Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Semalam Anjing Penjaga

22 September 2020   23:38 Diperbarui: 24 September 2020   21:46 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam ini genap sebulan aku menjadi penjaga gudang penggilingan gabah. Tugas yang mengharuskan kedua mataku terjaga. Aku tak boleh lengah sedikitpun. Jika lelah duduk, aku akan berdiri mengawasi sekitar gudang, begitu seterusnya. Kuharap seperti malam-malam kemarin, tak ada gangguan apapun di gudang ini.

Namun ternyata tidak demikian. Malam itu satpam gudang lupa memukul lonceng penanda waktu. Padahal lampu pos jaga masih menyala terang. Begitu juga saat kuangkat kepalaku agak tinggi, nampak televisi di pos jaga juga masih menyala. Dasar manusia, disuruh jaga malah enak-enakan tidur. Aku menggonggong singkat dan lirih. Kalau diterjemahkan itu artinya aku sedang mengumpat.

Tugasku berjaga di tempat gelap yang tak diketahui siapapun kecuali satpam gudang. Memang demikian tugas dari tuanku. Lagi pula siapa yang datang malam-malam begini ke gudang jika tidak berniat jahat? Apalagi antrian gabah yang akan digiling semakin banyak sejak pagi hingga sore tadi. Jelas ini situasi yang membutuhkan penjagaan ketat.

"Hei siapa itu?" gumamku. Aku sempat melihat sekelebat bayangan manusia mengendap-endap cepat. Tempias cahaya lampu membantu mataku melihat sosok itu. Namun, kabut di desa ini merayap begitu tebalnya, hingga aku kehilangan pandangan dimana bayangan mencurigakan itu. Kutelanjangi segala penjuru mata angin. Kudenguskan hidungku menciumi bau-bau yang asing. Tapi, bayangan itu lebih sigap menyelinap.

Ekorku spontan berdiri tegak. Emosiku perlahan memuncak. Kepalaku ikut tegak. Sorot mataku membelalak. Sebuah posisi yang benar-benar siaga terhadap segala kejutan apapun. Aku pasti akan langsung menggonggong jika sudah begini. Ditambah lagi tiba-tiba kaki depanku reflek menekuk. Pertanda siap menerkam apapun, didukung dengan kuku tajamku yang siap mencakar.

"Kurang ajar, kemana bayangan itu?" aku penasaran.
"Huk huk huk" mungkin dengan menggonggong begini bayangan itu akan panik lalu menampakkan diri.

Sial, bukannya mendapati bayangan, justru mataku disorot senter oleh satpam gudang. Dasar manusia, baru terjaga setelah mendengar suara. Padahal dimana-mana namanya maling seringkali tak bersuara. Lagipula harusnya yang disorot itu bukan aku, tapi tempat-tempat yang gelap.

Aku kecewa, satpam gudang itu menyandarkan kembali kepalanya di kursi. Ada bantal yang mengganjal lehernya. Mulutnya perlahan menganga, matanya terpejam kembali. Melunasi hutang-hutang mimpinya kembali.

Kabut terus menyergap beserta ribuan hening. Hanya suara jangkrik yang sayup-sayup singgah di telingaku. Tiba-tiba saat hening begini pikiranku menjadi cemas. Aku lekas menoleh ke belakang, siapa tahu bayangan itu sudah siap memukul kepalaku dari belakang. "Jangan matikan aku malam ini Tuhan" pintaku pada Sang Pencipta.

Sekali lagi aku cepat-cepat menyoroti apapun di depanku. Lalu segera menoleh ke kanan, ke kiri dan ke belakang. Pusing juga kalau begini terus menerus. "Awas kau maling!, akan kukoyak tubuhmu!"

"Srek!" sebuah suara di sebelah kiri berbunyi. Ujung daun telingaku bergerak pelan. Taksiranku sekitar sepuluh langkah suara itu berasal. Mataku sedikit memicing di sudut dekat pintu masuk gudang dimana di dalamnya ada tumpukan berkarung-karung gabah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun