Mohon tunggu...
AC Oktavia
AC Oktavia Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar peduli

Memberanikan diri berbagi, setelah terlalu lama hanya mengeluh dalam diam

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menjalani "Suksesi Alam" dalam Diri

7 Oktober 2019   12:00 Diperbarui: 7 Oktober 2019   12:02 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Suksesi alam adalah suatu fenomena alam yang terjadi secara alami. Fenomena ini merupakan proses perubahan bentuk ekosistem karena adanya gangguan besar yang menghapuskan bentuk ekosistem sebelumnya. Gangguan ini kemudian memberikan tempat bagi ekosistem baru untuk bertumbuh.

Karya penyelamatan oleh Kristus memberi kesempatan untuk kita menjalani 'suksesi alam' dalam kehidupan kita sendiri. Ada tertulis pada Titus 2:14, "[Yesus Kristus] yang telah menyerahkan dirinya untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik".

Terdapat tiga tahap yang sama-sama terjadi baik dalam proses suksesi alam maupun dalam kehidupan kita. Pada proses suksesi alam terdapat ekosistem lama, gangguan besar dan ekosistem baru. Sedangkan dalam kehidupan kita terdapat hidup lama yang penuh kejahatan, pengudusan yang Tuhan kerjakan, dan hidup baru penuh perbuatan baik.

Suksesi biasanya terjadi pada ekosistem klimaks, ekosistem yang terlihat stabil dan memiliki seluruh komponen dengan lengkap. Hal ini tidak selalu berarti baik. Jenis ekosistem ini tidak lagi memiliki ruang untuk bertumbuh, tidak bisa lagi dimasuki jenis spesies baru, dan secara perlahan meracuni dirinya sendiri.

Bukankah situasi ini mirip dengan situasi kita saat terjebak dalam kejahatan sebelum mengenal Kristus? Kita terlihat baik-baik saja, namun tidak lagi mampu berkembang menjadi orang yang lebih baik dan bermanfaat. Kita juga bebal, terfokus dengan kepentingan diri kita sendiri lalu tidak lagi mengizinkan adanya perubahan-perubahan yang sesungguhnya baik. Dan yang paling berbahaya, kita terus tenggelam dalam dosa dan tanpa sadar merusak diri kita sendiri.

Berbagai gangguan seperti kebakaran, letusan gunung api, dan tsunami yang menghapuskan seluruh ekosistem lama, menjadikannya lahan kosong. Gangguan ini bukan hal yang serta-merta buruk karena keberadaannya justru memberikan kesempatan yang baru.

Demikian pula Tuhan datang menyerahkan diri-Nya, mati di atas kayu salib, untuk membersihkan seluruh kehidupan lama kita. Tuhan menebus dosa kita dan menguduskan kita. Ia 'mengganggu' kehidupan kita dan mengubah kita. Ia menjadikan kita 'lahan kosong' yang penuh potensi untuk diisi dengan kehidupan yang baru.

Kekosongan suatu lahan di alam memungkinkan jenis-jenis baru yang belum ada sebelumnya untuk tumbuh. Jenis-jenis baru inilah yang memungkinkan lahan bertumbuh menjadi ekosistem yang sepenuhnya berbeda. Ketika proses suksesi ini selesai, kita tidak akan lagi menemukan sisa-sisa ekosistem yang lama.

Kesempatan inilah yang sesungguhnya ingin Tuhan berikan bagi kita melalui penyerahan diri-Nya. Kesempatan untuk mampu mengisi kehidupan kita dengan hal-hal baik, hal-hal yang sebelumnya tidak sanggup kita kerjakan. Kesempatan untuk menjadi manusia yang berbeda, manusia yang baru.

Akhirnya, mari kita kembali mencermati bagaimana kita menjalani 'suksesi alam' dalam kehidupan kita. Kita sudah meninggalkan kehidupan yang lama. Tuhan juga sudah datang menguduskan kita. Keputusan kitalah untuk terus mengerjakan hal baik yang mengisi 'ekosistem baru' di kehidupan kita.

September 2019

Oktavia AC

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun