Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ti'i Langga dan Presiden Joko Widodo sebagai Manaleo Nusa Lote

12 Januari 2018   15:51 Diperbarui: 15 September 2018   19:58 1350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ya. Joko Widodo, adalah Presiden RI yang pertama kali menginjak kakinya di Rote, pulau dan Kabupaten terselatan di Nusantara; ya, ia merajut ulang rangkaian pulau yang sekian lama terlupakan dan tertinggal.

Nusa(k) atau Pulau Rote, sudah berpenghuni, jauh sebelum Abad Masehi, ditandai dengan adanya dan tanda-tanda atau sisa hidup dan kehidupan Zaman Batu; orang-orang kuno itu dari Micronesia, Papua, Flores, dan Seram. Bahkan, menurut tuturan, yang terpelihara hingga kini, turunan mereka lah yang kemudian berinteraksi dengan para 'pendatang modern' atau yang belakangan datang yaitu Orang-orang Yahudi dari Suku Gad dan Benyamin (sekitar tahun 700 dan 500 Seb Masehi dan 70-80 Masehi). 

Sejarah mencatat bahwa pada tahun-tahun itu, Kerajaan Israel dan Yehuda, mengalami penghancuran dan orang-orang Yahudi ditawan serta dibuang atau disebar ke berbagai penjuru dunia. Dan pada tahun 70, ketika penghancuran Yerusalem oleh Titus dari Roma(wi), menjadikan bangsa Yahudi semakin menjauh dari Timur Tengah. Tidak menutup kemungkinan, jika mereka sampai ke Rote, Oikos (daerah yang berpenghuni) yang terjauh pada masa itu, sebelum bangsa-bangsa Eropa menemukan Amerika dan Australia.

Mernurut catatan pada Land Taal & Volkenkunde Van Netherlands Indie (1854), pada pada Abad 3 (sumber lain menyatakan abad 1) muncul kapal-kapal layar besar di pantai Rote, para pelaut membutuhkan air minum. Di pantai mereka bertemu seorang nelayan dan bertanya, "Pulau ini bentuknya bagaimana?" Nelayan ini menyangka bahwa mereka menanyakan namanya, sehingga ia menjawab, "Rote" (Rote is Mijn Naam). 

Orang dari Kapal mengira pulau itu Rote, segera ia menamakan pulau itu Rote. Demikian seterusnya pulau ini disebut Rote. Pada arsip pemerintah Hindia Belanda, Rote ditulis 'Rotti atau Rottij.' Orang Rote menyebut Nusak mereka adalah 'Lote', khusus bagi mereka yang tidak bisa menyebut huruf  'R.' 

Padahal sebutan yang sebenarnya adalah 'Lolo Neo Do Tenu hatu' atau pun 'Nes Do Male' dan juga 'Lino Do Nes,' (pulau yang sunyi dan terlupakan karena tidak berpenghuni, suatu ungkapan sarkasme terhadap Negara yang melupakan Rote dan Orang Rote).

Menurut catatan Negarakertagama, 1365, Timor dan pulau-pulau sekitar terkenal dengan hasil cendananya merupakan wilayah Majapahit, namum mempunyai raja-raja yang otonom dan mandiri. Ini juga berarti bahwa Timor dan pulau-pulau sekitarnya tidak pernah menjadi taklukan atau sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Majapahit. 

Ketika tahun 1510, Goa-India dikuasai Portogis, mereka melanjutkan eskpansinya dengan cara menguasai Malaka 1511. Malaka dijadikan pusat perdagangan serta penguasaan wilayah Nusantara. Portogis berhasil mencapai Maluku, Solor (Flores). Tahun 1511 armada Ferdinand Magellan (dua kapal) singgah di Alor dan Timor (Kupang). Dalam penyebrangan ke selat Pukuafu, kedua kapal ini tertimpa badai, salah satu kapal karam dan hancur. Salah satu jangkar raksasa kapal ini hingga kini masih ada di pantai Rote. Satu lainnya berhasil lolos dari amukan ombak melanjutkan perjalanan ke Sabu, kemudian ke Tanjung Harapan dan kembali ke Spanyol.

Sebelum kedatangan Belanda, tahun 1700an di Rote, Kerajaan Termanu,  (Masa raja-raja dari Klan Pellokila) yang paling berpengaruh, besar, dan luas di Rote. Kekuasaan Raja Pellokila dari Termanu hampir 2/3 wilayah Pulau Rote. Belanda pun tak sanggup mengusai atau menjajah Rote dan Raja-raja Rote lainnya. 

Pada tahun 1800an, era Kolonial, karena Raja-raja Rote tak mau takluk kepada Belanda, maka Pemerintah Kolonial menetapkan Satu Raja Rote dan membagi Rote ke dalam 18 Kerajaan kecil, yang diharapkkan bisa mempengaruhi semua raja-raja. Bahkan, dengan politik adu domba, kerajaan-kerajaan di Rote saling perang, dan jika sudah lemah, maka akan ditaklukan. Sayangnya Raja-raja Rote tahu politik Belanda, sehingga justru membangun kekuatan untuk melawan Belanda

Seiring dengan pembentukan Propinsi NTT, lepas dari Propinsi Sunda Kecil atau Nusa Tenggara, pada tahun 1958, Rote menjadi bagian dari Kabupatane Kupang. Sekian puluh tahun kemudian, pada tanggal 2 Juli 2002 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002, Pulau Rote dan pulau sekitarnya dibentuk menjadiKabupaten Rote Ndao dengan ibukota Ba'a.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun