Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keluarga, Dekat di Genetik, Jauh di Hati

2 Desember 2020   19:00 Diperbarui: 2 Desember 2020   19:43 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena ini mungkin tidak lagi asing buat kita saat ini. Hubungan kekeluargaan, terutama dalam konteks hubungan kekerabatan dalam keluarga besar, menjadi semakin renggang. Buat milenial dan generasi Z pada masa mendatang, keluarga mungkin malah sudah menjadi faktor yang kian tidak relevan dalam kehidupan mereka.

Tapi, apa sih sebenarnya arti dan makna keluarga dan kekeluargaan bagi kita?

Jawaban itu sedikit banyak akan menentukan respons kita atas judul di atas.

Keluarga sendiri adalah orang-orang yang memiliki pertalian darah atau ikatan kekerabatan dengan kita. Mereka sudah "ditakdirkan" menjadi orang-orang yang memiliki relasi keluarga dengan kita. Suka atau tidak suka, mereka adalah orang-orang yang Tuhan jadikan memiliki ikatan dengan kita by "blood" atau by "law". Kita tidak dapat menolak atau menafikan posisi mereka dalam kehidupan kita.

Dulu, mungkin ikatan keluarga jauh lebih penting dibanding ikatan pertemanan. Itu sebabnya banyak adat dan budaya yang memasukkan keluarga sebagai unsur yang penting. Acara pernikahan, pemakaman, kelahiran, berbagai syukuran, ulang tahun, atau arisan keluarga adalah acara-acara yang selalu melibatkan keluarga besar.

Orangtua zaman dulu juga kerap mengunjungi rumah sanak keluarganya, bukan hanya kerabat dekat, tetapi juga kerabat-kerabat yang jauh. Tak heran bila generasi di atas kita memiliki hubungan kekeluargaan yang lebih rekat dibanding relasi kekeluargaan dari generasi X, Y, generasi milenial, dan kemungkinan besar pada generasi-generasi selanjutnya. Nenek, kakek, dan orangtua kita jauh lebih baik dalam menjalin relasi persaudaraan dibanding kita.

Jarak, kesibukan, budaya, pekerjaan, prioritas, waktu, dan perkembangan zaman serta kemajuan teknologi lalu menjadi faktor-faktor yang mengubah dan mempengaruhi relasi persaudaraan atau kekerabatan kita saat ini.

Boro-boro mengenal anak dari sepupu orangtua kita. Sekarang, bisa mengenal dan berelasi baik dengan saudara-saudara sepupu kita dari pihak ayah maupun ibu saja sudah sangat baik sekali. Di desa, fenomena ini mungkin belum terlalu terasa, meski tetap sudah bergeser dari generasi-generasi sebelumnya. Namun, di perkotaan hal ini sudah semakin umum, bahkan biasa.

Tanyalah pada generasi milenial atau anak-anak remaja kita, bagaimana relasi mereka dengan keluarga besarnya. Pasti jarang yang akan menyebut kata "akrab" atau "dekat". Sesuatu yang dulu justru menjadi jawaban lumrah bagi kita.

Anehnya, hal ini justru berbanding terbalik dengan relasi pertemanan. Banyak orang yang justru sekarang makin memiliki relasi pertemanan yang sangat baik dan luas jangkauannya. Selain teman sekolah dan kuliah (yang tetap dijalin baik, meski sudah bertahun-tahun), ada juga teman kerja, teman komunitas kegiatan, teman gereja, temannya teman, teman pasangan, teman pelayanan, teman gaul, teman tapi mesra, dsb, dst.

Berbeda dengan keluarga, teman adalah orang yang kita kenal dari berbagai tempat, komunitas, atau kegiatan di mana kita terlibat di dalamnya, yang kemudian kita pilih untuk menjadi akrab dan dekat. Berbeda juga dengan keluarga yang sudah menjadi "takdir", kita bisa memilih siapa yang dapat menjadi teman atau sahabat kita dan kemudian menghabuskan banyak waktu bersama mereka. Oleh karena itulah kita lalu menjadi lebih nyaman berelasi dengan teman dibanding dengan saudara atau keluarga, sebab relatif ada banyak persamaan dan waktu yang kita miliki bersama teman dan sahabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun