Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Penjahit

26 Desember 2019   18:51 Diperbarui: 27 Desember 2019   15:16 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://i.pinimg.com

Menjadi penjahit adalah profesi yang ditekuni Pak Sukardi supaya bisa menghidupi keluarga kecilnya. Ia memiliki anak perempuan satu-satunya yang bernama Wati. Tentu dengan segala keterbatasan dan kesederhanaan, Wati harus menerima konsekuensi yang tak bisa ia pilih. Jangankan untuk hidup layak, untuk memilih dilahirkan oleh orang tua yang kaya pun Wati tak kuasa memilih. Bisa dimaklumi anak sekecil Wati belum memahami takdir. Jika semua manusia boleh memilih tentu ingin dilahirkan dari rahim ibu negara misalnya, atau dari permaisuri raja seperti kisah-kisah fiksi.

Maka, ketika tetangga sebelah yang seumuran bernama Sandra memiliki mainan boneka bagus-bagus, hati Wati bergejolak. Meskipun saat itu Wati masih anak-anak, namun dimatanya nampak ada obsesi yang menggebu-gebu. Ia selalu mengira Sandra hidup dalam kenyamanan. Mau main banyak pilihan. Mau makan dan minum ada pembantu yang siap menyuapi. Apalagi kalau saat liburan sekolah, Wati hanya menjadi pendengar setia cerita Sandra saat berenang di pantai atau memberi makan hewan di kebun binatang. Suatu pengalaman yang tak bisa dibayangkan Wati saat itu.

Seringkali Wati membawa perasaan kagum pada kehidupan Sandra hingga terbawa dalam mimpinya. Bahkan, jika Wati mengigau dalam tidurnya, sang ibu kebagian tugas menggoyang tubuh Wati agar segera lepas dari igau.

"Ah ibu, kenapa dibangunkan sih, tadi Wati sedang pamer boneka ke Sandra, mana bonekanya bagus lagi, uh payah" gerutu Wati saat terbangun dan menyadari bahwa semua hanya mimpi belaka. Jika sudah begitu sang ibu hanya tersenyum kecut sembari mencoba menenangkan Wati dengan membelai rambutnya. Karena anak kecil, Wati terus mengadukan mimpi itu kepada ayahnya. "Yah, Wati belikan boneka seperti punya Sandra ya" rayu Wati sembari mengarahkan pandangannya ke ayahnya.

Ayahnya tak menggubris permintaan anaknya. Sebagai penjahit, pendapatan tergantung musim pesanan. Selama puluhan tahun menekuni profesi menjahit, Pak Sukardi hanya bisa sedikit bernafas lega jika musim menjahitkan seragam sekolah dan menjelang lebaran. Diluar itu, pesanan lima jahitan saja sudah cukup untuk bertahan satu bulan. Kalau pas sepi, minimal dua jahitan saja membuat keluarga Pak Sukardi harus menahan diri dari segala godaan duniawi.

"Ya nak, setelah ayah potong-potong kain nanti ayah belikan mainan, sekarang main dulu gih sama Rini." Selalu itu jawaban yang diulang-ulang ayah, namun Wati luluh juga. Ia tinggalkan bilik jahit ayahnya dan berlari kecil ke belakang rumah. Rini adalah anak tetangga di belakang rumah. Bapaknya sebagai tukang becak dan ibunya sebagai buruh serabutan sekaligus tukang pijat keliling.

Menyuruh Wati bermain dengan Rini menjadi pilihan yang tepat bagi Pak Sukardi. Ia tak ingin anaknya terlalu condong bermain dengan Sandra anak dari orang kaya. Ia juga tak mau jika anaknya meniru gaya hidup Sandra yang manja. Kehidupan di pinggiran Kota memang seringkali memberi imbas yang tak imbang. Ada keluarga yang berkecukupan, ada pula yang pas-pasan. Jika anak tidak dibiasakan hidup sesuai kondisi orang tua, takutnya malah kebablasan, salah pergaulan dan terlalu hedonis. Maka, memilihkan Wati untuk bermain dengan Rini adalah pilihan “setara” menurut Pak Sukardi. Batinnya juga tenang jika Wati bisa bermain dengan Rini dibanding dengan Sandra.

*********

Usaha menjahit yang ditekuni Pak Sukardi mengalami perkembangan yang meningkat. Ketekunan dan kegigihan membuahkan hasil yang tak membohongi proses. Perlahan tapi pasti, Pak Sukardi sudah mampu merenovasi rumahnya, tak lupa juga merenovasi bilik jahitnya yang ada di ujung gang. Isi rumah juga ditambah dengan perabot seperti tetangga-tetangga yang lebih dulu sukses. Ada televisi tipis tergantung di dinding, perangkat sound system kecil, meja makan, kulkas, ada pula box pendingin untuk menyimpan frozen food dan sofa kecil di ruang tamu. Wati yang baru lulus SMK juga mulai menggenggam sebuah gawai besutan merk terkenal.

Kini, Wati lebih suka menonton drama Korea, memutar musik dan bermain tik tok di gawai. Sementara sang ibun sibuk melayani pesanan makanan olahan frozen. Tak hanya itu, Pak Sukardi kini juga memiliki pegawai untuk membantu menjahit pesanan. Pesanan semakin banyak, ada tenant di Mall yang sebagian koleksinya berasal dari karya Pak Sukardi. Jaman serba online begini jika tenant berharap dari penjahit mahal bisa habis modal. Salah satu cara paling ampuh mendapatkan produk murah adalah menjalin kerjasama dengan penjahit “biasa” yang memiliki hasil jahitan bagus dan mengikuti standar.

"Alhamdulillah pak, saya bisa mengerjakan pesanan bapak tepat waktu, semoga pegawai di kantor bapak puas dengan hasil jahitan kami" tukas pak Sukardi saat menyerahkan beberapa kardus yang berisi seragam kantor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun