Jika kalau Marie Kondo main ke kamar saya, pastilah dia stres berat. Maklum, penulis buku beken The Life-Changing Magic of Tidying Up itu akan menemukan banyak sekali "sampah" di kamar saya. Tak terkecuali, plastik-plastik bekas belanja yang saya simpan rapi dalam satu wadah khusus.
"Masih suka belanja dan dibungkus plastik ya?"
Dengan berat hati saya harus menjawab iya. Terlebih jika berada di situasi yang tak terhindarkan, di mana saat berbelanja, saya lupa membawa tas atau kantung belanja non-plastik. Ketimbang barang belanjaan saya jatuh berceceran, mau gak mau saya masih (baca:terpaksa) menggunakan plastik. Namun, plastik-plastik ini tidak lantas saya buang begitu selesai digunakan. Plastik ini saya simpan untuk digunakan di saat yang tepat.
Tas Jebol di Paris
Maaf kalau terkesan pamer. Tapi, apa yang akan saya ceritakan ini memang terjadi di Paris. Ceritanya, di hari terakhir perkelanaan saya ke beberapa negara di Eropa, saya berencana ngeborong cokelat (murah) untuk oleh-oleh. Nah, kalau di Eropa itu, plastik hampir tak pernah digunakan.
Ada puluhan batang cokelat yang saya beli. Dan begitu akan dibawa pulang ke rumah host/tumpangan, saya memasukkan cokelat-cokelat itu ke dalam ransel harian saya. Dan, mungkin karena kelebihan muatan, tali penyanggah tas saya putus. Tas saya ikutan jebol bagian resletingnya. Jadilah, dalam perjalanan pulang ke Indonesia, saya memutar otak, mengakali agar tas itu setidaknya selamat sampai pulang. Maklum, mau beli tas di Paris mahal euy.
Membludaknya Sampah (Plastik) Saat Ramadan
Seiring makin konsumtifnya manusia saat Ramadan, sayangnya hal itu berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah sampah terutama plastik. Kalau bulan puasa itu maunya makan dan minum enak, ya kan? Nah, di Indonesia, mayoritas pedagang masih menggunakan plastik untuk membungkus makanan dan minuman.
Mau beli pempek misalnya? Minimal banget butuh 3 kantong plastik. Pertama, buat pempeknya. Kedua, buat cukonya. Ketiga, plastik kantung besar untuk membawa kedua plastik sebelumnya. Mau tambah minum es kacang merah? Ya sama, dibungkus pakai plastik juga. Jikapun pakai gelas, ya gelasnya plastik. Sedotan dan sendoknya? Plastik juga. Dan, biasanya makanan dan minuman dibungkus terpisah. Makin banyak plastik yang digunakan jadinya. Itu baru jajan di satu warung loh.
Pengusaha dan Pembeli Harus Bersinergi
Untuk mengurangi sampah plastik, baik pedagang dan pembeli harus saling bersinergi. Kesadaran masyarakat atas plastik sudah semakin meningkat, tapi masih harus didukung banyak pihak. Pertama, dari pemerintah sebagai regulator. Dulu, sempat ada peraturan pembebanan biaya plastik kepada konsumen. Banyak yang protes, tapi efeknya lumayan sih.
Tapi sayangnya peraturan ini kemudian dihilangkan. Pun, ketika diterapkan, menurut saya harga satu kantung plastik yang dihargai Rp.200 masih sangat murah. Saya pribadi rela jika 0-nya ditambah. Alias, 1 plastik dihargai Rp.2000. Pasti banyak diprotes, tapi efeknya saya yakin jauh lebih besar.
Kedua, gak perlu malu membawa wadah makanan sendiri ketika membeli satu makanan. Ibaratnya nih ya, mau bawa rantang sekalian, ya hayuk aja. Malu? Mungkin pada awalnya. Tapi, semakin banyak orang yang melakukannya, semua akan jadi terbiasa.
Saya jadi ingat satu kisah kawan saya yang beli martabak manis dengan cara membawa wadah makanan sendiri. Lucunya, aksi ini malah diprotes sama pedagangnya.
"Mbak, kalau pake wadah makanan gini, saya jadi bingung nyusunnya. Lagian jadinya berantakan."
Sama teman saya dijawab, "ya gakpapa berantakan bang. Saya kan butuh makanannya, bukan cakep apa nggak saat dibungkus." Hehehehe.
Lalu, misalnya lagi, saat makan di warung atau resto. Sedotan biasanya sudah diletakkan di gelas. Padahal mungkin saya pengunjung tidak menghendakinya atau si pengunjung sudah punya sedotan yang dapat dipakai ulang. Intinya, mengenai hal ini memang harus bersinergi keduabelah pihak.
Ketiga, semoga saja semakin banyak orang yang menggunakan kantung bebahan ramah lingkungan. Seiiring perkembangnya zaman, sudah banyak temuan demi mengatasi problem pastik ini. Misalnya saja kantung plastik yang terbuat dari pati singkong yang tentu saja lebih mudah terurai. Nggak kayak plastik mie instan yang terapung belasan tahun tapi tetap tidak hancur. Semua udah pada tahu beritanya kan?
Banyak lagi temuan lainnya, misalnya styrofoam dari jamur atau bahkan "botol" air yang terbuat dari ekstrak mikroalga. Jadi, airnya bisa langsung di-hap bersama wadahnya. Keren, kan? Intinya, masih banyak lagi sekarang wadah yang ramah lingkungan, tinggal kita menggunakannya saja.
Gerakan ini harus dimulai dari diri sendiri, orang-orang terdekat dan semoga dapat "menular" ke orang-orang sekitar yang lingkupnya lebih luas. Semoga, bumi yang sudah sakit akibat sampah ini nggak bertambah sakit. Efeknya di kita juga loh sebagai manusia. So, mulai dari sekarang, usahakan tidak menggunakan plastik lagi, ya!