Mohon tunggu...
Ahman Sarman
Ahman Sarman Mohon Tunggu... Guru - Penikmat Aksara dan Penyelam Makna

Hobi menulis, mengajar dan membuat konten

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mediasi Semiotik dalam Karya Sastra

18 Juni 2022   15:14 Diperbarui: 18 Juni 2022   15:40 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Setiap sendi kehidupan dimediasi oleh tanda baik secara personal maupun komunal. Bahkan masyarakat dikelilingi oleh tanda, diatur oleh tanda, dan ditentukan oleh tanda sehingga dengan demikian terdapat kelompok semiotik (semiotic group) dalam masyarakat.

Misalnya kelompok pedagang diatur oleh tanda-tanda tertentu berlaku dalam kelompok mereka sendiri dan secara bersama-sama dengan kelompok lain membentuk sosiosemiotik (sociosemiotics). Tanda yang merupakan manifestasi dari pikiran manusia inilah menjadi ruang gerak bidang semiotik.   

Secara general semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bentangan luas objek, peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco dalam Faruk, 2012:108).

Konvensi yang memungkinkan suatu objek, peristiwa atau suatu gejala kebudayaan menjadi tanda itu disebut juga sebagai kode sosial. Ketika kita melihat seseorang mengacungkan jari telunjuk dalam suatu forum diskusi ini bertanda ada hal yang akan diungkapkan oleh orang tersebut.

Kita juga banyak menyaksikan rambu-rambu lalu lintas di jalanan. Bahkan tanda-tanda alam seperti perkiraan hujan, tebakan gelombang laut dan lain sebagainya termanifestasi dalam pikiran manusia sebagai tanda. Orang yang hidup di zaman dulu lebih mementingkan tanda.

Berbagai ilmu dipelajari melalui tanda. Satu di antaranya yang terkenal adalah ilmu perbintangan. Tebakan cuaca laut dapat diketahui melalui bintang di malam hari.

Konon, bila cahaya bintang berkedip-kedip lebih cepat, menandakan kondisi laut bergelombang. Namun bila cahaya bintang tampak tenang, artinya laut pun teduh.

Aturan-aturan, konvensi-konvensi, atau kode-kode sebagaimana telah dijabarkan pada paragraf sebelumnya mempunyai empat kemungkinan hubungan dengan struktur sosial yang di dalamnya karya sastra bersangkutan muncul, sebagaimana dijelaskan berikut ini.

Hubungan Kelembagaan

Dalam hubungan ini: aturan, konvensi atau kode kesusastraan dapat dianggap sebagai suatu lembaga sosial yang sudah mapan, suatu pola perilaku yang kemapanannya telah diterima, dipelihara, dan dipertahankan oleh masyarakat.

Pandangan ini didukung oleh Swingewood (1972) dalam analisisnya mengenai karya-karya novel Inggris abad XVIII dan kesusastraan dunia abad XX. Swingewood tidak hanya mempersoalkan kecenderungan munculnya pandangan dunia baru, melainkan juga kecenderungan munculnya konvensi sastra baru sebagai penolakan secara sadar terhadap konvensi sastra sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun