Republik Indonesia genap berusia 75 tahun saat ini. Di tengah usia yang tak muda lagi, negeri ini mulai beranjak bangkit untuk menuju kemandirian energi. Setidaknya itu bisa dilihat dari kinerja Pertamina dewasa ini.
Bapak proklamator RI Soekarno dulu pernah mengatakan, Indonesia memiliki modal besar untuk "Berdikari" atau Berdiri Di atas Kaki Sendiri. Soekarno memimpikan Republik ini mampu mandiri di segala sisi, termasuk di bidang energi.
Kemandirian ini sangat penting karena dekat dengan konsep kedaulatan politik. Dengan tidak bergantung kepada pihak lain, kita tidak akan disetir oleh siapapun kecuali oleh kemauan rakyat sendiri. Inilah esensi utama dari kemerdekaan yang sepenuhnya.
Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Pertamina (Persero), perusahaan milik negara yang bergerak di bidang energi menjadi salah satu perusahaan yang diharapkan bisa mendorong terwujudnya kemandirian energi nasional.
Harapan itu bukan isapan jempol semata mengingat pendirian Pertamina memang diarahkan untuk itu. Setidaknya ada dua indikator yang bisa mengacu pada hal tersebut, yaitu keberhasilannya memproduksi Green Diesel D100 dan jangkauan distribusi BBM dan Gas hingga ke pelosok.
Per Juli 2020 lalu, Pertamina berhasil melakukan ujicoba produksi D100 sebanyak 1.000 barel per hari di Kilang Dumai, Riau. Hal ini adalah lompatan besar karena bangsa kita akhirnya bisa memproduksi bahan bakar nabati.
Sebagaimana diketahui, Green Diesel 100 menggunakan bahan baku 100 persen minyak sawit. Sehingga dipastikan lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Produksi D100 ini sejalan dengan Nawacita Presiden Joko Widodo untuk memaksimalkan potensi sumber daya alam Indonesia sehingga bisa menciptakan kemandirian dan kedaulatan energi nasional.
Apalagi Green Diesel tersebut menggunakan katalis merah putih yang merupakan buah karya anak bangsa sendiri. Pertamina telah bekerja sama dengan para peneliti ITB untuk memproduksi katalis merah putih sebagai komponen utama dalam pembuatan D100 yang akan menyerap minimal 1 juta ton sawit produksi petani per harinya..
Dari segi ekonomi, hadirnya bahan bakar nabati ini juga bisa mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM). Tentu saja, dampaknya bisa menekan defisit transaksi berjalan dan menyehatkan ekonomi makro kita.
Oleh karena itu, bisa dikatakan keberhasilan Pertamina memproduksi D100 ini sangat strategis bagi masa depan bangsa Indonesia. Inilah kado indah yang dihadirkan oleh BUMN migas tersebut untuk HUT ke-75 tahun bangsa Indonesia.
Selain produksi bahan bakar nabati, upaya Pertamina untuk mendorong kemajuan bangsa juga bisa dilihat dari strategi Pertashop. Ini adalah program Pertamina untuk menjangkau daerah pedesaan yang belum terjangkau SPBU.
Apalagi kini Pertamina bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membangun 4.308 Pertashop di wilayah desa.
Program ini tidak hanya mendekatkan layanan BBM dan LPG kepada masyarakat di pelosok negeri, tetapi juga sekaligus akan turut menumbuh kembangkan potensi desa sehingga turut serta mendukung cita-cita Indonesia Maju.
Yang pasti, Pertashop akan akan turut mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di pedesaan, dan mendorong tumbuhnya inovasi desa melalui kemitraan serta turut berperan dalam meningkatkan kapasitas pemerintahan desa.
Inilah kolaborasi pemerintah dan BUMN untuk membantu distribusi BBM dan LPG agar lebih mudah didapatkan oleh rakyat. Karena tak mungkin kita menuju kemajuan Indonesia jika energi masih langka dan sulit didapatkan.
Dua program Pertamina di atas merupakan bagian dari pengabdian Pertamina untuk bangsa Indonesia. Dengan kemandirian energi kita menuju Indonesia Maju.
Merdeka!