Yang terjadi, Big Bos atau sang "Dewa" menyempatkan diri, habiskan waktu buat mengawal program kesayangannya.
Bukan cuma dikawal, ciri "program dewa" adalah, Host-nya adalah salah seorang "dewa" di stasiun televisi tersebut. Oleh karena yang jadi host "dewa", maka durasi "program dewa" jadi sesuka hati. Jika tema dan para narasumber VVIP, durasi "program dewa" bisa panjang. Commercial break-nya sesuka hati. Jika Floor Director (FD) tidak memberi tanda berhenti, "dewa" yang jadi Host ngoceh terus.
2. ANGGOTA TIM CEPATÂ NAIK Â JABATAN
Bagi mereka yang pernah kerja di stasiun tv atau sekarang masih kerja, pasti paham.
Ada seorang karyawan yang tiba-tiba naik jabatan begitu cepat, dari Asisten Produksi (Asprod), lalu menjadi Produser, tiba-tiba menjadi EP, dan tak sampai dua tahun menjadi Manager.
Meski seseorang ini tak begitu punya banyak pengalaman produksi atau kreativitasnya di atas rata-rata, namun karena pegang "program dewa", maka ia cepat naik jabatan.
Loyalitas dan selalu menyenangkan hati atasan menjadi kuncinya. Terlebih lagi yang menjadi Host atau Pembawa Acara "program dewa" ini memiliki jabatan strategis di stasiun tv tersebut. Tak sampai 5 tahun, kenaikan jabatan pasti diraih.
Padahal, ukuran keberhasilan seorang karyawan bukan dari apa yang ia pegang. Bukan apakah ia pegang "program dewa" atau "program dewi", melainkan skill-nya dalam mengelola program, kerjasama tim, dan tentu saja kreativitas. Â Â
3. IKLAN TIDAK ADA, TAPI TETAP EKSIS TAYANG
Agar tetap eksis, sebuah program tv butuh iklan. Untuk apa? Untuk menutupi biaya produsi (production cost). TV swasta itu bukan TVRI. TV swasta hidup dari iklan.Â
Logikanya, jika ada program tv yang tidak beriklan, maka stasiun tv tersebut harus terus "disuntik" (baca: disubsidi).