Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikah Itu Pilihan demi Kebaikan yang Lebih Besar

30 Oktober 2019   20:26 Diperbarui: 31 Oktober 2019   05:49 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unsplash; Drew Hays


Membaca, mendengar, atau melihat berita tentang kekerasan terhadap anak membuat saya miris. Dan, marah. Apa sih yang ada di benak atau hati orang-orang itu sehingga tega berperilaku sedemikian keji terhadap anak mereka sendiri?

Saya tahu. Itu pertanyaan naif. Tapi, toh saya masih tidak bisa memahami mengapa manusia bisa berbuat begitu jahat dan keji, melebihi perilaku hewan yang tak berakal dan berbudi atau beragama. Saya tak ingin berbicara tentang agama di sini, atau berlama-lama membahas topik yang pasti juga tidak nyaman untuk kebanyakan orang. 

Namun, berangkat dari situ, saya sekarang jadi justru bisa memahami -- meski mungkin tak terkait sama sekali dengan isu di atas -- mengapa ada banyak orang sekarang memilih tak berkeluarga, menjadi lajang, atau semakin banyak pasangan yang tak ingin memiliki anak.

Jujur, kita pasti akan memandang miring atau bahkan merasa aneh dengan orang-orang yang memilih untuk tidak menikah (bukan karena memiliki alasan selibat demi pelayanan keagamaan atau karena alasan ketidakmampuan secara fisik/medis), memilih tidak mempunyai anak, atau hidup sendiri. Atau, kita malah curiga terhadap mereka. Jangan-jangan ....

Sebenarnya, bukan tanpa alasan juga jika kita berprasangka buruk. Kita toh hidup pada zaman di mana banyak nilai-nilai moral, agama, dan sosial tidak lagi sama seperti dulu. Dan, itu tentu juga mengubah banyak pandangan, nilai-nilai, pilihan, serta keputusan dari banyak orang.

Pada era postmodern ini, setiap hal dipandang relatif. Tidak ada lagi benar atau salah. Hitam atau putih. Tepat atau tidak tepat. Setiap orang memiliki nilai-nilainya sendiri, yang tidak bisa dinilai berdasarkan nilai-nilai orang lain.

Namun, jika hanya berdasarkan semangat atau nilai-nilai zaman saja, rasanya kita masih bisa kekeuh mempertahankan nilai-nilai agama yang kita anut, tetapi tentu tanpa berpikir buruk atau miring terhadap orang-orang yang memiliki keputusan atau pilihan berbeda dalam hal berkeluarga.

Sekarang, rasanya kita harus lebih menghargai dan memahami pilihan-pilihan semacam itu. Saya pikir, keputusan banyak orang untuk memilih hidup sendiri dan tidak memiliki anak adalah keputusan yang lebih bertanggung jawab dibanding mereka yang menikah, tetapi kerjanya hanya menyakiti pasangannya. Atau mereka yang memiliki anak, tetapi berperilaku jahat dan melakukan kekerasan kepada anak-anak mereka.

Bahkan, saya sekarang juga menghargai pasangan yang tidak ingin memiliki anak dan lebih memilih untuk memelihara hewan peliharaan karena merasa membesarkan anak itu terlalu mahal. Ya, ya, saya tahu, itu lagi-lagi terlalu naif dan tetap bukan keputusan yang dipandang benar oleh kebanyakan orang, terutama nilai-nilai kita sebagai orang beragama.

Tapi, coba pikirkan ini. Jika keputusan orang-orang itu dilandasi oleh akal dan pikiran yang sehat, plus iman yang benar, itu akan jadi keputusan yang lebih baik. Lebih baik? Ya, karena itu akan jadi pilihan yang tepat dan benar pada akhirnya.

Tentu saja itu pasti bukan keputusan atau pilihan yang dikehendaki keluarga atau orang kebanyakan. Dan, saya tentu saja masih masuk golongan yang tak ingin jika anak saya kelak mengambil keputusan demikian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun