Mohon tunggu...
Ahman Sarman
Ahman Sarman Mohon Tunggu... Guru - Penikmat Aksara dan Penyelam Makna

Hobi menulis, mengajar dan membuat konten

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penilaian Kinerja

23 Juni 2022   07:25 Diperbarui: 23 Juni 2022   07:33 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ada harapan besar pemerintah terhadap para pegawai di instansi pemerintah. Munculnya berbagai permintaan administrasi yang harus dilaporkan setiap bulan dalam durasi waktu satu tahun sebetulnya pemerintah menginginkan agar seluruh pegawai taat administrasi. 

Dari dulu pegawai telah bekerja, menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengabdi. Hanya saja keinginan untuk taat administrasi lebih ditambah lagi agar pegawai benar-benar bekerja.

Mari kita lihat bersama Peraturan Pemerintah RI nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Pada Bab II sasaran kerja pegawai pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap PNS wajib menyusun Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), (2) SKP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu penilaian yang bersifat nyata dan dapat diukur. 

Penjelasan tersebut mengisyaratkan bahwa PNS wajib merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pekerjaannya dalam hitungan hari, minggu, bulan hingga tahun. Pekerjaan itu tidak dilakukan begitu saja, tetapi harus direncanakan, diukur, dilaksanakan, hingga dilaporkan.    

Lantas apa yang harus dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban pegawai? Jawabannya sangat sederhana. Bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi yang dibebankan kepada setiap pegawai. 

Kedongkolan bisa saja terjadi, rasa bosan tentu akan muncul, kritik dalam diri hingga kritik terhadap kebijakan pemerintah secara bertubi-tubi akan menghiasi dialog-dialog tentang penilaian kinerja, namun ada pekerjaan besar yang tidak bisa dihalangi dengan kritikan dan kedongkolan itu. Tetap, yang namanya wajib adalah sesuatu yang harus dilakukan.

Hingga kini kebanyakan pegawai masih terjebak pada kegiatan yang harus dilakukan. Rutinitas pekerjaan selama ini terhalang oleh pikiran dan aturan baru tentang penilaian prestasi kerja yang terdiri atas SKP dan perilaku kerja. Padahal hal itu telah dilakukan bertahun-tahun lalu.

Misalnya saja perilaku kerja, istilah itu hanyalah istilah baru yang sebagian isinya merupakan modifikasi dari DP3. Tentu kalau dicermati bukanlah sesuatu yang menyulitkan. Yang sulit hanyalah perbedaan persepsi dan jiwa menutup diri terhadap aturan baru. Sehingga, muaranya harus ada desakan dari pihak pimpinan.

Benturan pikiran yang berikut adalah masalah nilai. Para pimpinan tidak mau menerima jika nilainya lebih rendah dari bawahannya. Ada keegoisan dan tak mau menerima dengan senang hati jika bawahannya memiliki nilai lebih tinggi daripada dirinya. 

Padahal, penilaian prestasi kerja tidak mematok bahwa yang lebih lama bekerja nilainya akan lebih tinggi daripada  yang baru bekerja. Usia dan lama bekerja bukan penentu. 

Inilah yang mestinya dihilangkan dalam pikiran kita. Semakin banyak seseorang bekerja dengan baik maka semakin baiklah nilainya. Bukan semakin lama seseorang bekerja semakin tinggi juga nilainya. Intinya, nilai yang tinggi adalah nilai yang akan diperoleh bagi mereka yang benar-benar bekerja dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun