Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis: Belajar Menata Kata dan Mengikat Makna

7 Februari 2021   10:03 Diperbarui: 7 Februari 2021   10:35 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tugas seorang penulis adalah mewujudkan gagasannya dalam bentuk tulisan. Agar pembaca tidak keliru dalam menafsirkan gagasan, seorang penulis berusaha memperkecil kemungkinan kesalahan mengartikan lambang-lambang bahasa tulis. Penulis harus mampu menata kata untuk memindahkan gagasannya ke pikiran orang lain. Untuk itu, kata-kata harus jelas, gagasan logis, dan kalimatnya mampu menggugah selera pembaca.

Menulis ibarat membangun sebuah gedung, hotel misalnya. Segala persiapan dan perencanaan sudah siap. Topiknya membangun hotel. Temanya: hotel tertinggi yang unik agar pengunjungnya tertarik menginap di situ. Judulnya, "Hotel Tertinggi di Indonesia"

Outlinenya sudah ada berupa gambar rancangan, selanjutnya pekerjaan pembangunan segera dimulai dengan melibatkan tenaga kerja dan alat, berikut bahan-bahan bangunan seperti batu, pasir, semen, dan lainnya.

Insinyur mana yang bisa membangun tanpa ada bahan dan alat? Demikian juga dengan menulis. Bagi penulis topik, judul, tema, outline saja belumlah cukup. Untuk membangun sebuah tulisan, penulis masih membutuhkan susunan huruf, kata, kalimat, dan alinea.

Menulis adalah pekerjaan menata kata dan mengikat makna. Meskipun dia seorang lulusan ilmu komunikasi dari luar negeri apabila tidak menguasai bahasa dan tata bahasa dengan baik baginya akan menjadi sulit ketika mengkomunikasikan atau mengembangkan bahan tulisannya. Maka, penulis dituntut mampu menguasai arti kata, membuat kalimat, dan bagaimana membangun sebuah alinea.

Diakui atau tidak masih banyak saudara kita bahkan mereka yang terpelajar tidak tahu bagaimana menulis secara baik dan benar dalam Bahasa Indonesia. Lihat saja ketika mereka menulis di laman media sosialnya. Meskipun tidak ada aturan menulis di media sosial harus menggunakan bahasa yang baik dan benar. Tetapi setidaknya penulis berusaha agar gagasan disampaikan bisa dicerna dengan baik oleh pembaca.

Masih segar dalam ingatan kita ketika mantan Jubir KPK Febri Diansyah mengoreksi Jubir Presiden Jokowi Widodo Fadjroel Rachman yang mengunggah poster bertuliskan "Aku Siap di Vaksin" di akun Twitter @fadjroeL, fajar.co.id (24/12/2020).

Mulanya, Fadjroel mengunggah poster dirinya bertuliskan "Aku Siap di Vaksin" lengkap dengan foto dirinya mengenakan masker berwarna merah putih. Ternyata, unggahan tersebut menarik perhatian Febri yang lantas mengoreksi kesalahan kata "di Vaksin".

Antara "di Vaksin" dengan "divaksin" meskipun tersusun dari kata yang sama namun karena berbeda penulisan memiliki makna yang berbeda pula. Kata "di vaksin" memiliki makna sesuatu yang ada/terdapat di vaksin. Sedangkan "divaksin" berarti diberi/mendapat/memperoleh vaksin.

Logikanya seseorang akan mampu menulis dengan baik jika penguasaan bahasanya baik. Bagaimana seseorang bisa menulis dengan baik jika penguasaan bahasanya lemah. Membedakan antara awalan dan kata depan masih bingung. Bagaimana penulisannya masih bimbang, apakah dirangkai atau dipisah? Belum lagi tentang ejaan dan lain sebagainya.

Idealnya semua orang mempunyai kepedulian berbahasa seperti Mas Febri yang mau mengoreksi kesalahan berbahasa orang lain. Demikian juga pengguna bahasa hendaknya memiliki kebesaran hati seperti Bang Fadjroel yang mau menerima koreksi atas kesalahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun