Mohon tunggu...
Sosbud

Kasus dr. Letty hingga Pro-Kontra Hukuman Mati

16 November 2017   21:13 Diperbarui: 16 November 2017   21:16 2222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angka kekerasan terhadap perempuan terus menunjukkan peningkatan. Komnas Perempuan membeberkan Catatan Tahunan (Catahu) Tahun 2017. Dalam laporan itu disebut ada 259 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan di seluruh Indonesia. Ketua Komnas Perempuan, Azriana, menyampaikan bahwa pelaku kekerasan mayoritas adalah orang terdekat korban, terutama dalam konteks KDRT dan inses serta berbagai bentuk kekerasan seksualitas lainnya.

Belakangan ini kita dikejutkan oleh kasus pembunuhan dr. Letty (46) oleh suaminya sendiri, yakni dr. Ryan Helmi (41). Menurut kronologi yang disampaikan pihak kepolisian, dr. Ryan Helmi tiba di Klinik Azzahra tempat dr. Letty bekerja sekitar pukul 14.00 WIB. Tersangka meminta untuk bicara empat mata dengan korban, namun korban menolak. Emosi tersangka memuncak dan menodongkan senjata api untuk menakut-nakuti korban. Korban lantas lari masuk ke dalam, namun diberondong dengan 6 tembakan oleh tersangka hingga tewas.

Kasubdit Jatantas Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Hendy F. Kurniawan menyatakan bahwa baru ditemukan 3 butir proyektil yang bersarang dalam tubuh korban dari total  6 butir yang ditembakkan. 2 butir ditemukan di bagian dada korban (di jantung), dan 1 butir di bagian paha. Adapun ketiga butir lainnya tidak ditemukan dan diduga terjatuh di TKP (tidak mengenai tubuh korban).

Terkait motif pembunuhan, diduga tersangka sakit hati karena korban sempat mengajukan gugatan cerai pada Juli 2017 kepada pihak berwajib. Menurut Yeti Irma, kakak Letty---dulu pelaku pernah melakukan percobaan pembunuhan terhadap adiknya dengan menyiramkan tiner ke tubuh adiknya, ketika adiknya sedang berada di kamar.

dr. Ryan Helmi, tersangka---memiliki reputasi yang buruk baik di bidang pekerjaan maupun di mata keluarga korban. dr. Ryan Helmi dikenal sebagai sosok yang keras dan pemalas, sering berganti-ganti pekerjaan dan tidak menafkahi sang istri. Kondisi ekonomi  dan kekerasan yang Ia lakukan menjadi faktor pemicu keretakan dalam rumah tangga mereka. Menurut Yeti, dr. Letty sendiri sempat menahan diri untuk tidak mengajukan gugatan cerai karena masih berharap sang suami dapat berubah.

Setelah korban mengajukan gugatan cerai pada Juli 2017, tersangka mencari penjual senjata api di salah satu jejaring sosial dan memesan dua buah senjata api seharga total Rp 45 juta.

Sesuai hukum yang berlaku, dr. Ryan Helmi terjerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dan/atau Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, dengan tuntutan maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup. Selain itu, tersangka juga terjerat Undang-undang Darurat terkait Kepemilikan Senjata Api.

Timbulnya kasus pembunuhan ini memicu kembali pro dan kontra hukuman mati, mengetahui bahwa dr. Ryan Helmi positif mengonsumsi obat penenang jenis Benzodiazepin yang berarti bahwa pembunuhan terjadi ketika tersangka berada di bawah pengaruh obat-obatan.

Namun kasus menghilangkan nyawa seseorang bukanlah kasus sederhana, bukanlah tindakan yang bisa ditolerir jika boleh dibilang demikian. Ini termasuk pelanggaran HAM. Di lain sisi, hukuman mati sendiri juga merupakan tindakan mengambil hak hidup seseorang---yang merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia.

Lalu, apakah hukuman mati pantas diberikan? Hal ini masih menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat. Apakah hukuman mati itu sendiri tidak bertentangan dengan ideologi kita Pancasila?

Dalam penafsirannya, menurut saya hukuman mati tidak bertentangan dengan Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun