Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ada Rasa Bahagia Ketika Sebuah Tulisan Menemukan Takdirnya

1 Maret 2021   09:47 Diperbarui: 1 Maret 2021   10:10 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap orang tentu mempunyai alasan tersendiri mengapa ia menulis. Mungkin hanya sekadar iseng, hobi, pengisi waktu luang, belajar, atau ingin dikenang. Apapun alasannya tidak ada yang salah selama kegiatan menulis itu tidak merugikan orang lain.

Tulisan sebagai hasil karya kegiatan menulis karena alasan apapun akan berusia jauh lebih panjang, ketimbang usia penulisnya. Tulisan akan menjadi saksi perjalanan hidup seseorang. Dengan melalui tulisan ada peluang mengulangi pelajaran hidupnya.

Ketika seseorang menuliskan cuplikan perjalanan hidup di masa lalu yang sarat dengan keperihatinan bukan bermaksud menjual penderitaaan tetapi untuk mengingat agar tidak lupa bersyukur setiap hari. Apabila tulisan itu juga dibaca orang lain juga bisa menjadi pelajaran untuk mereka.

Benar kata orang bahwa tulisan kita pada saatnya akan menemukan takdirnya karena apapun yang kita tulis, akan menjadi prasasti abadi. Menjadi pengingat di kala kita lupa diri dan menjadi pengetuk hati, di kala pintu hati kita tertutup melihat derita orang lain.

Ternyata ungkapan itu benar adanya. Saya sudah membuktikan sendiri. Pertama ketika awal tahun lalu, saya mendapat pesan singkat WA dari Bapak Much Khoiri. Much Khoiri (biasa disapa Emcho) adalah dosen dan penulis dari Unesa, Surabaya. Di samping produktif menulis, Pak Emcho juga aktif dalam berbagai kegiatan gerakan literasi di tanah air.

Maret 2020, Pak Emcho meluncurkan buku berjudul, "Virus Emcho Melintas Ruang-Waktu." Dalam buku itu tulisan saya ikut bersanding dengan tulisan 30 penulis terpilih dari seluruh nusantara. Ada rasa bangga tentu, karena tulisan sederhana saya mendapat takdir baik untuk dibukukan oleh Mr. Emcho yang sudah menerbitkan lebih dari 30-an judul buku.

Bukti kedua ketika kemarin, 28 Februari 2021 buku berjudul, "150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi" benar-benar sampai di tangan saya. Buku setebal 305 halaman itu berisi kumpulan tulisan dari 156 penulis yang bercerita tentang pasangan penulis legendaris Tjiptadinata Effendi dan Roselina Tjiptadinata.

Pak Tjip begitu biasa dipanggil adalah maestro di Kompasiana. Meski usia sudah tidak muda lagi selalu hadir menyapa pembaca dengan tulisan-tulisannya. "One day one article", begitu semboyannya. Begitu pula Bunda Rose. Keduanya adalah model yang selalu menjadi rujukan khususnya bagi penulis pemula seperti saya.

Ada rasa malu bercampur bahagia ketika membaca tulisan sendiri ada di antara penulis keren lainnya. Seakan tidak percaya jika tulisan sederhana itu bisa bersanding dengan tulisan-tulisan mereka. Kompasianer yang sudah berpengalaman dalam dunia tulis menulis khususnya di Kompasiana.

Akhirnya, ada rasa bahagia ketika sebuah tulisan menemukan takdirnya. Ternyata tulisan bisa menjadi jembatan pemersatu bagi penulis dari berbagai latar belakang yang berbeda. Tentu jika ada yang mau mempertautkannya. Pak Tjip dan Bunda Rose telah melakukannya. Seratus lima puluh enam penulis bersatu dalam sebuah karya yang akan menjadi kenangan tersendiri bagi penulisnya.

Terima kasih Pak Tjip dan Bunda Rose yang telah memberi kesempatan hingga tulisan saya ada dalam buku monumental tersebut. Salam hangat untuk beliau berdua!

Banjarnegara, 1 Maret 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun