Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Kembali ke Masa Pra Sumpah Pemuda

6 November 2018   11:51 Diperbarui: 6 November 2018   12:17 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Kanal Indonesia Hari Ini

Oktober sudah berlalu, kini anda dan saya dalam Nopember; Oktober berlalu begitu saja, nyaris tanpa makna, pesan, dan kesan. Padahal, 90 tahun sebelumnya, dengan semangat Berbangsa, Bertanah Air, berbahasa Nasional para (dulu masih) Pemuda menyatukan tekad di/dalam Kongres Pemuda 1928. Mereka menyatukan tekad, sambil menyampingkan perbedaan etnisitas, golongan, agama, dan pelbagai perbedaan lainnya.

Selain itu, mereka, dalam Tekad yang disebut Sumpah Pemuda tersebut, terbilang berani serta melihat masa depan semua orang di Nusantara, sehingga mau membuang sifat kekakuan dan egoistik/tis warisan diri yang terlahir di dalam frame agama, suku, sub-suku yang penuh dengan ribuan perbedaan.

Semuanya itu, dalam keterbatasan masa lalu, merupakan suatu kemajuan yang sangat luar biasa. Kemajuan yang lahir dari sikon pengekangan, penghambatan, dan keterbatasan pada banyak hal. Sehingga, jika direnungkan, maka mereka, para  Pemuda Era 1908-1928 bisa saya sebut sebagai orang-orang yang mempunyai wawasan berpikir lebih maju dari 'kelompok-kelompok separatis modern' yang muncul sejak 1998, khususnya di kalangan muda dan mahasiswa.

Kini, sekarang, dan di sini, 90 tahun kemudian; apakah kemajuan dan tekad luar biasa serta semangat Indonesia Satu dan Satu Indonesia tersebut masih relevan? Atau, kena mengena dengan hidup dan kehidupan segenap rakyat dalam pelukan Berbangsa dan Bernegara? Pertanyaan retorik; dan juga bisa dijawab secara retorik. Namun, prakteknya? Itu yang menjadi tanya besar.

Sumpah Pemuda: Indonesia, Tanah, dan Bahasa  

Ketika itu, Kongres Pemuda II, di Batavia, 28 Oktober 1928, saya membayangkan, para peserta yang hadir, dibalut sarung, jas, pantalon, kebaya, atau bahkan dress model Eropa, kebaya, blankon, dan lain sebagainya atau ada aneka kostum; juga membayangkan 'bahasa komunikasi dan interaksi' dengan /dalam Bahasa Melayu (yang kemudian menjadi Bahasa Indonesa) aneka logat dan dialek dari berbagai daerah, bahkan tak sedikit yang campurkan dialek Melayu dan Belanda karena belum lama pulang dari sana.

Ya, pada masa itu, para Doktor, Mr, Dokter, tamatan SR dan Mulo, lulusan Pesantren, yang tak sekolah formal, para Pangeran, bangsawan, dan rakyat kebanyakan, wakil-wakil suku dan sub-suku, kaum perempuan, dan lain sebagainya, masing-masing 'lupakan aneka perbedaan,' dan kumpul bersama merajut (dari keterpisahan yang ada sebelumnya) cita-cita yang satu yaitu Indonesia yang Satu, Indonesia yang Besar untuk semua.

[Note: Menurut Pengakuan Bung Karno, "Saya mau menceritakan pengalaman saya sendiri. Empat puluh tahun yang lalu. Pada waktu itu banyak sekali diantara saudara-saudara yang belum lahir di dunia. Saya pada waktu itu masih menjadi murid dari pada Hogere Burglijke School di Surabaya. Saya menjadi utusan dari pada satu perkumpulan pemuda, datang mengunjungi kongres di Bandung. Pada waktu senggang tidak ada sidang dari pada kongres itu, saya berjalan-jalan di jalan Braga, di Bandung dan disitu saya baca satu di atas papan tulis tertulis, LEVENSVERZEKERING MAATSCHAPPIJ INDONESIA." Ya, kata Indonesia muncul pada Masa Kolonial. Selama ini sejarah di sekolah mengatakan kata Indonesia muncul pertama kali pada saat Poetoesan Conggres Pemoeda 28 Oktober 1928. Jauh sebelum itu DR GSSJ Ratulangi, sejak di Belanda, di kalangan mahasiswa asal Minahasa di Leiden semasa Perang Dunia I. Ketika itu, Sam Ratulangi termasuk dalam kelompok peduli Minahasa di Belanda. Ia giat memopulerkan nama Indonesia. Dan, itupun dilakukannya sampai ke tanah air, Sumber Klik.]

Hasil rajutan itulah yang dibentangkan ke segenap penjuru sebagai suatu kebulatan tekad kini, sekarang, dan masa depan Nusantara yaitu Sumpah Pemuda. Sumpah yang di dalamnya ada Satu Indonesia, Satu Bangsa, dan Satu Tanah Air. Satu yang tidak boleh diceraiberaikan oleh/dengan alasan apa pun.

Pada area dan arena Kongres Pemuda II, di Batavia, 28 Oktober 1928,  seorang muda bernama Wage Rudolf Soepratman mengekspresikan "tanah" dan "Indonesia" dalam berntuk lagu "Indonesia Raya," kemudian menjadi lagu kebanggaan dan Kebangsaan Indonesia.

Dengan demikian, 90 tahun lalu, telah ada dan terjadi kesatuan tekad karena (semuanya mempunyai) pandangan masa depan kebesaran Indonesia; dan itu 'dibulatekadkan' pada suatu sumpah bersama yaitu Sumpah Pemuda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun