Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sengsara Membawa Nikmat

9 Agustus 2022   15:10 Diperbarui: 11 Agustus 2022   21:27 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sengsara (Sumber: shutterstock)

Rasanya sulit untuk menghasilkan generasi yang tangguh dan adaptif jika budaya mereka cenderung hanya mencari yang serba mudah, instan, cepat, dan tidak suka berproses. 

Contoh nyata dari hal ini bisa kita lihat pada fenomena mudahnya generasi muda sekarang berganti atau berpindah pekerjaan hanya karena merasa tidak cocok, tidak suka, dan tidak merasa nyaman di satu posisi atau satu tempat kerja, atau dengan semakin banyaknya generasi milenial yang belum menikah dan masih saja tinggal di rumah orang tua selepas usia 30 tahun-an.

Meski kita juga bisa melihat bahwa ada banyak inovasi, ide-ide, atau kemunculan berbagai start up baru yang berasal dari generasi milenial, tetapi tanpa disertai dengan karakter gigih, tangguh, dan mudah beradaptasi pada setiap situasi dan kondisi, mereka -- seperti dikatakan oleh Prof. Rhenald Khasali -- hanya akan menjadi generasi strawberry yang rapuh dan rentan. 

Dan, generasi yang rapuh lagi rentan ini sudah tentu bukan merupakan prospek yang cerah bagi masa depan bangsa, keluarga, atau komunitas apa pun.

Terus, bagaimana cara agar generasi muda bisa menjadi generasi yang tangguh dan memiliki daya lenting yang tinggi?

Berproses, berjuang, dan tidak merasa nyaman di zona nyaman. 

Di dalamnya termasuk juga mau melakukan hal-hal seperti: banyak membaca literasi yang bermutu, banyak bergaul secara real alias bukan hanya melalui dunia maya, banyak terlibat dalam berbagai organisasi, kegiatan sosial dan kemasyarakatan, atau komunitas, banyak belajar tentang berbagai hal, tidak mager-an alias malas, serta jangan suka terus berada di zona nyaman. 

Oh ya, satu lagi yang penting, belajar menahan kenikmatan.

Belajar menahan kenikmatan ini merupakan satu keterampilan yang perlu dilatih dan diasah oleh anak-anak sekarang agar tidak sedikit-sedikit butuh healing, sedikit-sedikit butuh self reward, dan sedikit-sedikit kena mental. Dengan mau menahan kenikmatan atau menahan diri, kita belajar untuk tidak manja dan mau berjuang lebih keras. 

Kita juga belajar untuk adaptif dengan kesulitan, ketidaknyaman, dan tantangan untuk menjadi pribadi yang tangguh dan tidak cengeng.

Lagi pula, saya suka agak bingung juga gitu terhadap mereka yang suka merasa dikit-dikit butuh healing, dikit-dikit mau self reward, dan dikit-dikit baperan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun