Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bilang Norak, Bukan Ndeso

2 Agustus 2022   21:13 Diperbarui: 3 Agustus 2022   05:24 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar orang desa bersepeda (Unsplash - Nick Fewings)

"Ih, model bajunya ... ndeso banget."
"Warnanya mencolok ... ndesit ah."
"Selera lagunya kok kampungan ya?"

Sadar atau tidak, kebanyakan dari kita pasti pernah mengatakan hal-hal itu ketika melihat situasi, penampilan, ekspresi, atau kondisi yang kita anggap tidak keren, norak, atau mungkin tidak "fit" dengan kaidah tertentu. Ndeso, ndesit, kampungan, atau istilah-istilah semacamnya lalu jadi istilah untuk mengungkapkan perasaan kita yang berkonotasi merendahkan, jika bukan menghina.

Biasanya, ungkapan "ndeso" atau "kampungan" akan kita sematkan pada mereka yang kita anggap punya selera atau tampilan yang kurang bermutu, gemar menggunakan atau memilih warna/tampilan mencolok, punya logat/aksen daerah tertentu, punya selera musik tertentu, punya selera makan tertentu, punya kebiasaan/budaya tertentu, bahkan tampilan (fisik) tertentu. Kurang punya selera atau tampilan yang pas lah, intinya.  

Tapi, benarkah hal-hal itu terkait atau melekat dengan orang desa?

Ada beberapa kekeliruan berpikir yang perlu kita luruskan di sini.

Pertama, memang rata-rata orang desa itu lugu, sederhana, berbahasa daerah, lekat dengan budaya atau kebiasaan lokal tertentu, dan cenderung hidup dalam kondisi yang homogen. Tapi, apakah hal-hal itu menjadikan orang desa sebagai kurang berbudaya dan tidak memiliki selera baik, sehingga kita mengambil istilah "ndeso" -- yang sangat terkait dengan wilayah atau orang desa -- sebagai ungkapan untuk kondisi yang kita anggap tidak "fit" pada standar nilai tertentu?

Lebih lanjut, jika demikian pendapat kita, maka apakah kita memandang orang kota selalu memiliki selera, tampilan, kebiasaan, aksen, pengetahuan, budaya, dan pemikiran yang lebih maju dan lebih baik dibanding orang desa, karena tidak pernah ada ungkapan bernada sama atau yang sebanding dengan ujaran "ndeso" bagi orang kota?

Naif dan minim sekali pemikiran kita jika itu pendapat kita, sementara kita bisa melihat bahwa orang kota pun sering kali kurang pas dan kurang berbudaya dalam tampilan atau selera mereka. Bahkan, jika mau berpikir lebih jauh, kita akan menyadari bahwa faktor ekonomi, latar belakang pendidikan, pergaulan, dan akses pada informasi dan pengetahuanlah yang lebih berkontribusi pada penampilan atau selera seseorang, bukan asal wilayah desa atau kota. Bukan hal yang tepat tentunya kalau kita merendahkan selera, tampilan, atau pilihan pihak lain, sementara hal itu disebabkan karena mereka tidak memiliki akses ekonomi, pendidikan, pengetahuan, informasi, atau pergaulan yang cukup.

Lalu, betapa ngawurnya kita jika memandang bahwa selera pada musik tertentu, logat/aksen daerah tertentu, budaya/kebiasaan tertentu, dan tampilan fisik tertentu sebagai hal yang lebih rendah atau kurang bermutu, sehingga kita katakan "ndeso".

Pertama-tama, siapa kita berhak menilai dan men-cap selera atau pilihan orang lain sebagai lebih rendah atau kurang bermutu? Mungkin, masih ok lah jika kita menganggap "norak" pada mereka yang mengenakan baju dengan warna mencolok, tidak serasi, atau tidak sesuai konteks. Namun, apakah mereka yang lebih suka musik tradisional, tidak suka pizza atau western food, memiliki logat medhok, suka makan dengan tangan, dan tidak berpakaian sesuai dengan mode terkini patut kita cap sebagai "ndeso"? I don't think so. Itu masalah selera, budaya, dan kebiasaan yang bersifat sangat relatif.

Kedua, apa sih sebenarnya kaitan wilayah desa atau orang desa dengan masalah selera, tampilan, atau pilihan orang-orang, sehingga kita memakai kata "ndeso" sebagai kata untuk merendahkan pihak lain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun