Mohon tunggu...
Olive Bendon
Olive Bendon Mohon Tunggu... Administrasi - Travel Blogger

Travel blogger yang senang menceritakan perjalanannya (dan kawan berjalannya) yang berkaitan dengan sejarah, gastronomi, medical tourism, kesehatan mental lewat tulisan. Memiliki hobi fotografi, menonton teater, dan membaca buku. Ikuti juga jejaknya di OBENDON.COM

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Memberdayakan Koperasi, Gairahkan Wisata Budaya Serawak

22 Agustus 2015   13:00 Diperbarui: 22 Agustus 2015   13:00 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merdu suara tetabuhan menyambut langkah saat menjejak di Kampung Tebekang, Serian, Serawak. Pagi itu kami hendak berkunjung ke Kampung Melayu Tebekang, sedang bus yang kami tumpangi berhenti di sisi jalan raya Kampung Bidayuh Tebekang. Jalan tercepat untuk menggapai kampung Melayu Tebekang adalah meniti jembatan gantung yang terentang di atas Sungai Sadong, penanda batas kedua kampung.

Setelah hampir 2 (dua) jam dihibur lambaian hijau pepohonan dan bebukitan di sepanjang perjalanan dari ibu kota Serawak, Kuching; sambutan warga setempat membangkitkan semangat untuk bergegas mengenal lebih dekat kampung ini. Keceriaan yang terpancar dari wajah remaja Melayu Tebekang yang memainkan tetabuhan menyertai kaki meniti jembatan yang turut menari mengikuti irama langkah kami. Keriaan belumlah berakhir, di ujung jembatan sebelum kaki benar-benar menapak di Kampung Melayu Tebekang; dua remaja menyambut kami dengan atraksi Pencak Silat.

[caption caption="Ritual Mipis di Kampung Bidayuh"][/caption]

Berperahu menyusuri Sungai Batang Kayan menjadi pilihan yang menarik untuk dinikmati saat berkunjung ke sini. Tak sekadar berperahu, di salah satu bibir sungai yang airnya sedang surut; perahu ditambatkan. Perbekalan dikeluarkan, sungai yang tadinya sepi, mendadak riuh. Dua bilah bambu berisi potongan ayam dan daun ubi diberi sedikit rempah disiapkan. Kayu bakar yang diambil dari tepian sungai pun ditumpuk, siap untuk dinyalakan. Ayam dimasak sekitar 30 menit dengan api yang sedang hingga siap disajikan. Agar tak bosan menanti makanan matang, untuk menyelami kehidupan dan keseharian warga setempat, cobalah memancing dan menjala ikan secara tradisional.

Sayang, karena air sedang surut. hari itu tak ada ikan yang tersangkut di jala. Maka sebagai pengganjal perut jelang makan siang cukup dengan Ayam Pansuh (ayam yang dimasak dalam bambu). Karena berada di hutan, alas makannya pun menggunakan daun yang dipetik di sekitar tempat beristirahat. Ayam Pansuh, menu sehari-hari yang dinikmati oleh leluhur Melayu Tebekang ketika mereka menerabas hutan, saat ini dapat dijumpai di meja perhelatan di kampung hingga hotel berbintang. Sebagai camilan, ada Kek Jantung Pisang yang pembuatannya bisa memakan waktu 2 (dua) jam karena dibuat lapis demi lapis. Konon, Kek Jantung Pisang adalah cikal bakal Kek Lapis Serawak, kue lapis terkenal yang wajib dicoba bila berkunjung ke Serawak.

[caption caption="River cruise, menyusuri Sungai Batang Kayan di Kampung Melayu Tebekang, Serawak, Malaysia"]

[/caption]

[caption caption="Memasak Ayam Pansuh di dalam bambu di tepi Sungai Batang Kayan, Kampung Melayu Tebekang"]

[/caption]

[caption caption="Menyantap Ayam Pansuh dengan menggunakan daun sebagai piring"]

[/caption]

Dari kampung Melayu Tebekang, kami kembali berkendara selama 30 menit menuju perkampungan suku Dayak Bidayuh; Kampung Mongkos. Dayak Bidayuh atau dikenal sebagai Dayak daratan adalah suku asli ketiga terbesar yang mendiami Serawak setelah Iban dan Melayu. Di depan rumah panjang, rumah tradisional suku Bidayuh, kami disambut oleh tetua adat yang mengayun-ayunkan seekor ayam jago di tangannya. Inilah ritual Mipis yang harus dijalani oleh setiap tamu yang berkunjung ke Kampung Bidayuh untuk menghalau roh-roh jahat agar tak mengganggu sang tamu. Sebelum melangkah ke dalam rumah panjang, sang tamu harus menginjak sebutir telur yang ditempatkan di dalam wadah yang disebut bandai sebagai lambang penghancuran roh jahat.

Usai ritual Mipis, semua penghuni rumah panjang, tua muda, akan menyambut setiap tamu yang berkunjung ke rumah mereka dengan berdiri berjajar dari depan tangga hingga ke ujung rumah. Para tamu dipersilakan untuk masuk dengan tetap diiringi tarian selamat datang sembari bersalaman dengan mereka yang ada di rumah pada saat itu. Di atas rumah panjang inilah semua aktivitas digelar sebagai ungkapan sukacita tuan rumah menyambut tamu yang datang ke kampung mereka. Ragam tarian dibawakan oleh anak-anak Mongkos hingga sajian penganan khas daerah yang menggoda tersaji di depan mata menjelang petang.

[caption caption="Prosesi menginjak telur di dalam bandai sebelum melangkah ke dalam rumah panjang Bidayuh (dok. ProjekTravel)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun