergapan polisi pada 2009. Kelompok pimpinan Egianus ini terkenal militan dan mayoritas berusia muda, serta tanpa kompromi.

Hingga hari ini, aparat TNI dan Polri masih lakukan memproses evakuasi jenazah, sekaligus melakukan operasi pengejaran terhadap para kriminalis itu. Operasi tersebut dilakukan sejalan dengan perintah Presiden RI, Jokowi yaitu, "Tumpas sampai ke akar-akarnya." Sama halnya dengan Menteri Pertahanan dan Keamanan Ryamizard Ryacudu, ia menyatakan bahwa pelakunya adalah pemberontak; juru bicara Kodam XVII Cenderawasih, juga senada, mereka adalah kelompok bersenjata yang terkait Organisasi Papua Merdeka. Oleh sebab itu, Polri dan TNI akan mengejar, melakukan tindakan tegas terhadap mereka.

Akibat dari peristiwa di Nduga, menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, seluruh kegiatan pembangunan Jembatan Kali Aorak dan Jembatan Kali Yigit sementara dihentikan. Padahal, tidak ada warga yang menolak pembangunan Trans Papua ini. Penembakan itu dilakukan kelompok bersenjata dari luar distrik. Tapi kalau warganya sendiri, semua sangat menerima pembangunan infrastruktur.

Namun, karena proyek Jembatan Kali Aorak dan Jembatan Kali Yigi sangat penting, dan sesuai dengan perintah Presiden maka, menurut Menteri PUPR, permbangunan (akan) jalan terus, dengan pasti ada tindakan pengaman oleh aparat. Karena sebagai bagian dari keadilan sosial dalam bentuk pembangunan infrastruktur, harus tetap jalan untuk seluruh masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat di Papua. Kelanjutan pekerjaan akan dilakukan setelah mendapatrekomendasi dan jaminan keamanan Pangdam dan Polda Papua.

Siapa Aktor Utamanya?

Jika pendapat para pengamat (dan informan) benar bahwa pembunuh tersebut adalah kelompok Egianus Kogoya; salah satu faksi sayap militer OPM di bawah, maka tujuang mereka sudah jelas, yaitu memisahkan diri dari RI. Jika benar, pelakunya mereka, maka sikap Presiden, termasuk TNI dan Polri, sudah jelas, yaitu membasmi mereka hingga ke akar-akarnya.

Namun, hal lainnya adala siapa yang membiayai mereka? Katakannlah siapa yang memberikan mereka uang untuk membiayai operasional, membeli senjata dan peluru, makan minum, pakaian serta mobilitas lainnya? Tentu ada. Namun, siapa?

Mereka, para sponsor dan otak intelektual itu, tentu saja mempunyai kepentingan besar dengan Papua; bahkan ingin menguasai Papua karena kekayaan sumber daya alam yang ada di sana. Nafsu menguasai Bumi Papua tersebut, menjadikan mereka menggunakan segala cara agar Papua lepas dari RI. Dan, jika itu terjadi, 'para sponsor' tersebutlah yang menggaruk serta menguasai kekayaan Bumi Papua.

Selain itu, ada kemungkinan para perlaku pembunuhan tersebut mendapat pesan dan pesanan politik (di sertai biaya-biaya), misalnya dari Jakarta, agar Papua distigma tidak aman atau Negara tidak bisa menjaga keamanan rakyat; atau stempel lain bahwa Presiden Jokowi membangun infrastruktur di Papua, namun tidak menjamin keselamatan para pekerja di sana. Dan, semua itu bisa dijadikan isue politik, misalnya, pada waktu depat Capres/Cawapres dalam rangkan Pilpres 2019.

Dan, masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain. Paling tidak, sudah ada oknum politikus (di Jakarta) yang menyatakan seperti itu. Jika kemungkinan itu benar, (pesan dan pesanan politik di sertai biaya-biaya, misalnya dari Jakarta), maka jelas bahwa pembantaian terhadap para pekerja adalah skema atau rencana politik yang jahat, brutal, dan tidak bermatabat.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dengan demikian, jika TNI dan Polri (ingin) melakukan operasi militer dalam rangka mengejar para krimanlis tersebut, maka seharusnya juga mengejajar para pemasok dana atau pun logistiknya. Misalnya, memburu dan menangkap para penyulundup dan penjual senjata ilegal, mengawasi lalu lintas transaksi keuangan melalui Bank, Wester Union, Pay pal, Pos, dan lain sebagainya. Juga, TNI dan Polri harus berani membongkar, jika ada, koneksivitas antara para pelaku kejatan di Papua dengan lingkaran Politik di Jakarta dan Luar Negeri.

Dengan langkah-langkah seperti itu, dengan pelan tapi pasti, TNI dan Polri akan mengurai permasalahan di Papua. Sebab permasalahan di Papua, bisa disebut sebagai sesuatu yang pelik, rumit, carut marut, kusut, serta kait-mengait permasalahan Papua tersebut menjadikan langkah-langkah penanganannya pun menguras tenaga dan waktu.

Karena kerumitan itu, maka peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, kepada Media menyatakan bahwa, teralu dini untuk menyatakan bahwa peristiwa penembakan itu terkait dengan ideologi dan politik.

Saya setuju dengan Adriana Elisabeth, namun menurut saya, Negara harus memberi ruang dan kebebasan kepada TNI dan Polri agar bertindak sesuai proses operasi mereka, dan tidak boleh diganggu oleh kepentingan politik kelompok.

Bahkan, sekiranya, berdasar info inteljen TNI dan Polri, jika ada elite Nasional (di mana pun ia berada, terutama di/dan dari Jakarta) terlibat dengan kekacauan di Papua (misalnya penyandan dana), maka mereka harus ditangkap dan dipenjarakan.

Saya pun setuju dengan pernyataan peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth kepada pers, bahwa

"Kalau bicara ideologi Papua merdeka itu kan basisnya banyak di Pegunungan Tengah. Tapi kan juga tidak serta-merta semua kejadian dikaitkan dengan persoalan ideologis.

Apa sih pengaruh dari pembangunan itu kepada perubahan sosial? Kemudian ada isu-isu lainnya. Kecenderungannya di Papua ada sebuah isu yang terkait isu lain.

Jadi tidak selalu isu itu berdiri sendiri.

Apakah kita semua paham budaya Papua, misalnya? Tension, perselisihan, itu kan mulainya dari yang hal-hal sederhana. Yang untuk kita bukan masalah, untuk orang lain masalah.

Karena persoalan-persoalan di Papua begitu pelik, maka saya menyarankan agar semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan kelompok pro-Papua merdeka, duduk bersama menyelesaikannya.

Kita selalu konsisten mengatakan perlunya duduk bersama, kita bicara. Apa sih yang dimaksud pemerintah terhadap Papua dan Papua memahaminya seperti apa?"

Nah.

Itulah kompleksitas Papua; itulah Papua yang kompleks dan terkoneksi satu sama lain. Jadi, menurut saya, sudah saatnya Pemerintah, TNI, Polri, dan Kementerian terkait mendengar suara dan saran dari LIPI.

Ya, Papua adalah 'raksasa yang sudah terbangun dari tidur panjang,' karena sentuhan tangan dingin dari Presiden Jokowi. Ia berani ada di sana, dan menerobos hutan, gunung, dan lembah untuk membawa perubahan serta harapan baru kepada Papua dan Orang Papua.

Papua juga indah, kaya, dan surga yang tertinggal; oleh sebab itu perlu memajukan Papua sehingga menjadi Surga yang Tetap Indah.

Papua adalah Kita, Kita adalah Papua

Opa Jappy | Ketum Komunitas Indonesia Hari Ini

ARTIKEL TERKAIT

  1. Jokowi Membuat Papua Menangis

  2. Papua Setelah Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK

  3. Papua Indah, Kaya, dan Surga yang Tertinggal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun