Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengasihi Anak 101

8 September 2020   17:56 Diperbarui: 8 September 2020   18:17 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar Anak (Unsplash, Aaron Burden)

Melalui media sosial, kita sering menjumpai postingan orangtua yang berusaha menunjukkan bagaimana mereka mengasihi anak-anaknya. Entah lewat kata-kata dalam caption, dalam bentuk pelukan dan ciuman kasih, dalam cerita tentang pola asuh yang diterapkan, dalam pemberian bentuk apa pun kepada sang anak, dalam kesempatan liburan yang disukai anak, melalui masakan/makanan yang menjadi favorit anak, melalui pemilihan kebijakan, pengajaran, disiplin, sekolah, atau apa pun, yang intinya ingin menyatakan bahwa mereka (dan saya, dan Anda juga, mungkin) menyayangi dan memberi yang terbaik kepada anak-anak kita.

Tidak ada yang salah dengan itu, kalau maksudnya tulus. Tulus dalam arti di sini bahwa memang kita ingin menunjukkan perasaan kasih dan kecintaan kita kepada anak-anak kita. Atau, mungkin kita bermaksud untuk sharing momen kepada yang lain melalui pengalaman yang kita miliki. Namun, akan menjadi tidak pas jika itu hanya menjadi ajang show off saja, atau sekadar menunjukkan bahwa kita orangtua yang lebih baik dari yang lain. Ya, tidak ada salahnya sih menjadi bangga. Tapi, seringnya, bukan itu yang sebenarnya terjadi. Itu hanya yang "tampak" saja, tetapi  tidak sungguh-sungguh dirasakan dan berdampak kepada anak. 

Namun, bukan persoalan postingan di medsosnya yang sebenarnya ingin saya tekankan. Yang justru ingin saya soroti adalah apakah benar semua hal yang sudah disebutkan dalam paragraf pertama tadi adalah bentuk kasih kepada anak yang tepat?

Tampaknya, bagi kebanyakan orangtua, itu memang cara, sarana, atau upaya orangtua dalam mengasihi anak. Bukankah sentuhan, keakraban, memberi yang terbaik secara moril maupun materiil, bahkan pilihan maupun keputusan kita kepada mereka adalah bentuk dari kasih sayang orangtua secara universal?


Ya. Dan, tidak.

Ya, dalam arti memang upaya-upaya tersebut adalah satu bentuk kasih sayang kita kepada anak. Tidak, jika kita menelisik lebih dalam lagi, itu semua bukan esensi, apalagi tujuan kita dalam mengasihi anak.

Artinya, tidak salah jika kita melakukan semua upaya itu kepada anak-anak kita. Tetapi, kita kemudian harus bertanya dan berefleksi lagi. Apakah benar, semua upaya itu adalah hal yang sungguh esensial bagi anak, yang bukan bertendensi kepada kepentingan kita sendiri, bahkan dalam bentuk yang paling halus dan samar?

Maksud saya, coba pikirkan hal-hal ini.

Ketika kita memberi makanan yang sehat dan bergizi, atau pakaian yang apik, keren, dan mahal kepada anak-anak, apakah itu adalah sungguh-sungguh merupakan upaya agar mereka menjadi anak yang sehat, gembira, dan bisa bertumbuh dengan baik? Atau, itu sebenarnya upaya agar kita mendapat credit/pujian karena bisa mengusahakan makanan dan pakaian yang terbaik bagi anak kita, yang mungkin tidak mampu diberikan oleh orangtua lain kepada anaknya?

Ketika kita memberi mereka sekolah dan pendidikan yang terbaik, sungguhkah itu upaya agar mereka kelak dapat menjadi pribadi-pribadi yang maju dan berguna dalam kehidupannya kelak sebagai orang dewasa? Atau, itu adalah cara untuk menunjukkan kepada dunia, bahwa kita mampu memberikan pendidikan yang prestigious, yang bergengsi, dan yang eksklusif, yang akan memperbesar kebanggaan atau ego kita?

Ketika kita memberi dan menyediaka  mereka dengan berbagai keterampilan dan kemampuan, sungguhkah itu dimaksudkan agar kelak hal-hal itu dapat menjadi bekal mereka untuk diaplikasikan dalam kehidupan sebagai orang dewasa di tengah-tengah komunitas dan masyarakat, bukannya sebagai bentuk "investasi" kita, agar kelak mereka bisa menjadi pribadi-pribadi yang menguntungkan, dan dapat "membayar jerih payah" kita sebagai orangtua?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun