Mohon tunggu...
Olive Bendon
Olive Bendon Mohon Tunggu... Administrasi - Travel Blogger

Travel blogger yang senang menceritakan perjalanannya (dan kawan berjalannya) yang berkaitan dengan sejarah, gastronomi, medical tourism, kesehatan mental lewat tulisan. Memiliki hobi fotografi, menonton teater, dan membaca buku. Ikuti juga jejaknya di OBENDON.COM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kecanduan di Corong Opium

15 April 2013   09:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:10 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang-orang Tionghoa kaya menikmati pipa opium di rumah mereka dan di klub-klub opium pribadi sedangkan yang dari golongan ekonomi kurang mampu, mengisap opium di pondok-pondok umum dengan penduduk setempat. Orang -orang Jawa membeli opium dengan penghasilan mereka sebagai kuli perkebunan, pedagang kecil serta pekerja rendahan dan dari hasil pejualan hasil ladangnya.

Terowongan kecil (ukuran asli lebih lebar) sebagai pintu keluar masuk candu untuk diangkut dari/ke perahu ke/dari dalam gudang penyimpanan rumah candu

Ahaaa, sepertinya kami menjadi penguasa di jalur candu ini! Terbukti, tak satu pun jung/perahu yang berpapasan dengan perahu kami membuat imaji menari-nari membayangkan kejayaan 2 – 3 abad yang lampau.

“Naaaah, itu pintu belakang rumah candu!” seruan pak Yon dari Forum Komunikasi Masyarakat Sejarah (Fokmas) yang menemani perjalanan senja itu membangunkan dari lamunan. Tak lama, karena saya kembali membaringkan tubuh menikmati dekapan sang bayu yang menyentuh permukaan kulit dengan lembut membuat mata merem melek hingga perahu mencapai mulut muara. Samudera raya terbentang di depan mata. Kami beristirahat sejenak menikmati matahari tenggelam sembari sesekali melemparkan tanya pada dua lelaki yang sedang memancing di pinggir sungai serta seorang ibu yang sibuk membuat tanggul pasir. Jelang maghrib, kami beranjak dari Lasem kembali ke Rembang untuk bersih-bersih.

Matahari tenggelam di muara

Malam menjemput, gerimis masih turun satu-satu saat kaki melangkah memasuki pekarangan rumah seribu pintu, rumah candu! Yes, malam ini kami mendapat undangan untuk berpesta di rumah candu! Bukan, bukan untuk menikmati pipa-pipa pembangkit khayalan namun untuk menikmati alunan musik peranakan sambil mencicipi soto Lasem. Tanpa kuasa menampik 3 (tiga) mangkok soto silih berganti tandas, menghalau dingin dan menghangatkan perut.

Berasa di kondangan deh mendengar mereka bermusik di malam itu hehe

Soto Lasem sajian di rumah candu menanti diserbu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun