Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Tiga Tahun Tidak Masuk Akal

6 Desember 2018   13:23 Diperbarui: 6 Desember 2018   14:35 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kanal Indonesia Hari Ini

Catatan I, Hanya Tiga Tahun

Pagi ini, sejumlah Media, utamannya Media Berita Online, mempublikasi deskripsi orasi kampanye Cawapres Sandiaga Uno di Surabaya. Menariknya adalah, Sandi menyampaikan bahwa ia mampu memulihkan ekonomi Indonesia dalam waktu tiga tahun; sambil membandingkan dengan kisah Yusuf Sang Nabi. Menurut Sandi, kalau Nabi Yusuf butuh waktu 7 tahun untuk mengatasi krisis. Insya Allah, saya dengan pak Prabowo cukup tiga tahun untuk memulihkan perekonomian Indonesia.

Jadi, menurut Sandi, saat ini, perekonomian Indonesia sementara 'sakit' sehingga perlu dipulihkan; dan ia hanya butuh tiga tahun untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Lihat, ringkasan orasi Sandi di beberapa media online, di bawah ini

"Kalau Nabi Yusuf butuh waktu 7 tahun untuk mengatasi krisis. Insya Allah, saya dengan pak Prabowo cukup tiga tahun untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Hal tersebut dapat dilakukan dengan bebercapa cara. Misalnya kita bisa berhemat selama 3 tahun ke depan, kita hentikan impor yang tidak kita perlukan. Kita lakukan pembangunan infrastruktur yang lebih tinggi tapi lebih terprogram dengan baik. Kita akan bisa balikkan keadaan ekonomi ini 3 tahun ke depan.

Selain itu, jika Indonesia ingin maju, dunia usaha harus duduk bersama-sama pemerintah, dunia usaha harus menjadi mitra pemerintah. Sehingga nanti investasi yang diperlukan untuk 3 tahun selanjutnya di mana kita mudah-mudahan bisa mendapatkan penghasilan yang lebih. Dunia usaha pemerintah harus bersinergi, dan pemerintah nggak bisa sendiri untuk membuka lapangan kerja."

Sorotan Pertama

Benarkah perekonomian Indonesia (sementara) terpuruk, sehingga perlu pemulihah? Ini yang menjadi 'perhatian Prabowo Sandi.' Agaknya, Sandi menggunakan 'data' pada September 2018, ketika itu Rupiah terus melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Bahkan, sejumlah bank telah menjual mata uang tersebut di level Rp 15.000 per dollar AS. Kondisi itu kemudian menimbulkan anggapan, tuduhan, kritikan, bahwa fundamental ekonomi dalam negeri lebih buruk dari 1998.

Bisa dipastikan bahwa Sandi termasuk mereka yang beranggapan bahwa ekonomi Indonesia lebih buruk dari tahun 1998, dan hingga kini masih terus berlangsung. Akibatnya, walau sudah ada perubahan, misalnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Sandi tidak mau menyampaikan informasi yang terupdate atau pun tentang perubahan tersebut.

Padahal, pada September 2018, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, sudah menjelaskan secara detail tentang sikon ekonomi RI pada saat itu, yang tidak lepas atau terkoneksi dengan perubahan yang cepat pada ekonomi global. Dan perubahan tersebut  karena normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat yaitu suku bunga di Amerika Serikat dinaikkan, dan likuiditas dollar Amerika dikurangi atau diperketat.

Selain itu kebijakan fiskal Amerika juga ekspansif dengan penurunan pajak dan belanja yang meningkat. Ditambah kebijakan perang dagang oleh Presiden Trump kepada Eropa dan China dengan kenaikan tarif barang impor ke Amerika Serikat. Dampak dari kebijakan di Amerika Serikat dirasakan seluruh dunia dalam bentuk suku bunga dollar meningkat, arus modal ke seluruh dunia terutama ke negara berkembang dan emerging menurun, dan ketidakpastian perdagangan internasional. 

Jika Sandi (dan mereka yang menyebut ekonomi Indonesia sementara sakit) menyatakan  bahwa perlu pemulihan ekonomi, maka apa indikatornyta? Sedangkan, secara umum aspek-aspek pertumbuhan ekonomi, antara lain, (i) sektor riel dengan Indikator pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto, (ii) Fiskal, yaitu APBN meliputi penerimaan, belanja negara dan pembiayaan, (iii) Moneter serta sektor keuangan, dan keempat, aspek Neraca Pembayaran yaitu keseimbangan eksternal antara perekonomian Indonesia dengan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun