Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tendangan Pisang dan Dituduh Yahudi, Kenangan di Hari Guru Nasional

25 November 2021   16:02 Diperbarui: 26 November 2021   09:29 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keceriaan para siswa. Dokpri.

Walau nggak pinter-pinter amat, dulu semasa mengenyam bangku pendidian wajib 12 tahun, saya termasuk murid yang baik. Baik di sini maksudnya nggak suka bikin ulah hehe. 

Bikin tugas rajin, sama guru sopan santun dijaga, berantem sama temen sampe baku hantam nggak pernah, eh hampir tapi gak jadi ding hehe. Secara garis besar, hidup saya di sekolah lurus-lurus aja. Di satu sisi baik, tapi di sisi lain mungkin terasa membosankan, lol.

Walau begitu, ada beberapa peristiwa nano-nano yang rasanya kalau dikenang lagi geli juga. Peristiwa-peristiwa ini bisa jadi secara langsung mematahkan omongan saya sendiri di paragraf sebelumnya kalau saya ini murid yang berbudi luhur. Sebab, sekalinya bikin ulah, lumayan bikin heboh satu sekolah dan sampai diancam mau dilaporkan ke polisi.

Peristiwa pertama itu bahkan terjadi saat saya duduk di kelas 1 SD! Haha. Apa pasal? Ceritanya, sepulang sekolah saya ngajakin teman saya untuk main ke rumah. Namanya juga masih kelas 1 ya. Masuk jam 7, pulang jam 10. Dan, rasanya waktu bermain sama temen di sekolah sangat terbatas.

Saat itu, saya berhasil ngajakin 2 teman saya, Ali dan Edo. Keduanya saya ajak main ke rumah. Sampai di rumah ibu saya nanya, "ini main ke sini udah ngomong sama orang tuanya belum?"

Saat itu mereka menjawab "sudah" dan ya ibu saya percaya saja haha. Kami pun main dan makan bersama. Sekitar tengah hari, tiba-tiba uwak saya yang juga menjadi guru di sekolah datang bersama seorang wanita.

Rupanya, wanita itu adalah ibu dari salah satu teman saya. Beliau menangis sebab khawatir anaknya nggak kunjung pulang ke rumah. Saya ingat betul, saat mendapati si ibu teman saya menangis, saya kabur dan sembunyi di bawah dipan. Saya takut bukan main. Itu hari Sabtu, dan saya rasanya nggak mau lagi sekolah Seninnya.

Benar saja, saat bertemu wali kelas -Bu Emi, saya dipanggil. Dia mencubit dan mempelintir jarinya ke pinggang saya. Sakit, tapi saya tak berani mengeluh apalagi menangis. Saat itu, saya menyadari penuh apa kesalahan saya. "Kamu bandel banget! Dia itu bapaknya polisi. Mau kamu ditangkap sama polisi?" ancam Bu Emi waktu itu.

Kejadian itu terus terang sampai sekarang masih membekas. Dan, rasanya, sejak itu saya nggak pernah lagi berani ngajak temen ke rumah kecuali mereka pulang dulu ke rumah masing-masing dan kemudian baru datang ke tempat saya.

TENDANGAN PISANG DARI GURU MATEMATIKA

Saya pernah mikir lama, kenapa sih anak yang nggak jago matematika akan mudah dicap bodoh? Oleh orang tua dan bahkan oleh guru sendiri. Dulu sih jelas masih nggak ngeh ya perihal kecerdasan masing-masing anak itu berbeda dan ada banyak sekali: kecerdasan linguistik, logika, musikal, spasial dan sederet lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun