Mohon tunggu...
Onrizal
Onrizal Mohon Tunggu... -

Forest ecology. Untuk bumi lebih baik (onrizal03[at]yahoo.com; onrizal.wordpress.com)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membentengi Sumatera Utara dari Banjir Berulang

23 Mei 2012   11:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:55 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tak pelak lagi kini, ketika musim hujan tiba, ketakutan penduduk akan dilanda banjir melanda penduduk Sumatera Utara. Mengapa? Sejak tahun 2000 sampai sekarang saja, di setiap musim hujan hampir selalu diikuti oleh banjir atau banjir bandang.

Sebagai pengingat, penulis ungkap kembali beberapa bencana banjir bandang besar yang melanda pasca tahun 2000. Pada tahun 2001, banyak daerah di Sumut dilanda banjir dan banjir bandang, termasuk Kota Medan yang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara.

Malam hari tanggal 2 November 2003 bertepatan dengan hari ke-8 bulan Ramadhan di tahun itu, banjir bandang melanda daerah Bukit Lawang. Kejadian mencekam di malam hari sekitar pukul 20.30 wib itu, seperti dicatat Brahmantyo (2009) telah merenggut 154 jiwa tewas atau hilang dari penduduk asli maupun wisatawan asing dan lokal. Hingga bulan Februari 2004 tercatat 80 orang dinyatakan tidak ditemukan jasadnya.

Dini hari 14 September 2009, banjir bandang besar menerpa kecamatan Muara Batang Gadis, Mandailing Natal. Setidaknya 25 orang warga dilaporkan tewas.

Sepuluh tahun pasca banjir bandang tahun 2001, Kota Medan kembali diterjang banjir bandang pada pekan pertama 2011 (tepatnya 6 Januari 2011). Sang Walikota Medan, seperti dikutip media saat itu, mengatakan “ini banjir 10 tahunan.”

Tak sampai hitungan tahun, menjelang dini hari tanggal 1 April 2011, warga Medan yang bermukim di bantaran sungai Babura terbangun, dikejutkan oleh banjir besar yang telah masuk ke rumah mereka. Pagi dan siang harinya banjir makin membesar, sampai-sampai merendam rumah dinas para pejabat, seperti rumah dinas Gubernur Sumatera Utara, rumah dinas Kapolda Sumatera Utara, dan rumah dinas Walikota Medan yang belum pernah terendam oleh banjir-banjir sebelumnya yang melanda kota Medan. Banjir kali ini tercatat sebagai salah satu banjir terbesar dalam sejarah Kota Medan.

Banjir bandang kembali menerjang Mandailing Natal pada anggal 26 Februari 2012. Banjir akibat meluapnya sungai (Aek) Ranto Puran, Mandailing Natal itu setidaknya merendam 5 desa, 11 rumah hanyut, 40 rumah rusak berat, 740 KK mengungsi.

Banjir dan akar masalahnya

Bencana banjir telah menyebabkan korban nyawa, kehilangan harta benda, rusaknya infrastruktur, terganggunya kegiatan ekonomi sehingga banjir itu berakibat kerugian ekonomi, sosial dan ekologi. Dana APDB terkuras pada masa tanggap darurat dan rehabilitasi. Namun demikian, rentetan banjir bandang di Sumatera Utara khususnya dan negeri ini umumnya, secara substansi belum merubah pandangan dan sikap sebagian besar aparat pemerintahan, masyarakat dan swasta. Aparat hanya sibuk saat bencana banjir itu menerjang, dan beritanyapun lenyap seiring dengan surutnya air. Tak tampak dalam kebijakan “pembangunan” seperti tercantum dalam APBD. Faktor resiko bencana belum masuk dalam pertimbangan dan penyusunan APBD itu.

Kenapa suatu daerah bisa kena banjir atau banjir bandang? Seringkali kita baca atau dengar pendapat pasca banjir, termasuk dari kebanyakan pejabat eksekutif dan legislatif yang menyatakan hujan sebagai biang keladi, sebagai penyebab terjadinya banjir.

Ya, sangat sering kita mendengar hujan menjadi tertuduh sebagai penyebab suatu daerah dilanda banjir. Sepintas terlihat alasan itu benar, namun apakah betul demikian? Benar, hujan merupakan input dalam peristiwa banjir dan kejadian hujan itu di luar kuasa manusia. Lalu, salahkah hujan?

Lebih lanjut ada yang mengulas lebih, selain hujan, kerusakan hutan di hulu menjadi penyebab banjir bandang itu. Terlihat alasan ini lebih kuat, hujan ditambah hutan yang rusak menjadi penyebab banjir bandang. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa suatu wilayah dengan hutan yang masih baik dan dengan luasan kawasan berhutan yang cukup akan mampu penampung dan penyimpan curah hujan (CH) menjadi air tanah. Hanya sekitar 0,1 – 10% saja dari CH yang akan mengalir langsung ke sungai atau menjadi aliran permukaan (run off), sedangkan 90 – 99,9% dari CH yang terjadi pada DAS yang baik akan diresapkan ke dalam tanah. Sehingga peluang terjadinya banjir pada DAS yang masih baik akan sangat-sangat kecil kalau tidak boleh dibilang tidak ada.

Bagaiman dengan Kota Medan yang sangat sedikit ruang terbuka hijau dan daerah resapan airnya? Hasil analisa BPDAS Wampu Sei Ulau tahun 2011 terhadap kemampuan wilayah Kota Medan dalam meresapkan air kedalam tanah saat musim hujan rata-rata hanya 45%. Artinya, sebesar 55% curah hujan itu tidak bisa diresapkan ke dalam tanah, sehingga menjadi aliran permukaan saat hujan tersebut.

Oleh karena itu, sangat wajar, karena hutannya rusak, maka saat hujan pasti banjir menerjang. Pertanyaan lebih lanjut, benarkah salahnya hujan dan hutan yang rusak?

Saya mencermati, meneliti dan berdiskusi dengan banyak rekan terkait banjir dan banjir bandang ini. Jika kita cermati dengan seksama benarkah banjir karena hutan/tutupan vegetasi yang jumlahnya sangat sedikit (misalnya pada DAS Deli yang luas ril hutannya hanya sekitar 5 % dari luas keseluruhan DAS Deli)? Sehingga kita sering mengatakan bahwa banjir disebabkan oleh tutupan vegetasi (hutan) yang sangat kecil dalam suatu DAS. Ini saya sebut sebagai pernyataan pertama.

Jika kita berhenti menganalisa hanya sampai disitu, maka kerusakan hutan di dalam DAS itu adalah sebagai penyebab utama terjadinya banjir. Sekarang coba kita bertanya lebih dalam: apakah keberadaan tutupan bervegetasi yang kecil ini hanya suatu "pertanda/ fenomena /symtom" yang menunjukkan ada "masalah lain" di belakangnya? Sehingga bisa dikatakan bahwa ada permasalahan kelembagaan yang mempengaruhi kinerja kelestarian DAS. Nah, ini saya sebut sebagai pernyataan kedua.

Jika kacamata analisis yang kita gunakan adalah pembahasan "non kelembagaan/non institusional" maka pernyataan pertama "tidak salah". Namun jika dilihat/dicermati dari sudut pandang "kelembagaan/institusional" atau pernyataan kedua, maka pernyataan pertama kurang begitu tepat, kenapa?

Permasalahan rusaknya hutan, kecilnya tutupan vegetasi/hutan dalam suatu unit DAS itu melekat pada "behaviour/perilaku" individu, masyarakat, dan birokrasi. Jadi permasalahan tidak melekat pada benda (hutan ataupun DAS) namun pada perilaku.

Oleh karena itu, maka "fenomena banjir" yang merupakan salah satu indikator kinerja pengelolaan DAS disebabkan oleh perilaku yang bermasalah dari individu, masyarakat atau birokrasi yang ada di atas DAS tersebut. Kami menduga, bahwa “perilaku birokrasi” memberi andil paling besar dibanding aktor lainnya. Kenapa? Karena birokrasilah yang punya kewenangan dan kekuasaan untuk menjalankan segala aspek kegiatan yang ada di suatu wilayah DAS.

Program GERHAN yang telah menelan uang milayaran setiap tahun, namun gagal, penyebab utamanya adalah karena kegagalan di birokrasi. Sangat banyak atau sudah umum adanya, aparat birokrasi terjebak oleh jebakan administrasi (administration trap), hanya semata-mata memenuhi keabsahan administrasi. Bahkan lebih bahayanya lagi, birokrat takut berinovasi untuk kebaikan yang lebih besar bagi masyarakat dan lingkungan karena takut jika diperiksa "inspektorat" akan ada temuan yang tidak sesuai administrasi.

Nah, kalau sudah sampai disini, pertanyaannya adalah apa yang mempengaruhi perilaku individu, masyarakat dan birokrasi itu? Banyak yang mempengaruhi. Bisa Regulasi/UU/PP/Perda dll, bisa norma agama, ideologi atau bahkan kesepakatan bersama dari suatu masyarakat, koalisi tertentu, dan lainnya.

Langkah ke depan

Ingin banjir dan banjir bandang tak berulang di Sumatera Utara? Saya yakin, kita semua menginginkan itu. Oleh karena itu, perlu pembenahan mendasar terhadap perilaku yang bermasalah dari individu, masyarakat dan birokrasi dalam beraktivitas dan bersikap di atas wilayah DAS.

Dalam tataran kebijakan perlu disusun pedoman pengelolaan DAS di Sumatera Utara dalam bentuk peraturan daerah (PERDA) sebagai payung apa yang boleh dan apa yang tidak boleh di atas suatu unit DAS, apa kewajiban dan hak setiap para pihak yang terlibat. Perda itu juga harus merinci tanggung gugat dan ancaman pidana bagi siapa saja yang menyebabkan rusaknya wilayah DAS.

Kerjasama antara kabupaten atau kota yang terletak dalam satu hamparan DAS menjadi suatu keharusan/kewajiban, misalnya antara Kota Medan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo. Seluruh DAS yang bagian wilayahnya mencakup Kota Medan, bagian hulunya terletak di Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo. Oleh karena itu, setelah perda perlu disusun Rencana Terpadu (RP) setiap unit DAS, misalnya RPDAS Deli yang didalamnya mengikat pemerintahan Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo.

Langkah selanjutnya, harus ada edukasi baik berupa pendidikan, sosialisasi kepada segala pihak terkait melalui berbagai media, termasuk dalam aktivitas pendidikan sekolah sejak dini.

Ini bukan obat mujarab yang keberhasilannya seperti membalik telapak tangan. Namun perlu keseriusan, nafas panjang dan konsistensi dalam pelaksanaannya dari semua pihak, karena yang dilakukan adalah merubah perilaku. Bila itu kita lakukan, maka kegagalan program GERHAN tidak akan terulang sehingga lahan kritis akan terus berkurang, pengalihfungsian daerah resapan air menjadi permukiman tidak akan terjadi, dan berbagai perilaku buruk lainnya yang selama ini terjadi. Lebih lanjut, kondisi lingkungan suatu DAS akan pulih, sehingga dapat berfungsi kembali. Dan pada akhirnya bencana banjir bandang tak lagi menghantui penduduk di Sumatera Utara ini.

Semoga!

[Dimuat dalam kolom Opini pada harian Waspada, Rabu 16 Mei 2012, halaman B5]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun