Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

"Kalau Ingin Kaya, Jangan Menjadi PNS!"

11 Januari 2021   06:45 Diperbarui: 18 Januari 2021   09:35 3208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: desa tempat tugas pertama dilihat dari jalan raya (dokpri)

Gaya hidup mewah diperlihatkan oleh petani kentang yang sukses. Dari mulai membangun rumah mewah, kendaraan keluaran terbaru, hingga pakaian dari merk ternama. Hal itu terlihat jelas ketika ada warga yang menggelar hajatan. Aneka hidangan tersaji lengkap untuk tamu yang datang.

Kesan glamour juga diperlihatkan oleh kaum ibu ketika lebaran. Baju bermerk yang mereka kenakan kisaran harganya setengah sampai satu juta. Sementara waktu itu saya sebagai guru baru golongan II/b gajinya tak lebih dari seratus ribu per bulan. Jika dibandingkan dari penghasilan antara guru dan petani kentang bak bumi dan langit.

Namun di sisi lain kesadaran warga untuk menyekolahkan anaknya masih sangat rendah. Banyak anak yang tidak tamat sekolah dasar. Sementara yang sudah tamat sekolah dasar hanya beberapa anak yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Sejak kecil mereka sudah terbiasa ikut bekerja di ladang. Mereka berprinsip tidak sekolah juga bisa kaya.

Padahal sekolah tempat tugas saya termasuk kategori daerah Inpres Desa Tertinggal (IDT). Kalau sekarang mungkin yang disebut 3T. Akses jalan menuju desa berupa jalan setapak dengan medan yang terjal, licin, dan naik turun. Untuk menuju desa tersebut hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki. Dari jalan raya butuh waktu sekitar 30 - 45 menit dan menyeberangi sungai dua kali.

Namun setelah masuk di desa saya menemukan pemandangan yang berbeda. Beberapa bangunan rumah warga dibangun cukup megah. Bahkan ada yang dibuat bertingkat. Padahal untuk membeli bahan bangunan seperti semen dan pasir warga harus memanggulnya sedikit demi sedikit dari jalan raya.

Sebagai guru baru saya harus berpikir keras. Pertama, saya harus belajar menyesuaikan diri dengan kehidupan warga setempat. Kedua, saya harus mencari penyebab mengapa masyarakat sampai mempunyai prinsip "tidak sekolah juga bisa kaya." Ketiga, saya harus bisa memberi pemahaman pentingya pendidikan kepada warga.

Untuk mengenal lebih dekat warga, saya bersama teman guru setiap malam melakukan kegiatan anjangsana. Door to door dari rumah ke rumah. Kegiatan ini dilakukan malam hari karena kalau siang sulit menemui warga di rumah. Sebagian besar warga bekerja di ladang bahkan dengan mengajak anak-anaknya.

Dengan pendekatan tersebut lambat laun masyarakat mulai sadar. Orang tua tidak lagi mengajak anaknya bekerja di ladang. Aktivitas di sekolah sedikit demi sedikit mulai normal. Kehadiran anak-anak di sekolah yang tadinya hanya berkisar 50% mulai meningkat.

Dari pengalaman tersebut, saya baru sadar bahwa jika niat menjadi guru PNS karena ingin kaya maka saya sudah mundur sejak datang pertama di tempat tugas. Karena antara angan-angan dengan kenyataan yang saya temui sangat jauh berbeda. Saya berkesimpulan, "Benar apa yang disampaikan Bu Lastri Guru BP saya waktu SMP dulu."

Namun tekad saya untuk mengabdi pada negeri sudah bulat. Teman-teman guru yang sebagian besar dari Yogyakarta juga mempunyai tekad yang sama. Tekad kami semakin kuat untuk memajukan pendidikan di tempat tugas yang baru ini.

Warga juga menerima kedatangan kami dengan suka cita. Bahkan sebagai guru baru untuk urusan makan sehari-hari tidak perlu bingung. Asal mau dengan menu ala desa guru-guru bisa makan di rumah siapa saja. Gratis! Maka, meskipun gaji pas-pasan bahkan kadang kurang saya merasa ada keberkahan. Inilah yang saya rasakan sebagai kekayaan yang sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun