Mohon tunggu...
AC Oktavia
AC Oktavia Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar peduli

Memberanikan diri berbagi, setelah terlalu lama hanya mengeluh dalam diam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sampai Kapan Perempuan Terus Jadi Korban?

5 Agustus 2020   12:53 Diperbarui: 5 Agustus 2020   12:56 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setelah berbulan-bulan terpisahkan oleh jarak dan waktu karena pandemi, akhir pekan lalu saya dan teman akrab saya semasa kuliah memutuskan untuk bertemu dan berbincang. Dalam percakapan kami, ia menceritakan tentang kekhawatirannya akan seorang teman sekelas saya dulu yang kini menghilang dari peredaran. Setelah diusut ternyata penyebabnya adalah tersebarnya video pribadi miliknya, hingga ke lingkungan mantan kampus kami.

Tanpa membenarkan tindakannya untuk melakukan hubungan intim di luar pernikahan, saya merasa marah atas apa yang terjadi dengan teman saya. Bagaimana tidak? Video pribadinya itu disebarkan oleh mantan pacarnya setelah hubungan mereka lama berakhir. Kini teman saya menjadi bahan gunjingan banyak orang dan mantan pacarnya itu bisa melenggang santai menikmati hidupnya. Sampai kapan pihak perempuan harus terus jadi korban?

Semakin teman saya bercerita dan berkomentar, semakin marah jadinya saya. Teman akrab saya ini menceritakan bahwa dia mendapatkan informasi ini dari teman sekelas kami yang pria. Teman pria tersebut mengaku menemukan video ini di sebuah platform yang terkenal. Ketika teman akrab saya menegurnya dan memintanya untuk tidak menyebarkan informasi ini, ia berkelit menyatakan semua "pria normal" di angkatan saya pasti juga sudah tahu dan sudah menonton.

Informasi yang disampaikan teman akrab saya juga dibumbui nada menuduh dimana-mana. Meskipun pada awalnya dia mengaku khawatir dan tidak berusaha menghakimi, toh sepanjang cerita nada bicara dan roman wajahnya berbicara lain. Tetap saja ada nada menyalahkan dan menyayangkan aktifitas yang terekam dalam video. Mana lagi teman saya yang perempuan ini malah lebih banyak digunjingkan daripada mantan pacarnya yang jelas-jelas tidak tahu adat.

Jahanam kalian semua!

Teman saya adalah korban. Tentu dia bersalah karena melakukan perbuatan yang tidak pantas. Dia juga bisa dianggap bersalah karena tidak berhati-hati terhadap semua dokumentasi akan dirinya. Tetap saja dia adalah korban! Saya yakin dia tidak pernah memberikan izin atas penyebaran video pribadinya. Saya yakin dia tidak pernah menginginkan video tersebut menjadi konsumsi publik dan bahkan "teman-teman sekelasnya".

Hai, teman-teman pria, kalian jahanam! Mana buktinya janji kalian saat ospek dulu, yang katanya akan menghargai dan melindungi teman-teman perempuan kalian? Tidakkah kalian sadar apa yang kalian lakukan itu menjijikan? Apakah menyebarkan aib teman sendiri, "menikmati" rahasia saudara seperjuangan, menurut kalian itu bisa dibenarkan hanya karena orang lain juga melakukannya?

Hai, teman-teman perempuan, kalian jahanam! Percuma kalian "merasa khawatir" hanya untuk membicarakan dan menggunjingkan temanmu sendiri. Tidakkah kalian sadar apa yang kalian lakukan justru membuat situasi menjadi lebih buruk? Apakah ikut-ikutan menonton video tersebut untuk "mengecek kebenarannya", menurut kalian adalah alasan yang bisa dibenarkan?

Dan dasar aku jahanam! Aku tidak berbuat apa-apa, aku hanya marah, dan aku menumpahkannya dalam tulisan ini. Maafkan aku kawan karena tidak mampu melindungimu. Maafkan aku kawan karena aku tidak bisa ada untukmu di saat semua ini terjadi. Maafkan aku karena tidak bisa melakukan apapun untukmu sekarang. Aku tidak tahu apa lagi yang bisa kulakukan untukmu.

Saya menyadari kisah teman saya ini sesungguhnya banyak terjadi terhadap perempuan Indonesia lainnya. Banyak kisah pelecehan, penyebaran video pribadi yang pada akhirnya selalu menyalahkan pihak perempuan tanpa memandang kesalahan pihak pria. Dan pada seluruh kisah ini, pihak perempuan lah yang akhirnya selalu tersingkir, dan harus pergi dari komunitas lamanya karena merasa malu. Mengapa harus begini? Sampai kapan situasinya harus begini?

Mengapa kita tidak bisa melindungi teman-teman perempuan yang sudah dilukai harga dirinya? Mengapa komunitas kita tidak bisa  menolong mereka untuk bertahan dan meminta pertanggungjawaban pihak yang sebenarnya lebih bersalah? Mengapa mereka harus menderita sendirian?

Saya hanya berharap tulisan saya membuka mata dan menyadarkan lebih banyak orang. Membuat lebih banyak pihak ikut terlibat memberikan komunitas yang aman bagi perempuan. Membuat konsekuensi bagi tindakan serupa dirasakan sama beratnya bagi kedua gender.

Kawan, mungkin suatu hari nanti kau akan membaca tulisan ini. Maafkan aku karena tidak hadir di saat-saat kamu paling membutuhkan sandaran. Maafkan aku, semoga kamu baik-baik saja saat ini, dimanapun kamu berada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun