Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

THR Diberikan, Dikritisi, Diterima

25 Mei 2018   11:44 Diperbarui: 25 Mei 2018   12:05 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Kamis, 24 Mei 2018, Kemarin, Presiden Jokowi menandatangani dua Peraturan Pemerintah (PP) tentang pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 Aparatur Sipil Negara (ASN) serta Pensiunan. 

Kedua Pepres tersebut sebagai tindak lanjut dari amanat UU APBN pada APBN 2018 serta aturan turunan dari UU APBN 2018, yang telah dibahas dan diatur bersama antara pemerintah bersama DPR pada tahun 2017.

Hal tersebut, juga bisa bermakna bahwa dua Peraturan Pemerintah tersebut, tidak muncul secara tiba-tiba serta tanpa pertimbangan apa-apa. Ini juga diperkuat oleh pernyataan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani bahwa, "DPR punya andil penting dalam rancangan hingga penetapan UU APBN, dalam hal ini APBN 2018. PP 19/2018 merupakan aturan turunan dari UU APBN 2018 yang pada dasarnya telah diatur pemerintah bersama dengan DPR. Kan (aturan THR) selalu dibahas di (rapat) APBN. Kemarin sudah ditulis, sudah dianggarkan, dibahas sejak tahun lalu, (Kompas.Com)."

Berdasarkan Pepres tersebut maka Anggota Polri, TNI, PNS, Pensiunan Polri/TNI dan PNS akan mendapat 'tambahan uang belanja,' sebagai berikut

  • Komponen THR: gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, dan tunjangan kinerja yang semuanya setara take home pay satu bulan.
  • Komponen gaji ke-13 PNS: gaji pokok, tunjangan umum, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, dan tunjangan kinerja.
  • Komponen Dana Pensiun bulan ke-13 atau THR untuk para pensiunan: pensiun pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan tambahan penghasilan, (tahun-tahun sebelumnyanya tidak pernah diberikan).

Kritik atau Pura-pura Lupa

Keputusan Pemerintah tersebut, sudah dibahas dan ada persetujuan bersama DPR, lalu mengapa sekarang mendapat penolakan dari beberapa oknum politisi. Sejumlah media melaporkan bahwa ada politisi yang menytakan bahwa. " ...dalam rangka membantu perekonomian masyarakat jelang Hari Raya Idul Fitri; kenaikan ini mungkin saja ada maksud-maksud karena ini tahun politik."

Selain itu, menurut  Sang Politisi, "Pemerintah yang tidak mempertimbangkan peran pekerja honorer. Seharusnya, pekerja honorer berhak menerima THR karena telah mengabdi kepada negara meski status kepegawaiannya belum ada kejelasan. Mereka (tenaga honorer) sudah banyak mengabdi, harusnya bisa untuk paling tidak secara bertahap menyelesaikan permasalahan honorer ini menjadi pegawai negeri atau ada kejelasan status. Atau malah mereka yang diberikan THR karena mereka sudah mengabdi." 

Menarik. Mengapa, pada tahun 2017, ketika DPR dan Pemerintah membahas tentang THR dan Gaji ke-13 tahun 2018, hal-hal yang sekarang diungkapkan oleh Sang Politisi tidak dimasukan; mengapa sekarang baru bersuara? Dengan demikian, Sang Politisi hanya mau menyalahkan Pemerintah, padahal dirinya sendiri (dan Parlemen yang ikut menentukan Anggaran) juga salah; atau bahkan tidak memeperhatikan nasib tenaga honorer tersebut.

Hal menarik lainnya adalah, menurut Sang Politisi, "Kenaikan ini mungkin saja ada maksud-maksud karena ini tahun politik."  Pada ranah ini, mungkin saja Sang Poltisi lupa bahwa, setiap kebijakan dan kebijakan Pemerintah (yang lahir dari hasil pembahasan dan kesepakatan dengan Parlemen) adalah Keputusan Politik. Keputusan Politik tersebut muncul atau lahir melalui suatu proses diskusi, negoisasi, bahkan debat politik (yang bisa saja panas, menolak dan menerima) pada Sidang/Rapat Tertutup maupun terbuka.

Dengan demikain, jika Sang Politisi mengatakan bahwa, "... ada maksud-maksud ...," maka itu juga bisa berbalik pada dirinya. Dan, bertanya pada diri sendiri, "Mengapa Parlemen ikut memutuskan dan menyetujui?"  Jawabannya adalah, Parlemen setuju dan memutuskan karena juha mempunyai tujuan atau maksud politik tertentu.

Termasuk, ketika saat ini atau sekarang Sang Politisi tersebut mengkritik (dan cenderung menolak) PP 19 Tahun 2018, maka hal tersebut juga ada maksud-maksud tertentu. Dan, paling gampang terlihat adalah Sang Politisi hanya asal bunyi dan kritik, sambil lupa bahwa dirinya juga ikut andil mengatur relgulasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun