Mohon tunggu...
Olive Bendon
Olive Bendon Mohon Tunggu... Administrasi - Travel Blogger

Travel blogger yang senang menceritakan perjalanannya (dan kawan berjalannya) yang berkaitan dengan sejarah, gastronomi, medical tourism, kesehatan mental lewat tulisan. Memiliki hobi fotografi, menonton teater, dan membaca buku. Ikuti juga jejaknya di OBENDON.COM

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gaya Hidup Sehat Berawal dari Jamban

4 April 2012   00:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:04 2272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu hari saat sedang berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan barat Jakarta saya kebelet ke kamar kecil. Setelah tanya sana sini, akhirnya ketemu juga tuh toilet di balik area food court. Beruntunglah karena masih agak pagi, pengunjung juga belum ramai mengantri di depan 4 (empat) pintu bilik yang ada di situ sehingga saya tidak perlu menunggu lama. Ketika tiba giliran memasuki salah satu bilik penampakan di dalamnya adalah seperti gambar berikut:

[caption id="attachment_180006" align="aligncenter" width="600" caption="Peraturan di dalam toilet publik (dok. koleksi pribadi)"][/caption]

Melihat kondisi jamban di atas kalimat pertama yang muncul di kepala adalah,"waaaah, alamat jongkok nih." Sebelum memulai ritual kecil, saya memutar badan mencari gantungan untuk menaruh tas hingga tulisan di kanan gambar di atas pun terbaca. Apakah saya rela duduk di atas kloset yang penampakannya seperti di atas? Ho ho ho, terima kasih! Ini adalah alasan kuat yang membuat saya tidak mengindahkan peraturan di atas:

  • Tidak ada dudukan kloset sehingga jamban terlalu lebar untuk diduduki. Meski pun terlihat bersih, saya 100% tidak percaya bibir jamban itu steril
  • Mau duduk atau jongkok tidak ada yang tahu karena biliknya cukup lebar dan tertutup, kecuali noda sepatu yang mungkin akan meninggalkan sedikit cap di situ
  • Saya tidak mau mengambil resiko digigit binatang aneh yang mungkin saja bersembunyi di balik jamban
  • Orang lain yang sebelumnya menggunakan bilik belum tentu membaca apalagi menaati peraturan yang ditempel di pintu

Bila berada di kawasan publik, saya termasuk orang yang punya kebiasaan mencari bilik berisi kloset jongkok saat hendak buang air kecil sehingga tidak perlu merasa bersalah untuk menginjak dudukan kloset. Beberapa pengelola gedung seperti pusat perbelanjaan, terminal bis, stasiun kereta, bandara dsb masih ada yang menyediakan toilet jongkok untuk pengunjung minimal satu bilik karena peminatnya juga banyak. Pengelolaan toilet sekarang pun sudah dibisniskan, hal ini tampak dari penempatan petugas kebersihan di setiap toilet. Pemandangan umum yang sering kita lihat adalah adanya tarif untuk pemakaian jamban umum dari sekedar penempatan kotak sumbangan kebersihan di dekat pintu masuk sampai adanya "petugas khusus" menjaga kotak amal yang akan memelototi pengguna jamban yang tidak menyelipkan lembaran seribu ke dalam kotaknya. Hal berbeda kita temui saat menggunakan jamban umum di rest area tol Cikampek misalnya yang di dinding luarnya terpampang peringatan dalam huruf besar untuk tidak memberikan tips kepada siapa pun yang mengaku petugas kebersihan.

Sekitar tahun 2003 dalam satu lawatan ke Pekalongan saya terpana dengan kebersihan toilet MURI di Tegal, sebanyak 67 bilik yang tersedia untuk publik di sana lantainya kinclong. Saking bersihnya seorang kawan merasa nyaman untuk berlama-lama istirahat di situ. Toilet publik favorit saya yang lain di terminal kedatangan bandara Juanda Surabaya. Adanya di sebelah kanan tangga turun sebelum pengambilan bagasi dan selalu menjadi target untuk saya sambangi ketika tiba di Juanda. Toiletnya bersih, wangi, kering dan para penggunanya juga cukup tahu diri untuk menjaga kebersihan sehingga petugas yang bertugas di sana tidak terlalu repot untuk melap dan mengepel lantai ;). Yang bikin trauma adalah toilet di bandara internasional Hasanuddin Makassar, saat antri terpaksa mesti gulung celana karena lantainya penuh tanah dan airnya tergenang. Sepertinya ada yang habis dari ladang dan menumpang bersih-bersih di sana hehe; serasa antri toilet di camping ground sehabis disiram hujan. Karena kebetulan saya menggunakan toilet di luar terminal, begitu selesai check in saya coba untuk menengok toilet di bagian dalam; eeeh ternyata tak jauh berbeda meski bebas dari tanah tapi basah dimana-mana hehehe.

Sungguh menyebalkan ketika antri masuk bilik di kantor atau pusat perbelanjaan modern yang isinya para wanita berkelas (dilihat dari penampilan) tapi saat menggunakan toilet ampun-ampunan joroknya. Badan menebar wangi parfum yang mahal, muka dipoles sedemikian rupa tapi koq tidak memiliki etika yang benar dalam menggunakan toilet ya? Kalau bukan pembalut yang dibuang sembarangan, tissue bekas pakai dibuang di lantai padahal tempat sampah di depan mata, lebih parah lagi ada yang suka lupa untuk menyiram sisa kotorannya. Di tempat kerja saya beberapa kali menahan mual karena mendapati kloset berwarna merah dengan percikan darah di atas tutupan kloset yang ditinggal begitu saja oleh pengguna sebelumnya. Petugas kebersihan pun beberapa kali mengeluh karena harus membersihkan sisa kotoran orang lain. Jadi sebenarnya siapakah yang mempunyai tugas untuk menjaga kebersihan di toilet publik? Selain petugas kebersihan tentulah para pengguna sarana itu sendiri.

Saya teringat ucapan guru biologi waktu SMP dulu, beliau bilang begini,"kalau kamu mau tahu seberapa pedulinya seseorang dengan kebersihan tengoklah jambannya."  Jadi, kalau menggunakan fasilitas toilet umum (dan di rumah tentunya) ukurlah dari kenyamanan diri kita dengan cara:

  • Selalu membawa tissue di dalam tas karena tidak semua fasilitas umum menyediakan tissue toilet
  • Buanglah tissue bekas pada tempat yang telah disediakan
  • Buat para wanita yang sedang datang bulan, bawalah kertas pembungkus di tas sehingga jika harus mengganti pembalut, sampahnya bisa dibungkus dulu sebelum dicemplungin ke tempat sampah
  • Siramlah dengan bersih bekas pipis/kotoran yang dibuang ke jamban
  • Jangan membuang pembalut/puntung rokok dan sampah lainnya ke dalam lobang jamban
  • Sebelum meninggalkan bilik, tengoklah apakah ada yang tertinggal jangan sampai meninggalkan sisa kotoran untuk orang lain
  • Terakhir bayarlah sesuai dengan tarif yang berlaku

[caption id="attachment_180007" align="aligncenter" width="399" caption="Tarif toilet April 2011 di kawasan wisata Telaga Sarangan, Jawa Timur (dok. koleksi pribadi)"]

1333498487730363044
1333498487730363044
[/caption]

Tentu kita masih ingat slogan Kebersihan adalah Pangkal Kesehatan bukan? jika toiletnya bersih pasti akan membuat kita nyaman untuk menggunakannya. Mulailah gaya hidup sehat dengan memelihara etika di toilet. Tertib tidaknya seseorang dalam menggunakan toilet tergantung dari didikan sejak kecil dan ini tentunya dimulai dari rumah saat anak pertama kali menggunakan jamban. Jika kita meyakini prinsip kebersihan adalah bagian dari iman, semoga kita juga bisa berbagi sedikit kenyamanan untuk orang-orang di sekeliling kita. [oli3ve]

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun