Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Jakarta [Menuju] Kota Otopilot"

20 Desember 2017   18:06 Diperbarui: 20 Desember 2017   18:56 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Di Commuter dari Kota Menuju Universitas Indonesia--Tiba-tiba saya ingat 'Pilot Otomatis, (Inggris: autopilot)' yaitu sistem mekanikal, elektrikal, atau hidraulik yang mampu memandu atau mengendalikan kendaraan tanpa campur tangan manusia. Biasanya pilot otomatis dihubungkan dengan pesawat terbang dan kapal laut.

Jika Pesawat atau Kapal Laut sementara bergerak dengan otopilot maka itu bermakna pilot pesawat atau nakhoda kapal sementara mengaktifkan mode otopilot, pada ketinggian atau situasi tertentu. Dengan mode itu, pilot atau pun nakhoda bisa lakukan hal lain, namun sambil memgawasi agar hal eksternal (misalnya badai, angin, gelombang) tak mengganggu arah pesawat atau kapal.

Itu tentang Pilot Otomatis; dari situ, melompat ke 'masa kemarin.' Ketika itu, ada istilah 'Negeri Auto-pilot.' Istilah yang tertuju pada masa pemerintahan 'Presiden Nganu,' yang tata kelola pemerintahannya berjalan seakan tanpa pemimpin atau pengendali. Pada masa itu, sejumlah pengamat politik menilai kelangsungan pemerintahan karena sistem yang berjalan, bukan oleh kehadiran pemimpin.

Ketika itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,5 persen dinilai karena adanya gerakan dari pasar yang berjalan sendiri tanpa ada kawalan kebijakan pemerintah. Juga, pada masa itu, pemerintah dikritisi ketika harga-harga melambung karena mekanisme pasar, tetapi tidak ada langkah yang dilakukan oleh pemimpin. Pemerintahan disebut presiden, menteri, gubernur, bupati, hingga wali kota, tidak bergerak, mereka lebih memilih diam. Jadi, 'Negara Otopilot' adalah kondisi tanpa adanya kehadiran seorang pemimpin karena sistem sudah berjalan dengan otomatis; negeri yang yang berjalan sendiri secara otomatis tanpa adanya pemimpin yang mengendalikannya.

Di atas, adalah kisah 'zaman old;' pada 'zaman now,' semuanya telah berubah.

Tapi, nanti dulu. Jika NKRI sudah berubah karena 'Pilotnya' telah berganti, sebaliknya, Jakarta, Ibu Kota RI cenderung menuju 'Kota Autopilot.' Ya. Jakarta, agaknya berjalan cepat menuju Kota Otomatis. Jakarta menjadi Kota yang kelangsungan geraknya karena sistem yang telah ada sebelumnya; dan dibiarkan gerak sendiri atau malah diubah ke model yang telah usang.

'Jakarta yang Otomatis' itu, tentu tak mungkin diakui oleh Petinggi Pemda DKI. Mereka melakukan sinkronisasi anggaran agar sesuai dengan visi, misi, dan janji yang sudah disampaikan pada waktu kampanye Pilkada. Bahkan menambah anggaran sekian triliun ke program (sekali lagi, sesuai janji kampanye) OKE OCE, rumah DP nol persen, penataan kampung, KJS plus, transportasi, pasar dan pangan, sampah, tata kelola air, difabel, smart city, Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), manajemen risiko, operasional RT/RW, serta stadion, bioskop, dan budaya.

Sayangnya, tata kelola dan penataan lingkungan serta kinerja aparat Pemda yang berhubungan langsung dengan publik, justru cenderung diabaikan. Lihat saja, ini berdasar hasil pengamatan langsung yang dilakukan oleh saya, beberapa contoh;

Pada jam 10.00 pagi, sejumlah Kantor Kelurahan di Jakarta Selatan masih sepi; pegawainya entah ke mana. Juga, ada Kantor Kecamatan yang masih kosong di bagian layanan publik. Atau, pada jam kerja, sejumlah PNS Kodya yang jalan-jalan di Mall dengan seragam coklat Pemda DKI Jakarta.

Lingkungan sekitar Stasiun Kota, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Manggarai, Juanda, Cikini, dan lain-lain kembali penuh dengan Gerobak Pedagang.

Pasar Tanah Abang, sentra tekstil terbesar di Asia Tenggara, semakin semrawut, macet, dan nyaris tak ada cela untuk pejalan kaki. Termasuk, di trotoar jalan-jalan protokol, kini boleh menjadi tempat Pedagang Kaki Lima. Wilayah sekitar pasar-pasar tradisional di Jakarta, kembali tak teratur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun