Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Guru dan Menulis

23 November 2022   08:46 Diperbarui: 23 November 2022   09:01 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : dakwatuna.com

Beberapa penulis berpengalaman seperti Tabrani Yunis, Eka Budianta, pernah mengatakan bahwa menulis itu mudah. Kalau tidak percaya, baca saja bukunya yang berjudul Menggebrak Dunia Mengarang.

Arswendo Atmowiloto juga mengatakan bahwa menulis itu gampang. Baca saja bukunya Menulis itu Gampang. Demikian juga menurut Hernowo, penulis best seller di penerbit MLC itu telah banyak menuliskan kiat-kiat menulis yang mengatakan bahwa menulis itu mudah.

Dalam bukunya yang berjudul Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Membuat Buku, berbagai kiat atau resep menulis ditawarkan kepada guru. Pada kata pengantarnya, Hernowo berpesan, "Saya ingin para pengajar di seluruh Indonesia dapat menulis buku untuk para muridnya. Saya ingin sekali para pengajar itu dapat memperkaya para muridnya dengan cerita-cerita yang mengasyikkan, ditulis oleh mereka di karya-karya mereka."

Penulis lain yang mengatakan bahwa menulis itu gampang adalah Lasa Hs, lewat bukunya yang berjudul, Menulis itu Segampang Ngomong. Dalam buku yang diterbitkan oleh Penerbit Pinus Yogyakarta itu, Lasa Hs membandingkan antara ngomong dan menulis.

Menurutnya, ngomong dan menulis memiliki kesamaan, yakni sama-sama mengeluarkan ide dan pendapat. Cuma bedanya, kalau ngomong itu mengeleuarkan ide dengan melafadzkan melalui lisan atau isyarat/gerakan. Menulis mengeluarkan gagasan melalui tulisan.

Namun demikian pada umumnya orang lebih mudah dan cepat ngomong dalam mengekpresikan dirinya daripada menulis. Hal itu wajar karena pada diri manusia sejak lahir sudah diajari oleh lingkungannya ngomong lebih dahulu baru dikenalkan coretan, menggambar, dan menulis seiring bertambahnya usia.

Dari motivasi-motivasi yang disampaikan oleh para penulis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan menulis bisa dimiliki oleh siapa saja, termasuk para guru. Namun, mengapa tidak banyak guru yang mau menulis?

Banyak bukti yang menunjukkan tentang rendahnya budaya menulis di kalangan guru. Kita tidak perlu malu karena beberapa indikator menunjukkan hal itu. Kalau tidak percaya, cobalah jalan-jalan ke toko buku, hitunglah berapa banyak buku yang ditulis oleh para guru. Bacalah surat kabar, berapa banyak artikel yang ditulis oleh para guru?

Jangankan untuk menulis di surat kabar, jurnal, atau lainnya, untuk membuat karya tulis yang diajukan dalam pengurusan kenaikan pangkat saja, banyak yang tidak bisa. Padahal guru berstatus ASN wajib hukumnya membuat karya tulis jika mau naik pangkat.

Ketidakmampuan guru untuk membuat karya tulis ini telah melahirkan kebohongan pada sebagian guru yang ingin cepat naik pangkat. Caranya antara lain dengan meminta tenaga orang lain, dengan cara membayar, atau melakukan tindakan plagiasi.

Padahal kalau bisa membuat karya tulis sendiri, aktivitas ini merupakan sarana mengekspresikan diri sekaligus sebagai upaya pengembangan diri guru. Idealnya memang seorang guru mau dan pintar menulis. Namun sekali lagi, budaya menulis di kalangan guru memang masih perlu terus ditingkatkan.

Maka, beruntunglah para guru di era media sosial saat ini. Berbagai model dan bentuk pelatihan menulis sudah banyak tersedia di depan mata. Di sela-sela kesibukannya guru masih bisa mengikuti pelatihan menulis baik secara daring atau luring.

Di sisi lain pemerintah melalui Kemendikbud Ristek juga menyediakan berbagai fasilitas pembelajaran maupun pelatihan yang bisa dimanfaatkan oleh guru untuk mengasah keterampilan menulis. Salah satunya melalui aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM) dan Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP).

Pendidikan Guru Penggerak menjadi andalan Kemendikbud Ristek sebagai program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program ini dilaksanakan melalui pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama 6 bulan bagi Calon Guru Penggerak (CGP).

Dalam pelaksanaannya keterampilan menulis sangat dibutuhkan oleh Calon Guru Penggerak ketika mengikuti pendidikan. Hampir setiap aktivitas yang dilakukan CGP tak lepas dari aktivitas menulis. Dari belajar mandiri lewat LMS, berdiskusi dan kolaborasi dengan CGP lain secara daring, hingga mengerjakan tugas-tugas. Intinya, apapun aktivitas guru tak bisa lepas dari tulis menulis.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun